Perubahan iklim menjadi tantangan global yang memerlukan aksi nyata dari semua pihak. Sebagai bagian dari komitmen internasional, Indonesia telah menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca melalui Dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Dokumen ini menjadi panduan bagi negara untuk berkontribusi dalam upaya global menekan kenaikan suhu bumi. Namun, pertanyaan penting muncul: bagaimana target nasional ini dapat diwujudkan? Apakah ada target untuk daerah terkait dengan koontribusi kepada NDC?
Dari Komitmen Global ke Aksi Lokal
NDC Indonesia merupakan turunan dari Persetujuan Paris (Paris Agreement), yang berbeda dari Protokol Kyoto. Jika Protokol Kyoto hanya mewajibkan negara maju mengurangi emisi, Persetujuan Paris mengajak semua negara, termasuk negara berkembang untuk berpartisipasi. Dalam hal ini, peran parties dan non-parties stakeholders sangat penting dalam implementasi strategi NDC.
Sebagai parties, pemerintah pusat bertindak sebagai penanggung jawab utama komitmen nasional. Mereka menyusun regulasi, mengalokasikan anggaran, dan memastikan keselarasan kebijakan dengan target global. Sementara itu, non-parties stakeholders seperti pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat berperan sebagai pelaksana di lapangan.
Target nasional Indonesia dalam NDC adalah mengurangi emisi sebesar 31,89% dengan upaya mandiri dan 43,20% dengan dukungan internasional. Angka ini kemudian dibagi menjadi target sektoral dan sub-nasional. Misalnya, sektor kehutanan, energi, atau pertanian memiliki porsi pengurangan emisi tertentu. Begitu pula setiap provinsi atau kabupaten diharapkan menyusun rencana aksi sesuai potensi dan kebutuhan lokal.
Parties dan Non-Parties: Pembagian Peran dalam Implementasi NDC
Pemerintah pusat (parties) tidak hanya bertugas menetapkan target, tetapi juga memastikan dukungan teknis dan pendanaan kepada daerah. Contohnya, KLHK bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyusun peta jalan distribusi target emisi ke tingkat provinsi.
Di sisi lain, non-parties stakeholders seperti pemerintah daerah di Kalimantan Timur bisa fokus pada rehabilitasi lahan gambut, sementara universitas di Jawa Barat mengembangkan teknologi biogas dari limbah pertanian. Sinergi ini mempercepat pencapaian target implementasi NDC karena setiap pihak bergerak sesuai keahlian dan sumber daya yang dimiliki.
Peran Lembaga Pendidikan dan Lembaga Daerah
Selain pemerintah, lembaga pendidikan dan penelitian juga memiliki peran penting. Lembaga pendidikan dapat menjadi pusat inovasi teknologi ramah lingkungan atau penyedia data ilmiah untuk perencanaan kebijakan. Misalnya, universitas di daerah pesisir bisa mengembangkan penelitian tentang restorasi mangrove, sementara universitas di wilayah perkotaan dapat fokus pada energi terbarukan.
Lembaga daerah seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) juga perlu dilibatkan dalam menyusun rencana aksi iklim. Mereka memahami dinamika lokal, sehingga kebijakan yang dibuat lebih realistis. Pelibatan dunia usaha juga tidak kalah penting. Perusahaan di daerah dapat diajak menerapkan praktik bisnis berkelanjutan, seperti mengurangi limbah atau menggunakan energi bersih.
Masyarakat Sebagai Ujung Tombak
Aksi iklim tidak akan efektif tanpa partisipasi masyarakat. Program seperti penanaman pohon, pengelolaan sampah, atau pertanian rendah emisi perlu disosialisasikan secara masif. Di sinilah peran organisasi masyarakat, kelompok pemuda, atau komunitas adat menjadi vital. Misalnya, masyarakat di Kalimantan telah lama mempraktikkan sistem pertanian rotasi yang menjaga kelestarian hutan. Kearifan lokal semacam ini bisa diintegrasikan ke dalam strategi NDC daerah.
Tantangan dan Peluang Strategi NDC daerah
Meski kerangka kebijakan sudah ada, implementasi strategi NDC di daerah masih menghadapi sejumlah tantangan. Kapasitas pemerintah daerah dalam menyusun rencana teknis seringkali terbatas. Selain itu, koordinasi antar sektor juga rentan tumpang tindih. Untuk itu, pelatihan teknis dan pendampingan dari pusat diperlukan. Di sisi lain, potensi daerah yang beragam justru menjadi peluang. Setiap wilayah bisa berkontribusi sesuai keunggulannya, seperti Jawa yang fokus pada energi terbarukan atau Papua yang menjaga hutan primer.
Dukungan internasional juga membuka peluang pendanaan dan transfer teknologi. Inisiatif seperti carbon trading atau pembiayaan hijau dapat dimanfaatkan daerah untuk membiayai proyek-proyek iklim. Namun, pemerintah daerah perlu didorong untuk lebih aktif mengakses peluang ini melalui proposal yang kompetitif.
Motivasi Kuat Implementasi Strategi NDC
Rapat teknis nasional yang akan datang menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi pusat-daerah. Dalam forum tersebut, diharapkan muncul kesepakatan tentang target spesifik setiap daerah, mekanisme pendanaan, serta sistem pemantauan yang transparan. Dengan begitu, kemajuan implementasi NDC dapat diukur secara berkala.
Selain itu, penting untuk membangun sistem insentif bagi daerah yang berprestasi dalam mencapai target. Misalnya, melalui penghargaan atau alokasi anggaran tambahan. Hal ini akan memotivasi daerah untuk lebih serius menjalankan aksi iklim.