Jasa Perhitungan Gas Rumah Kaca Scope 3 untuk Sektor Industri Pupuk

Jasa Perhitungan Gas Rumah Kaca Scope 3 untuk Sektor Industri Pupuk

Industri pupuk di Indonesia dimulai pada tahun 1959 dengan pendirian PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) sebagai pelopor industri pupuk urea. Pabrik pertama berlokasi di Palembang dan mulai beroperasi pada tahun 1963 dengan kapasitas 100.000 ton urea per tahun. Pada tahun 1964, pabrik tersebut diresmikan oleh Wakil Perdana Menteri I, Chaerul Saleh, menandai tonggak penting dalam sejarah industri pupuk nasional. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang terus meningkat, Pusri membangun beberapa pabrik tambahan, termasuk Pusri II (1974), Pusri III (1976), dan Pusri IV (1977), dengan kapasitas masing-masing mencapai hingga 570.000 ton per tahun. Pada tahun 1979, Pusri ditunjuk oleh pemerintah untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi ke seluruh wilayah Indonesia sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional.

Pembentukan Holding Company Industri Pupuk

Pada tahun 1997, pemerintah mengubah status PT Pupuk Sriwidjaja menjadi holding company yang membawahi beberapa anak perusahaan lainnya, seperti PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Kujang. Tujuan dari transformasi ini adalah untuk mengoptimalkan produksi dan distribusi pupuk di Indonesia. Pada tahun 2012, nama perusahaan diubah menjadi PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk menegaskan statusnya sebagai induk holding BUMN di sektor pupuk. Saat ini, industri pupuk di Indonesia terdiri dari beberapa perusahaan utama yang beroperasi di bawah naungan PT Pupuk Indonesia:

  1. PT Petrokimia Gresik
  2. PT Pupuk Kujang
  3. PT Pupuk Kalimantan Timur
  4. PT Pupuk Iskandar Muda
  5. PT Rekayasa Industri

Emisi Gas Rumah Kaca Scope 3 Industri Pupuk

Sektor industri pupuk memiliki peran penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan juga dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Namun, tenyata ada dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh sektor industri pupuk. Pada proses produksi pupuk melibatkan reaksi kimia yang menghasilkan berbagai jenis gas, termasuk amonia, nitrogen oksida, dan karbon dioksida. Gas-gas ini adalah gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Selain itu, penggunaan pupuk nitrogen sintetis dapat menyebabkan emisi nitrous oksida yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida dalam memerangkap panas.

Emisi GRK dikategorikan menjadi tiga scope:

  • Scope 1: Emisi langsung dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan, seperti emisi dari pembakaran bahan bakar fosil dalam proses produksi.
  • Scope 2: Emisi tidak langsung dari pembelian energi, seperti listrik yang digunakan dalam proses produksi.
  • Scope 3: Semua emisi lainnya dalam rantai nilai perusahaan, baik di hulu maupun hilir, yang tidak termasuk dalam Scope 1 dan 2. Ini termasuk emisi dari bahan baku yang dibeli, transportasi, penggunaan produk, dan akhir masa pakai produk.

Menghitung Gas Rumah Kaca Scope 3 Industri Pupuk

Industri pupuk memiliki jejak karbon yang kompleks. Sederhananya, dampak lingkungan dari pupuk tidak hanya berhenti pada pabrik. Proses produksi bahan baku, transportasi, hingga penggunaan pupuk di lahan pertanian semuanya menghasilkan emisi gas rumah kaca. Misalnya, saat petani menggunakan pupuk nitrogen, gas nitrous oksida yang sangat berbahaya bagi lapisan ozon akan terlepas ke atmosfer. Ini seperti efek domino, di mana setiap tahap dalam siklus hidup pupuk berkontribusi pada perubahan iklim. Selain emisi langsung dari proses produksi, emisi gas rumah kaca (GRK) Scope 3 industri pupuk berasal dari:

  • Produksi bahan baku: Emisi dari penambangan fosfat, produksi amonia, dan bahan kimia lainnya.
  • Transportasi: Emisi dari transportasi bahan baku, produk jadi, dan limbah.
  • Penggunaan pupuk oleh petani: Emisi dari aplikasi pupuk di lahan pertanian, termasuk emisi nitrous oksida.
  • Produksi energi terbarukan untuk pupuk: Meskipun penggunaan energi terbarukan dapat mengurangi emisi, namun proses produksinya juga menghasilkan emisi.

Actia Carbon menyediakan platform penghitungan Gas Rumah Kaca (GRK), klik di sini. Dengan mengetahui secara rinci sumber-sumber emisi utama, kita dapat menyusun strategi yang lebih efektif untuk mengurangi dampak lingkungan. Transparansi mengenai emisi Scope 3 akan meningkatkan kepercayaan konsumen, investor, dan pemangku kepentingan lainnya terhadap perusahaan. Ini akan mendorong perusahaan untuk terus berinovasi dan mencari solusi yang lebih berkelanjutan. Dengan memahami kontribusi kita terhadap perubahan iklim, kita dapat mengambil tindakan nyata untuk melindungi planet kita bagi generasi mendatang.

Pelestarian Mangrove untuk Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD)

Pelestarian Mangrove untuk Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD)

Sejalan dengan tujuan Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD), DKI Jakarta dengan garis pantainya yang panjang, memiliki peran penting dalam pelestarian mangrove di Indonesia. Ekosistem mangrove di Jakarta berperan dalam penyerapan karbon dan melindungi garis pantai. Melalui pelestarian dan rehabilitasi mangrove, DKI Jakarta berupaya membangun kota yang tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Tim MABI: Kolaborasi Multi-Sektor dalam RPRKD

Pada tahun 2023, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk Tim Kerja Mitigasi dan Adaptasi Bencana Iklim (MABI) melalui Keputusan Gubernur Nomor 209 Tahun 2023. Tim ini bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan program dan aksi mitigasi serta adaptasi perubahan iklim di Jakarta.

Tim MABI terdiri dari dua pokja utama, yaitu pokja mitigasi perubahan iklim dan pokja adaptasi perubahan iklim. Kedua pokja ini didukung oleh tiga pokja lainnya, yaitu pokja komunikasi dan partisipasi masyarakat, pokja pendanaan dan kolaborasi, serta pokja riset dan inovasi.

Mangrove Jakarta dalam Konteks Global

Indonesia memiliki sekitar 20% dari total mangrove dunia, yaitu sekitar 3,36 juta hektar. Jakarta, sebagai bagian dari Indonesia, memiliki peran penting dalam pelestarian mangrove secara global.

RPRKD

Peta Mangrove Nasional 2023 menunjukkan bahwa mangrove tersebar di berbagai wilayah pesisir Indonesia, termasuk di Jakarta. Sebagian besar mangrove di Jakarta terdapat di bagian utara dan barat kota, meliputi Taman Wisata Alam, Hutan Induk Angke Kapuk, Suaka Margasatwa, dan jalur pengaman tol bandara.

Upaya Pemulihan Mangrove di Jakarta

Pelestarian mangrove di Jakarta menghadapi berbagai tantangan, seperti alih fungsi lahan akibat urbanisasi, degradasi akibat pencemaran sampah, dan ekspansi pemukiman. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya memulihkan dan meningkatkan luas hutan mangrove melalui penanaman dan rehabilitasi.

Teknik Penanaman Mangrove di Jakarta

Di Jakarta, penanaman mangrove dilakukan dengan dua teknik utama, yaitu teknik guludan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (DPHK) dan teknik rumpun berjarak oleh Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP).

Teknik guludan adalah metode inovatif yang dirancang untuk menanam mangrove di lahan yang terendam air dalam, biasanya dengan kedalaman antara 1 hingga 2 meter. Metode ini melibatkan pembuatan struktur guludan dari cerucuk bambu yang diisi dengan tanah untuk menciptakan media tumbuh bagi bibit mangrove.

Sementara itu, teknik rumpun berjarak juga digunakan untuk penanaman mangrove namun dengan pendekatan yang berbeda. Metode ini menekankan pada penanaman bibit dalam kelompok atau rumpun pada jarak tertentu untuk memaksimalkan pertumbuhan dan kesehatan tanaman.

Kolaborasi dalam Penanaman Mangrove

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengapresiasi dan mendukung partisipasi berbagai pihak dalam penanaman mangrove. Kolaborasi dengan masyarakat dan berbagai stakeholder lainnya diharapkan dapat mempercepat upaya pelestarian mangrove di Jakarta.

RTRW 2042: Dukungan Kebijakan untuk Pelestarian Mangrove

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2042 mencantumkan beberapa arah kebijakan yang mendukung pelestarian mangrove, seperti perwujudan lingkungan kota yang berkelanjutan, peningkatan RTH dan badan air permukaan, serta perlindungan pesisir pulau-pulau.

Salah satu fokus utama RTRW DKI Jakarta adalah penciptaan lingkungan perkotaan yang lebih ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam. Peningkatan RTH menjadi salah satu langkah kunci dalam menciptakan ruang terbuka yang tidak hanya berfungsi sebagai paru-paru kota, tetapi juga sebagai habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna, termasuk mangrove. Dengan memperbanyak RTH, Jakarta diharapkan dapat mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas hidup warganya.

Selain itu, RTRW juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap badan air permukaan. Dalam konteks ini, pengelolaan mangrove menjadi krusial karena hutan mangrove berfungsi sebagai penyangga alami yang melindungi pesisir dari abrasi dan intrusi air laut. Mangrove juga memiliki peran vital dalam menjaga kualitas air dengan menyaring polutan serta menyediakan habitat bagi berbagai organisme laut. Oleh karena itu, kebijakan RTRW yang mendukung pelestarian mangrove merupakan langkah strategis untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir Jakarta.

Perlindungan terhadap pesisir pulau-pulau di Jakarta juga menjadi fokus penting dalam RTRW 2042. Upaya ini mencakup penguatan garis pantai untuk mencegah abrasi, serta pemantauan dan penegakan hukum terhadap aktivitas yang merusak ekosistem mangrove. Dengan demikian, diharapkan kawasan pesisir Jakarta dapat tetap lestari dan berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi daratan dari ancaman kenaikan permukaan air laut.

Penguatan Kapasitas dan Peran Masyarakat

Selain penanaman dan rehabilitasi, upaya pelestarian mangrove juga dilakukan melalui penguatan kapasitas masyarakat, penangkaran biota laut, serta kegiatan konservasi dan rehabilitasi yang berbasis masyarakat.

Pelestarian mangrove merupakan bagian integral dari RPRKD DKI Jakarta. Melalui kolaborasi multi-sektor dan pelibatan masyarakat, diharapkan upaya pelestarian mangrove di Jakarta dapat terus ditingkatkan, sehingga ekosistem mangrove dapat terus berperan dalam menjaga keberlanjutan pesisir dan mendukung tercapainya target RPRKD.

 

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan RPRKD DKI Jakarta

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan RPRKD DKI Jakarta

Perubahan iklim merupakan isu yang menuntut perhatian serius dari seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. DKI Jakarta, salah satu kota yang menjadi pusat aktivitas ekonomi menghadapi tantangan besar akibat dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrem, dan peningkatan suhu.

Menyadari urgensi tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menunjukkan komitmennya dalam menghadapi perubahan iklim melalui berbagai kebijakan dan program. Salah satunya adalah dengan menyusun Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD) yang dipayungi oleh Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021.

RPRKD, upaya DKI Jakarta untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 30% pada tahun 2030 dan menuju net zero emission pada tahun 2050. Inventarisasi GRK menjadi langkah awal dalam penyusunan RPRKD, karena data yang akurat akan menjadi dasar perencanaan program dan aksi mitigasi perubahan iklim.

Inventarisasi GRK: Dasar RPRKD DKI Jakarta

Inventarisasi GRK merupakan proses pengumpulan data dan informasi mengenai sumber emisi GRK di suatu wilayah. Data ini mencakup berbagai sektor, seperti energi, transportasi, industri, limbah, pertanian, dan kehutanan.

Di DKI Jakarta, inventarisasi GRK dilakukan secara berkala untuk memantau perkembangan emisi GRK dan mengevaluasi efektivitas program mitigasi yang telah dijalankan. Data inventarisasi GRK juga digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RPRKD, sehingga program dan aksi mitigasi yang direncanakan dapat tepat sasaran dan efektif dalam menurunkan emisi GRK.

Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021: Payung Hukum RPRKD

RPRKD merupakan langkah strategis DKI Jakarta dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Dipayungi oleh Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021, RPRKD mengintegrasikan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam berbagai sektor pembangunan.

Komitmen DKI Jakarta dalam menangani perubahan iklim telah dimulai sejak tahun 2007 dengan bergabung dalam C40, jaringan kota-kota dunia yang berkomitmen dalam aksi mitigasi perubahan iklim. Pada tahun 2009, dalam COP 15, Jakarta menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 30% pada tahun 2030 dan menuju net zero emission pada tahun 2050.

RPRKD DKI Jakarta tidak hanya berfokus pada mitigasi, tetapi juga adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini tercermin dalam program-program yang direncanakan, seperti pengembangan ruang terbuka hijau (RTH), peningkatan sistem drainase, dan pembangunan infrastruktur tahan bencana.

Implementasi RPRKD: Kolaborasi Multi-Sektor

Implementasi RPRKD melibatkan kolaborasi multi-sektor, baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membentuk Tim Kerja Mitigasi dan Adaptasi Bencana Iklim (MABI) yang bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan program dan aksi mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.

Tim MABI terdiri dari berbagai unsur, seperti pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat. Kolaborasi multi-sektor ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dan efektivitas dalam implementasi RPRKD DKI Jakarta.

Penanaman Mangrove: Salah Satu Aksi Nyata Mitigasi Perubahan Iklim

RPRKD DKI Jakarta

Salah satu aksi nyata mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah penanaman mangrove. Mangrove memiliki peran penting dalam menyerap dan menyimpan karbon, sehingga dapat membantu mengurangi emisi GRK.

Selain itu, mangrove juga berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi, habitat bagi berbagai biota laut, dan sumber mata pencaharian bagi masyarakat pesisir. Upaya penanaman dan pelestarian mangrove menjadi bagian integral dari RPRKD DKI Jakarta.

Monitoring dan Evaluasi: Menjamin Efektivitas RPRKD DKI Jakarta

Agar implementasi RPRKD berjalan efektif dan mencapai tujuannya, pemantauan dan evaluasi berkala harus dilakukan. Ibarat sebuah perjalanan, kita perlu mengetahui sudah sejauh mana kita melangkah dan apakah kita berada di jalur yang benar. Dalam konteks RPRKD, penurunan emisi GRK menjadi indikator utama keberhasilan. Seberapa jauh upaya kita dalam mengurangi jejak karbon di Jakarta?

Selain itu, peningkatan luas ruang terbuka hijau (RTH) juga menjadi tolok ukur yang penting. RTH tidak hanya mempercantik kota, tetapi juga berperan sebagai paru-paru kota yang menyegarkan udara dan menyerap polusi.

Tak kalah penting, peningkatan kapasitas adaptasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim juga perlu dievaluasi. Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, mulai dari banjir rob, cuaca ekstrem, hingga kenaikan permukaan air laut.

Hasil pemantauan dan evaluasi ini nantinya akan menjadi cermin bagi kita semua, memberikan gambaran yang jelas tentang kemajuan yang telah dicapai dan tantangan yang masih ada. Dengan demikian, RPRKD dan program-program turunannya dapat terus disempurnakan, disesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat Jakarta dalam menghadapi perubahan iklim.

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kawasan Pesisir: Optimis Raih Net Zero Emission (NZE)

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kawasan Pesisir: Optimis Raih Net Zero Emission (NZE)

Kawasan pesisir Indonesia, memegang peran penting dalam mitigasi perubahan iklim global. Mangrove dan terumbu karang, yang dikenal sebagai blue carbon, merupakan penyerap karbon alami yang signifikan dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Namun, degradasi lingkungan pesisir menjadi tantangan serius yang menuntut perhatian dan aksi nyata. Data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 3,3 juta hektar mangrove di Indonesia dalam kondisi rusak, sementara 65% terumbu karang di Indonesia berada dalam kondisi kurang sehat.

Kondisi ini menegaskan urgensi pengelolaan pesisir terintegrasi yang memperhatikan baik aspek perlindungan lingkungan maupun pemanfaatan ekonomi secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) menjadi instrumen penting untuk mengukur dan memantau emisi GRK dari berbagai aktivitas di wilayah pesisir, serta mengevaluasi efektivitas upaya mitigasi yang dilakukan.

Dinamika Ekosistem Pesisir Indonesia: Kerusakan dan Upaya Pemulihan

Kondisi mangrove di Indonesia menunjukkan variasi yang signifikan. Beberapa wilayah seperti Papua, sebagian Kalimantan, dan Sulawesi masih memiliki kepadatan mangrove yang relatif baik. Namun, di Pulau Jawa, pesisir Selatan Sumatera, Nusa Tenggara, dan Bali, degradasi mangrove telah terjadi secara masif. Kerusakan mangrove dan terumbu karang tidak hanya meningkatkan kerentanan terhadap bencana alam, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan emisi GRK. Ketika ekosistem pesisir rusak, karbon yang tersimpan di dalamnya akan dilepaskan ke atmosfer, sehingga mengurangi kapasitas penyerapan karbon dan menambah beban emisi GRK.

Ibarat “kalkulator karbon”, inventarisasi GRK memungkinkan kita untuk mengukur emisi GRK dari berbagai aktivitas di kawasan pesisir, memantau perubahannya dari waktu ke waktu, dan mengevaluasi efektivitas upaya mitigasi.

Kerusakan ekosistem pesisir di Indonesia dipicu oleh alih fungsi lahan mangrove untuk tambak, pemukiman, dan infrastruktur. Pencemaran limbah industri, pertanian, dan rumah tangga juga merusak terumbu karang dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Praktik penangkapan ikan yang merusak, seperti penggunaan bom ikan dan pukat harimau, turut memperparah kondisi ini. Perubahan iklim dengan peningkatan suhu air laut, pengasaman laut, dan kenaikan permukaan air laut juga mengancam kesehatan dan kelangsungan hidup ekosistem pesisir.

Aktivitas tersebut berpotensi menjadi sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di kawasan pesisir. Deforestasi dan konversi mangrove menjadi tambak atau pemukiman melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya. Kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan yang merusak, pencemaran, dan perubahan iklim juga mengurangi kemampuannya dalam menyerap karbon. Transportasi laut, khususnya kapal dan perahu yang menggunakan bahan bakar fosil, turut menghasilkan emisi GRK. Aktivitas industri di kawasan pesisir, seperti pengolahan hasil laut, dan konsumsi energi di pemukiman juga berkontribusi pada emisi GRK. Selain itu, pengolahan limbah yang tidak memadai di kawasan pesisir dapat menghasilkan emisi metana, gas rumah kaca yang lebih kuat dari karbon dioksida.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan pengelolaan pesisir terintegrasi sebagai prioritas nasional. Pendekatan ini menekankan keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan pemanfaatan ekonomi pesisir berkelanjutan. Potensi ekonomi pesisir yang besar dalam sektor perikanan, pariwisata, dan industri maritim harus dikelola secara bijak untuk memastikan kelestarian ekosistem dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Strategi dan Inovasi dalam Pengelolaan Pesisir

Dalam upaya pengelolaan pesisir terintegrasi, pemerintah telah mengambil beberapa langkah serius. Salah satunya adalah pengembangan aplikasi AKSARA (Aplikasi Kebijakan dan Strategi Respons Adaptasi) oleh Bappenas. Aplikasi ini memudahkan pemantauan dan evaluasi kebijakan terkait pengelolaan lingkungan dan penurunan emisi GRK. Selain itu, program pemulihan kawasan pesisir dengan pendekatan building with nature atau nature-based solutions telah diimplementasikan di berbagai lokasi. Program ini tidak hanya berfokus pada aspek teknis pemulihan ekosistem, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan pemberdayaan masyarakat pesisir.

Sponge City di Ibu Kota Nusantara (IKN)

Penerapan konsep Sponge City di beberapa kota di Indonesia, termasuk di Ibu Kota Nusantara (IKN), menjadi solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan air perkotaan, seperti banjir, kekeringan, dan pencemaran air. Sponge City mengintegrasikan infrastruktur hijau dan infrastruktur abu-abu untuk meningkatkan daya resap air, mengurangi limpasan permukaan, dan meningkatkan kualitas air. Ibu Kota Nusantara (IKN) dirancang sebagai model kota berkelanjutan dengan menerapkan berbagai kebijakan pro-lingkungan, seperti konsep Forest City, Zero Delta Q Policy, dan Sponge City yang terintegrasi dengan desain kota. Ibu Kota Nusantara (IKN) diharapkan menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia dalam menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Selain upaya-upaya tersebut, perlu dilakukan penguatan penegakan hukum dan pengawasan terhadap perusakan lingkungan pesisir. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan kampanye mengenai pentingnya menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan dampak perubahan iklim juga menjadi fokus.

Pengembangan ekonomi berkelanjutan di kawasan pesisir, seperti ekowisata dan budidaya perikanan berkelanjutan, perlu didorong untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir tanpa merusak lingkungan.

Kerjasama multi-pihak yang melibatkan pemerintah, masyarakat, swasta, dan LSM sangat penting dalam mewujudkan pengelolaan pesisir terintegrasi yang efektif. Dengan kolaborasi dan komitmen bersama, Indonesia dapat menjaga kelestarian ekosistem pesisirnya, memanfaatkan potensi ekonomi secara berkelanjutan, dan berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim global.

 

Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Nilai ekonomi karbon (NEK) merupakan nilai yang diberikan pada setiap ton karbon yang dikurangi dari emisi gas rumah kaca (GRK). Hal ini menjadi bagian dari upaya pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) dalam rangka mengurangi emisi GRK. Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) mengatur mengenai pengelolaan nilai ekonomi karbon dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan nasional.

 

Mekanisme Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK)

Ada 4 mekanisme penyelenggaraan nilai ekonomi karbon, yaitu:

  1. Perdagangan karbon merupakan sebuah mekanisme yang memungkinkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aktivitas jual-beli. Dalam mekanisme ini, terdapat 2 kelompok, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi.
  • Perdagangan emisi: Melibatkan jual-beli izin emisi melalui pasar karbon yang telah diatur dan perdagangan langsung melalui kerjasama bilateral. Dalam perdagangan emisi, entitas atau negara dapat membeli atau menjual izin emisi, yang memberi izin untuk menghasilkan jumlah tertentu emisi GRK. Tujuannya adalah untuk memberikan insentif bagi entitas untuk mengurangi emisi GRK mereka.
  • Offset emisi GRK: Mekanisme offset emisi GRK terdiri dari baseline dan target pengurangan emisi GRK yang harus ditetapkan oleh pelaku perdagangan karbon. Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE GRK) adalah suatu unit yang dapat masuk ke sistem karbon DCC dan perdagangan karbon, baik melalui kerjasama bilateral maupun melalui bursa karbon.
  1. Pembayaran berbasis kinerja: Mekanisme pembayaran berbasis kinerja mengatur pembayaran sesuai dengan kinerja yang telah dicapai dalam mengurangi emisi GRK.
  2. Pungutan atas karbon: Mekanisme yang dikelola oleh Kementerian Keuangan (Menkeu). Mekanisme ini melibatkan pengenaan pajak atau biaya atas emisi karbon yang dihasilkan oleh entitas atau sektor tertentu. Tujuannya adalah untuk memberikan insentif bagi mereka untuk mengurangi emisi karbon mereka dan mendorong transisi ke arah ekonomi yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon. Pajak atau biaya karbon yang dikenakan dapat berupa tarif yang diterapkan per unit emisi karbon atau pajak yang diberlakukan pada bahan bakar fosil atau industri tertentu yang menghasilkan emisi karbon yang tinggi.
  3. Mekanisme lainnya: Mencakup berbagai strategi dan inisiatif lain yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi GRK, seperti pengembangan teknologi hijau, insentif pajak untuk energi terbarukan, atau program pengurangan emisi sukarela.

 

Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK)

Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan nilai ekonomi karbon adalah:

  1. Perdagangan karbon:
    • Perdagangan karbon dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri atau domestik dan internasional.
    • Tata laksana perdagangan karbon, diselenggarakan di sektor NDC dan sub-sektor NDC, dilaksanakan oleh kementerian Lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat, serta dapat dijalankan di perdagangan luar negeri dan domestik.
    • Adanya cadangan dan buffer yang harus disiapkan untuk pengurangan emisi dalam bentuk unit yang kita kenal dengan Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE-GRK).
    • Perdagangan karbon bisa dilakukan dengan perdagangan dalam bentuk PT-BAE dan PT BAE-PU dan SPE-GRK. Hal ini ditetapkan oleh masing-masing sektor terkait.
    • Rangkaian dari perdagangan emisi ini sampai untuk menjadikannya SPE, perlu ada asas transparansi dan akuntabilitas yang harus diterapkan, yaitu proses verifikasi dan validasi, yang dilakukan oleh independen yang mempunyai kaedah dan standar yang jelas, baik perusahaan yang diatur oleh standar internasional, atau badan standarisasi nasional.
    • Setelah ada penerbitan SPE, maka akan masuk ke dalam mekanisme berikutnya, yang mungkin bisa dilakukan dengan dua opsi, yaitu kerjasama maupun melalui bursa karbon.
  2. Cap and allowance: Bagaimana cap and allowance diatur melalui PT BAE dan PT BAE-PU yang otorisasinya ada di masing-masing sektor terkait.
  3. Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE GRK): SPE GRK adalah suatu unit yang dapat masuk ke sistem karbon DCC dan perdagangan karbon, baik melalui kerjasama bilateral maupun melalui bursa karbon.

 

Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) dilakukan dalam rangka pencapaian NDC dan pengendalian emisi GRK. Pemerintah Daerah diharapkan untuk berperan dalam pencapaian target NDC melalui penyelenggaraan adaptasi dan mitigasi. Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk melakukan aksi di daerah serta melakukan pemantauan dan evaluasi sebagian dari pengurangan emisi GRK pada Sektor dan Kegiatan tersebut.

Kementerian ESDM telah meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik, yang merupakan amanat Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik. Perdagangan karbon ini akan dilaksanakan dalam tahap mandatori pada tahun 2023, dan diharapkan dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 155 juta ton CO2e di tahun.

 

 

Konsultan Penyusun Science Based Targets Initiative (SBTi) Sektor Industri Barang dari Gips untuk Konstruksi

Konsultan Penyusun Science Based Targets Initiative (SBTi) Sektor Industri Barang dari Gips untuk Konstruksi

Perubahan iklim yang terjadi saat ini dapat kita rasakan dampaknya, menuntut industri dan para pelaku usaha harus bergerak cepat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan target pengurangan emisi yang berbasis ilmu pengetahuan melalui Science Based Targets Initiative (SBTi). Di sini, kita akan membahas tentang industri barang dari gips untuk konstruksi, proses kegiatan industri ini, contoh produk, sumber emisi GRK, fungsi dan keuntungan memiliki SBTi, serta contoh perusahaan yang bergerak di sektor ini.

 

Science Based Targets Initiative (SBTi) untuk Industri di Indonesia

SBTi adalah kerangka kerja yang membantu perusahaan menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca yang berbasis pada sains, selaras dengan tujuan Perjanjian Paris untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5°C.

Science Based Targets Initiative (SBTi) memberikan panduan bagi industri untuk menetapkan target pengurangan emisi yang ambisius dan berbasis ilmiah. Bagi industri barang dari gips untuk konstruksi, SBTi membantu dalam mengidentifikasi area-area kritis dimana emisi dapat dikurangi secara signifikan. Dengan menetapkan target ini, perusahaan tidak hanya berkontribusi pada upaya global untuk memerangi perubahan iklim, tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing mereka di pasar.

 

Sektor Industri Barang dari Gips untuk Konstruksi

Industri dengan kode KBLI 23954 mencakup pembuatan barang dari gips yang digunakan dalam konstruksi, seperti papan, lembaran, panel, dan lain-lain. Selain itu, kelompok ini juga mencakup industri bahan bangunan dari substansi tumbuh-tumbuhan seperti wol kayu, alang-alang, jerami, yang disatukan dengan plester gips. Produk-produk ini digunakan secara luas dalam konstruksi bangunan, baik untuk keperluan struktural maupun dekoratif.

 

Proses Produksi Barang dari Gips untuk Konstruksi

Proses produksi barang dari gips melibatkan beberapa tahapan utama:

  1. Penambangan Gips: Bahan baku gips diperoleh dari tambang gips yang terletak di berbagai wilayah.
  2. Penghancuran dan Penggilingan: Gips mentah dihancurkan dan digiling untuk menghasilkan bubuk gips dengan ukuran partikel yang sesuai.
  3. Pemanasan (Kalsinasi): Bubuk gips kemudian dipanaskan pada suhu tinggi untuk mengurangi kandungan air dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih stabil.
  4. Pencampuran dan Pembentukan: Bubuk gips yang telah dikalsinasi dicampur dengan air dan bahan tambahan lainnya untuk membentuk adonan. Adonan ini kemudian dicetak menjadi berbagai bentuk seperti papan, lembaran, dan panel.
  5. Pengeringan dan Pengerasan: Produk yang telah dicetak dikeringkan dan dikeraskan untuk mencapai kekuatan dan stabilitas yang diinginkan.
  6. Finishing: Produk akhir diberi finishing sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan, seperti pemotongan, pelapisan, atau pengecatan.

 

Contoh Produk dan Kegunaannya

Beberapa produk yang dihasilkan oleh industri barang dari gips untuk konstruksi meliputi:

  • Papan Gipsum: Digunakan untuk dinding dan langit-langit interior.
  • Panel Gipsum: Digunakan untuk partisi ruangan dan plafon.
  • Gipsum Blok: Digunakan untuk dinding non-struktural.
  • Dekorasi Gipsum: Digunakan untuk elemen dekoratif seperti cornice dan medali.

Produk-produk ini digunakan karena sifatnya yang mudah dibentuk, ringan, tahan api, dan memiliki insulasi suara yang baik.

 

Sumber Emisi Gas Rumah Kaca dari Industri Barang Gips untuk Konstruksi

Industri barang dari gips untuk konstruksi merupakan salah satu industri yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Emisi ini berasal dari berbagai tahapan produksi hingga distribusi. Berikut penjelasan mengenai contoh sumber emisi gas rumah kaca (GRK) dalam industri ini:

  1. Penambangan: Penambangan bahan baku gips biasanya memerlukan penggunaan alat berat yang menggunakan bahan bakar fosil.
  2. Penghalusan (Crusher): Proses penghalusan batu gips menjadi bubuk gips memerlukan energi yang cukup besar. Mesin crusher yang digunakan biasanya beroperasi dengan tenaga listrik, yang sumber listriknya seringkali berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.
  3. Kalsinasi: Kalsinasi adalah proses pemanasan gips untuk menghilangkan air dan mengubahnya menjadi kalsium sulfat hemihidrat. Proses ini membutuhkan energi listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga batu bara, gas, berpotensi menghasilkan emisi CO2.
  4. Pengeringan: Setelah proses kalsinasi, bubuk gips perlu dikeringkan untuk mengurangi kadar air. Proses pengeringan ini juga memerlukan alat dan energi tambahan yang dapat menghasilkan emisi. Misalnya penggunaan oven pengering yang menggunakan bahan bakar fosil atau listrik dari sumber non-renewable berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca.
  5. Pemotongan: Proses pemotongan produk akhir gips menjadi ukuran yang diinginkan juga memerlukan energi, biasanya dalam bentuk listrik. Penggunaan mesin pemotong yang efisien energi dapat mengurangi emisi, namun jika sumber listriknya berasal dari fosil, tetap akan menghasilkan emisi CO2.
  6. Transportasi dan Distribusi: Transportasi bahan baku dari lokasi penambangan ke pabrik maupun distribusi barang jadi dari pabrik ke lokasi konstruks juga menghasilkan emisi gas rumah kaca.

 

Cara Mengatasi atau Mengurangi Dampak Negatif Terhadap Lingkungan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif industri gipsum terhadap lingkungan:

  1. Penggunaan Energi Terbarukan: Mengganti sumber energi fosil dengan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin.
  2. Efisiensi Energi: Meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam proses produksi.
  3. Teknologi Ramah Lingkungan: Mengadopsi teknologi yang lebih bersih dan ramah lingkungan dalam proses produksi.
  4. Manajemen Limbah: Mengelola limbah produksi dengan cara yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
  5. Transportasi Ramah Lingkungan: Menggunakan kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan untuk transportasi bahan baku dan produk.

 

Keuntungan Memiliki Science Based Targets Initiative (SBTi) untuk Industri Barang dari Gips untuk Konstruksi

Manfaat dari memiliki SBTi dalam industri barang dari gips untuk konstruksi meliputi:

  1. Memperkuat Citra Perusahaan: Menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan, yang dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata pelanggan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya.
  2. Mematuhi Peraturan: Membantu perusahaan mematuhi peraturan lingkungan yang semakin ketat dan mengurangi risiko terkena sanksi.
  3. Efisiensi Operasional: Mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik efisiensi energi yang dapat mengurangi biaya operasional.

 

Perusahaan di Sektor Industri Barang dari Gips untuk Konstruksi

Berikut adalah beberapa perusahaan yang bergerak di sektor industri barang dari gips untuk konstruksi:

  1. PT. Knauf Plasterboard Indonesia: Memproduksi papan gipsum, lembaran gipsum, dan aksesori terkait.
  2. PT Siam-Indo Gypsum Industry: Menghasilkan papan gipsum untuk dinding dan langit-langit.
  3. PT Aplus Pacific: Memproduksi papan gipsum dan bahan bangunan lainnya.
  4. PT Saint-Gobain Construction Products Indonesia: Memproduksi sistem plafon dan dinding dari gipsum.
  5. PT Holcim Indonesia: Memproduksi barang dari gips. Gips digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan semen, dan dicampur dengan klinker pada penggilingan akhir

 

Menyusun Science Based Targets Initiative (SBTi) Bersama Actia

Actia dapat membantu industri gipsum dalam menyusun dan mengimplementasikan Science Based Targets Initiative (SBTi) melalui berbagai layanan:

  1. Analisis Baseline Emisi: Mengidentifikasi dan menghitung emisi GRK saat ini dari seluruh operasi perusahaan.
  2. Penetapan Target: Membantu perusahaan menetapkan target pengurangan emisi yang sesuai dengan standar SBTi.
  3. Pengembangan Strategi: Merancang strategi dan rencana aksi untuk mencapai target pengurangan emisi.
  4. Pelatihan dan Pengembangan Kapasitas: Memberikan pelatihan dan pengembangan kapasitas kepada staf perusahaan untuk memastikan keberhasilan implementasi SBTi.
  5. Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa perusahaan tetap berada di jalur yang benar dalam mencapai target mereka.
  6. Laporan dan Komunikasi: Membantu perusahaan dalam menyusun laporan kemajuan dan berkomunikasi dengan stakeholder mengenai upaya keberlanjutan mereka.

 

Fungsi Science Based Targets Initiative (SBTi) untuk Industri Barang dari Gips untuk Konstruksi

  1. Menetapkan Target Pengurangan Emisi: Membantu perusahaan menetapkan target pengurangan emisi yang berbasis sains dan konsisten
  2. Menyediakan Panduan Teknis: Memberikan panduan teknis mengenai cara mengukur, melaporkan, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
  3. Validasi Target: Memastikan bahwa target yang ditetapkan perusahaan telah divalidasi dan sesuai dengan metodologi SBTi.
  4. Memastikan Ketaatan Peraturan: Dengan mengikuti panduan SBTi, perusahaan dapat memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan lingkungan yang semakin ketat.
  5. Meningkatkan Citra Perusahaan: Memiliki target yang diakui oleh SBTi dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata konsumen dan investor yang peduli lingkungan.
  6. Mengurangi Risiko: Dengan mengelola emisi secara proaktif, perusahaan dapat mengurangi risiko terkait perubahan iklim, seperti risiko regulasi dan risiko reputasi.

 

Apakah perusahaan Anda merupakan industri barang dari gipsum dan membutuhkan bantuan untuk menyusun Science Based Targets Initiative (SBTi)? Klik di sini, Actia siap membantu.

 

Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca Sektor Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca Sektor Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Industri minyak goreng kelapa sawit telah menjadi salah satu sumber utama pangan dan energi di Indonesia. Namun, seperti banyak industri lainnya, kegiatan ini juga menghasilkan gas rumah kaca (GRK), yang merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim global. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana industri minyak goreng kelapa sawit beroperasi, sumber emisi GRK apa saja yang dihasilkan, dan bagaimana kita dapat mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.

 

Hubungan Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit dengan Gas Rumah Kaca (GRK)

Industri minyak goreng kelapa sawit memiliki proses yang cukup panjang mulai dari pengolahan biji kelapa sawit hingga produksi minyak goreng. Proses ini melibatkan berbagai tahap, seperti pengolahan biji, ekstraksi minyak, dan pengolahan produk turunan. Namun, setiap tahap ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan oksida nitrat (NOx). Emisi GRK ini tidak hanya berasal dari proses produksi utama tetapi juga dari aktivitas pendukung seperti penggunaan energi, transportasi, dan pengolahan limbah.

 

Bagaimana Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit Beroperasi

  1. Pengolahan Biji Kelapa Sawit: Biji kelapa sawit dipanen dari tanaman kelapa sawit dan kemudian diolah untuk menghasilkan minyak goreng.
  2. Ekstraksi Minyak: Minyak goreng diekstraksi dari biji melalui proses fisik dan kimia.
  3. Pengolahan Produk Turunan: Minyak goreng kemudian diolah menjadi berbagai produk turunan seperti margarin, sabun, dan kosmetik.
  4. Penggunaan Energi: Proses pengolahan memerlukan energi yang signifikan, baik dari sumber fosil maupun energi terbarukan.
  5. Transportasi: Biji kelapa sawit dan produk akhir harus diangkut dari lokasi produksi ke pabrik pengolahan dan kemudian ke pasar.

 

Contoh Produk Turunan Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

  1. Margarin: Digunakan sebagai pengganti lemak dalam makanan dan minuman.
  2. Sabun: Digunakan untuk membersihkan tubuh dan pakaian.
  3. Kosmetik: Digunakan dalam produk perawatan kulit dan rambut.

 

Sumber Emisi Gas Rumah Kaca dari Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

  1. Pembukaan lahan: Emisi CO2 dari pembakaran hutan atau lahan.
  2. Penggunaan pupuk: Emisi N2O dari penggunaan pupuk kimia.
  3. Pengolahan buah: Emisi metana (CH4) dari proses pemerasan dan pemurnian minyak.
  4. Transportasi: Emisi CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil dalam transportasi buah dan produk akhir.
  5. Pembakaran limbah: Emisi CO2 dari pembakaran limbah produksi.

 

Pengaruh Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Industri minyak goreng kelapa sawit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap lingkungan dan ekonomi. Berikut adalah beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan:

Pengaruh Lingkungan

  1. Deforestasi dan Penggunaan Lahan: Industri kelapa sawit sering dikaitkan dengan deforestasi dan penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan hutan dan hilangnya biodiversitas.
  2. Emisi Gas Rumah Kaca: Proses pengolahan biji kelapa sawit dan produksi minyak goreng menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti CO2, CH4, dan NOx. Emisi ini berkontribusi pada perubahan iklim global.
  3. Polusi Air dan Tanah: Aktivitas industri dapat menyebabkan polusi udara dan tanah, yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Pengaruh Ekonomi

  1. Peningkatan Ekonomi: Industri kelapa sawit dapat meningkatkan perekonomian negara-negara penghasil, seperti Indonesia dan Malaysia, dengan membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
  2. Kontribusi Ekspor: Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia, sehingga industri ini juga berperan dalam meningkatkan ekspor negara.
  3. Diversifikasi Produk: Industri kelapa sawit juga menghasilkan produk turunan seperti margarin, sabun, dan kosmetik, yang dapat meningkatkan diversifikasi produk nasional.

 

Mengurasi Emisi GRK Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Industri minyak goreng kelapa sawit dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui beberapa strategi yang efektif. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Inventarisasi dan Pengukuran Emisi:
    • Melakukan inventarisasi emisi GRK yang meliputi scope 1 (langsung), scope 2 (tidak langsung), dan scope 3 (tidak langsung) di sepanjang rantai nilai perusahaan.
  2. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah:
    • Mengembangkan teknologi pengelolaan limbah cair (POME) di pabrik kelapa sawit. POME dapat diolah menjadi biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi, sehingga mengurangi emisi GRK. Hasil dari proses fermentasi POME dapat menghasilkan biogas yang terdiri dari campuran gas CH4 dan CO2.
  3. Menggunakan Sumber Energi Terbarukan:
    • Menggunakan sumber energi terbarukan seperti biogas dari proses pengolahan POME. Pabrik kelapa sawit dapat menggunakan biogas untuk mengurangi pembelian metanol dan mengurangi emisi yang biasanya terjadi dari pembelian metanol[4].
  4. Melibatkan Pemasok dalam Upaya Penurunan Emisi:
  • Melibatkan pemasok dalam upaya penurunan emisi. Grup Musim Mas, contohnya, telah menjalankan program petani swadaya terbesar di Indonesia oleh perusahaan swasta, membekali mereka dengan pengetahuan dan sumber daya untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan mereka.
  1. Menggunakan Faktor Emisi yang Akurat:
    • Menggunakan faktor emisi yang akurat dari sumber seperti International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) dan Biograce untuk perhitungan emisi langsung dan tidak langsung. Faktor emisi ini bervariasi tergantung pada wilayah lokasi refinery.
  2. Mengembangkan Model LCA dan Rantai Pasok:
    • Mengembangkan model Life Cycle Assessment (LCA) dan rantai pasok industri sawit dan turunannya untuk memahami dan mengurangi emisi GRK di setiap tahap produksi.

 

Bagaimana Actia Dapat Membantu Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit Melakukan Inventarisasi GRK

Actia menawarkan jasa inventarisasi GRK yang dapat membantu industri minyak goreng kelapa sawit dalam mengurangi emisi dan meningkatkan keberlanjutan lingkungan, Actia dapat membantu industri ini dalam:

  1. Mengidentifikasi Sumber Emisi
  2. Mengembangkan Strategi Pengurangan Emisi
  3. Mengukur dan Memonitor Emisi
  4. Mengembangkan Program Pengurangan Emisi

Klik Disini untuk informasi lebih lanjut mengenai Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca Sektor Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit dan berkonsultasi dengan Tim Ahli kami.

5 Perusahaan yang Bergerak di Sektor Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Berikut adalah 5 perusahaan yang bergerak di sektor industri minyak goreng kelapa sawit:

  1. PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) – Perusahaan ini merupakan salah satu produsen minyak goreng terbesar di Indonesia dan mengolah kelapa sawit menjadi berbagai produk, termasuk minyak goreng dan margarin.
  2. PT Indofood Agri Resources Ltd (Indofood) – Perusahaan ini juga merupakan salah satu pemain besar dalam industri kelapa sawit dan minyak goreng di Indonesia.
  3. PT Wilmar Nabati Indonesia Tbk (WLBI) – Wilmar adalah salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit terluas di dunia dan memiliki banyak pabrik pengolahan minyak sawit.
  4. PT Salim Ivomas Pratama (Grup SIMP) – Grup SIMP melakukan kegiatan utama dari penelitian dan pengembangan, pemuliaan benih bibit, pembudidayaan, dan pengolahan kelapa sawit hingga produksi dan pemasaran produk minyak goreng, margarin, dan shortening.
  5. PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) – Salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak di sektor industri minyak goreng kelapa sawit.
Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Industri Penyempurnaan Kain

Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Industri Penyempurnaan Kain

Industri penyempurnaan kain merupakan bagian penting dari sektor industri tekstil yang berfokus pada pengolahan dan penyempurnaan bahan kain untuk meningkatkan kualitas dan daya tarik produk jadi. Proses ini melibatkan berbagai tahapan, mulai dari pemilihan bahan baku hingga finishing produk, yang mana rangkaian proses tersebut berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK).

 

Apa Itu Industri Penyempurnaan Kain?

Industri penyempurnaan kain mencakup semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan kain, termasuk pencucian, pewarnaan, pelapisan, dan finishing. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kain, baik dari segi estetika maupun fungsionalitas. Kain yang telah disempurnakan sering digunakan dalam berbagai produk, mulai dari pakaian hingga barang-barang rumah tangga.

 

Proses Kegiatan Industri Penyempurnaan Kain

Proses penyempurnaan kain memerlukan penggunaan energi dan bahan kimia, yang berpotensi menghasilkan emisi GRK. Proses tersebut memiliki beberapa tahapan utama, yaitu:

  1. Pencucian: Menghilangkan kotoran dan kontaminan dari kain mentah.
  2. Pewarnaan: Memberikan warna yang diinginkan pada kain menggunakan berbagai teknik dan bahan pewarna.
  3. Pelapisan: Menambahkan lapisan pelindung atau fungsional pada kain, seperti tahan air atau tahan api.
  4. Finishing: Proses akhir untuk memberikan karakteristik tertentu pada kain, seperti tekstur, kilau, atau ketahanan terhadap kerutan.

 

Pengaruh Industri Industri Penyempurnaan Kain Terhadap Lingkungan

Dampak lingkungan dari industri penyempurnaan kain mencakup pencemaran air dan udara. Penggunaan bahan kimia berbahaya dapat mencemari sumber air, sementara emisi gas rumah kaca (GRK), yang dapat berkontribusi pada pemanasan global. Selain itu, penggunaan air dalam jumlah besar untuk pencucian dan pewarnaan kain dapat mengakibatkan penurunan kualitas air di daerah sekitar industri.

Sumber Emisi Gas Rumah Kaca dari Industri Penyempurnaan Kain

Industri penyempurnaan kain menghasilkan emisi GRK dari berbagai sumber, antara lain:

  • Proses Produksi: Proses pemanasan dan pengeringan kain mesin yang digunakan dalam proses penyempurnaan tersebut seringkali menggunakan bahan bakar fosil dan/atau energi listrik yang tidak terbarukan menyumbang emisi CO2.
  • Bahan Kimia: Penggunaan bahan kimia dalam proses pewarnaan, pelapisan dan pencetakan menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti CO2 dan N2O.
  • Distribusi: Emisi dari transportasi bahan baku dan produk jadi juga berkontribusi terhadap total emisi GRK.
  • Pengolahan Limbah: Limbah cair dan padat yang dihasilkan dari proses penyempurnaan kain dapat menghasilkan metana (CH4) jika tidak dikelola dengan baik.

 

Memperkecil Dampak Negatif Industri Penyempurnaan Kain

Untuk mengurangi dampak negatif industri penyempurnaan kain terhadap lingkungan, beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:

  1. Penggunaan Energi Terbarukan: Mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin.
  2. Efisiensi Energi: Meningkatkan efisiensi mesin dan proses untuk mengurangi konsumsi energi.
  3. Inovasi Teknologi: Mengadopsi teknologi ramah lingkungan dalam proses produksi, seperti teknik pewarnaan yang lebih efisien dan menggunakan bahan kimia yang lebih aman.
  4. Pengelolaan Limbah yang Baik:Mengolah limbah cair dan padat dengan teknologi yang ramah lingkungan untuk mengurangi emisi metana.
  5. Recirculating Water Systems: Menggunakan sistem sirkulasi air untuk mengurangi konsumsi air dan limbah cair.
  6. Penggunaan Bahan Kimia Ramah Lingkungan: Mengganti bahan kimia berbahaya dengan alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan.
  7. Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK): Melakukan inventarisasi GRK secara berkala dengan bantuan Tim Ahli untuk memonitor dan mengurangi emisi.

Perusahaan yang Bergerak di Sektor Industri Penyempurnaan Kain

Berikut adalah daftar beberapa perusahaan yang beroperasi di sektor industri penyempurnaan kain di Indonesia:

  1. CV Indradhanu
    • Spesialisasi dalam penyempurnaan kain tenun dan rajut.
  2. PT Sinar Abadi Textiles
    • Fokus pada pewarnaan dan pencetakan kain.
  3. PT Indah Jaya Tekstil
    • Menyediakan layanan penyempurnaan kain dengan teknologi modern.
  4. PT Sritex
    • Perusahaan besar yang mencakup seluruh rantai produksi tekstil, termasuk penyempurnaan.
  5. PT Pan Brothers Tbk
    • Berfokus pada penyempurnaan kain untuk produk fashion dan pakaian.

 

Apakah Industri Penyempurnaan Kain Memerlukan Inventarisasi GRK?

Inventarisasi GRK sangat penting bagi industri penyempurnaan kain. Dengan melakukan inventarisasi, perusahaan dapat:

  • Mengidentifikasi Sumber Emisi: Memahami dari mana emisi berasal dan bagaimana cara menguranginya.
  • Menetapkan Target Pengurangan: Mengembangkan strategi untuk mengurangi emisi sesuai dengan regulasi dan standar lingkungan.
  • Meningkatkan Transparansi: Memberikan informasi yang jelas kepada pemangku kepentingan tentang upaya keberlanjutan perusahaan.

 

Jika Anda memerlukan bantuan untuk inventarisasi gas rumah kaca (GRK) agar dapat memonitor dan mengurangi emisi. Silakan Klik disini untuk berbincang dengan Tim Ahli dari Actia

 

Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Industri Pupuk

Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Industri Pupuk

Industri pupuk di Indonesia memiliki peran penting dalam mendukung sektor pertanian, yang merupakan tulang punggung perekonomian negara. Namun, dibalik kontribusinya yang besar, industri ini juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya dalam hal emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, industri ini memerlukan inventarisasi gas rumah kaca untuk mengoptimalkan proses produksi dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

Dampak Negatif dari Industri Pupuk

Industri pupuk berkontribusi terhadap emisi GRK melalui berbagai proses produksinya. Beberapa gas rumah kaca utama yang dihasilkan adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O). Berikut adalah beberapa dampak negatif yang dihasilkan dari proses produksi pupuk:

  1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK): Proses produksi pupuk, terutama pupuk urea, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Penggunaan energi dalam bentuk steam dan gas alam menjadi penyumbang utama emisi tersebut. Sebagai contoh, dalam produksi pupuk urea, nilai emisi CO2 yang dihasilkan mencapai 2294,1976 kg CO2 eq.
  2. Pencemaran Udara: Pabrik pupuk seringkali mengeluarkan zat-zat berbahaya seperti ammonia, yang dapat mencemari udara dan berpotensi membahayakan kesehatan pekerja serta masyarakat sekitar.
  3. Debu dan Asap: Proses produksi juga menghasilkan debu dan asap, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Namun, zat-zat ini tetap dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Penting untuk Industri Pupuk

Berikut adalah beberapa alasan mengapa industri pupuk memerlukan jasa inventarisasi gas rumah kaca:

  1. Regulasi Pemerintah: Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi terkait emisi gas rumah kaca (GRK). Industri pupuk wajib mematuhi regulasi ini untuk menghindari sanksi dan denda.
  2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan: Perusahaan pupuk memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk mengurangi dampak negatif yang hasilkan dari industrinya. Inventarisasi emisi gas rumah kaca membantu perusahaan memahami dan mengelola emisi mereka dengan lebih baik.
  3. Efisiensi Energi: Dengan melakukan inventarisasi gas rumah kaca, perusahaan dapat mengidentifikasi area yang kurang efisien dalam penggunaan energi dan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi.
  4. Citra Perusahaan: Perusahaan yang aktif dalam pengelolaan emisi gas rumah kaca akan mendapatkan citra positif di mata masyarakat dan mitra bisnis, yang pada akhirnya dapat meningkatkan reputasi dan daya saing perusahaan.
  5. Syarat Sertifikasi dan Insentif: Industri pupuk yang telah melakukan inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) akan membuka peluang untuk mendapatkan sertifikasi dan insentif pajak atau subsidi dari pemerintah.

Layanan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Actia

Actia menyediakan layanan inventarisasi GRK dengan laporan yang lebih rinci dan akurat untuk industri pupuk.

  1. Tim yang Berpengalaman

Tim kami telah berpengalaman dalam inventarisasi gas rumah kaca industri pupuk, siap membantu perusahaan Anda memahami dan mengimplementasikan strategi pengurangan emisi GRK. Metode yang digunakan untuk mengukur emisi GRK dari berbagai proses produksi pupuk telah sesuai standar, seperti ISO 14064 dan GHG Protocol.

  1. Laporan Lebih Rinci

Kami menyediakan laporan yang lebih rinci dan mudah dipahami, yang mencakup semua aspek GRK dari perusahaan Anda. Laporan ini akan membantu Anda memahami sumber-sumber emisi dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk menguranginya.

  1. Rekomendasi Pengurangan Emisi

Berdasarkan data yang kami kumpulkan, kami akan memberikan rekomendasi langkah yang tepat untuk mengurangi emisi GRK, mencakup langkah-langkah teknis dan operasional yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.

Daftar Perusahaan Industri Pupuk di Indonesia

Berikut adalah daftar 5 perusahaan yang bergerak di sektor industri pupuk di Indonesia:

  1. PT Dupan Anugerah Lestari
  2. PT ASEAN Aceh Fertilizer
  3. PT Pupuk Indonesia Utilitas
  4. PT Pupuk Indonesia Pangan
  5. PT Pupuk Kujang Cikampek

Apakah Anda memerlukan bantuan terkait inventarisasi gas rumah kaca untuk sektor industri pupuk untuk mematuhi regulasi, meningkatkan efisiensi energi, atau memperbaiki citra perusahaan Anda? Actia siap membantu perusahaan pupuk di Indonesia dengan layanan inventarisasi GRK sesuai kebutuhan perusahaan Anda. Dengan dukungan kami, Anda dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi dampak lingkungan. Klik disini untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan inventarisasi gas rumah kaca kami.

Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca Sektor Kimia

Jasa Inventarisasi Gas Rumah Kaca Sektor Kimia

Gas rumah kaca (GHG) adalah istilah yang merujuk pada berbagai jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, pertanian, dan industri. Gas-gas ini berperan penting dalam peningkatan suhu global dan perubahan iklim. Di sektor industri kimia, gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan oksida nitrogen (N2O) adalah beberapa contoh yang paling umum.

Mengapa Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Sektor Kimia Penting?

Industri kimia memainkan peran vital dalam perekonomian global, namun juga menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Gas rumah kaca utama yang dihasilkan dari sektor ini diantaranya karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan gas-gas fluorinated seperti HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons), dan SF6 (Sulfur Hexafluoride). Semua gas rumah kaca tersebut memberikan kontribusi terhadap pemanasan global yang mana harus direduksi.

Ciri Khas Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Kimia

  1. Proses Pembakaran Bahan Bakar Fosil: Banyak pabrik kimia menggunakan bahan bakar fosil seperti minyak, gas alam, dan batubara untuk menjalankan proses produksi. Pembakaran bahan bakar fosil ini menghasilkan CO₂ dalam jumlah besar.
  2. Reaksi Kimia: Produksi kimia sering kali melibatkan reaksi kimia yang menghasilkan gas rumah kaca sebagai produk sampingan. Misalnya, produksi asam adipat dan asam nitrik menghasilkan N₂O (dinitrogen oksida), gas ini sangat kuat.
  3. Proses Pemanasan dan Pendinginan: Operasi pemanasan dan pendinginan dalam industri kimia juga menghasilkan emisi melalui penggunaan energi, yang sering berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.
  4. Kebocoran dan Venting: Karena sifat kimia dari berbagai senyawa yang digunakan, kebocoran dan venting (pelepasan gas terencana) bisa terjadi, menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti metana dan gas fluorinated.
  5. Limbah dan Pengolahan: Sistem pembuangan dan pengolahan limbah dari industri kimia bisa menjadi sumber metana dan CO₂, terutama jika limbah tersebut tidak dikelola dengan baik.

Pendekatan atau Metode Inventarisasi GRK

Kami bisa membantu perusahaan yang bergerak di sektor ini dalam melakukan perhitungan GRK scope 1, 2 maupun 3. Ini langkah-langkah yang biasanya kami lakukan:

  1. Identifikasi Sumber Emisi Potensial: Kami memulai dengan mengidentifikasi semua sumber potensial emisi gas rumah kaca di seluruh fasilitas Anda. Ini termasuk proses produksi, bahan bakar yang digunakan, serta sistem pemanasan dan pendinginan.
  2. Pengumpulan Data Akurat: Tim ahli kami akan mengumpulkan data emisi melalui pemantauan langsung, perhitungan berbasis aktivitas, dan analisis historis penggunaan energi. Akurasi dan bukti data sangat penting dalam inventarisasi GRK.
  3. Analisis dan Perhitungan Emisi: Kami menggunakan metode yang diakui secara internasional ISO 14064 untuk menghitung emisi gas rumah kaca Anda. Kami memastikan bahwa laporan inventarisasi yang dihasilkan sesuai dengan standar seperti ISO 14064 dan GHG Protocol.
  4. Pelaporan Transparan: Setelah data dikumpulkan dan dianalisis, kami menyusun laporan yang jelas dan komprehensif, mengidentifikasikan area-area krusial untuk perbaikan. Selain itu, segala perhitungan dan faktor emisi kami cantumkan sumbernya agar perusahaan juga memahami dengan betul isi laporan dan konsep perhitungannya sehingga laporan siap digunakan untuk memenuhi regulasi, permintaan customer maupun kepentingan internal perusahaan Anda.

Bekerja Sama dengan Actia

Anda butuh penyusunan GHG Inventory segera, kami siap membantu dengan segala sumber daya yang kami miliki:

  1. Tim Ahli: Tim kami terdiri dari ahli sustainability dan lingkungan dengan pengalaman mendalam di industri kimia. Keahlian kami memungkinkan untuk menavigasi kompleksitas proses kimia dan mengidentifikasi emisi yang mungkin terabaikan.
  2. Pendekatan Kustomisasi: Setiap bisnis memiliki kebutuhan unik. Kami siap bekerja sama dengan Anda untuk mengembangkan strategi inventarisasi yang disesuaikan dengan operasi spesifik dan visi keberlanjutan perusahaan Anda.
  3. Rekomendasi Peningkatan: Selain memberikan inventarisasi emisi, kami juga menawarkan rekomendasi untuk pengurangan emisi yang praktis dan efektif. Ini bisa mencakup perubahan dalam proses produksi, peningkatan efisiensi energi, atau implementasi teknologi hijau.
  4. Capacity Building: Kami juga membantu meningkatkan kapasitas internal perusahaan melalui pelatihan in-house terkait gas rumah kaca.
  5. Integritas dan Transparansi: Setiap langkah dalam proses inventarisasi dilakukan dengan transparansi penuh. Anda selalu akan tahu data apa yang kami kumpulkan dan bagaimana kami menganalisisnya. Terlebih, kami akan menggunakan platform calculator kami yang sudah berisi database faktor emisi puluhan ribu untuk menghitung GRK perusahaan.

Silakan kontak kami untuk info lebih lanjut. Klik Disini

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website