Jasa Penyusunan Strategi Dekarbonisasi dan Net Zero Emission Industri Sektor Pestisida

Istilah “dekarbonisasi” mungkin sudah sering kita dengar. Sederhananya, dekarbonisasi adalah upaya mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya. Kenapa ini penting? Karena emisi gas rumah kaca adalah penyebab utama perubahan iklim  dan pemanasan global

Industri pestisida, yang berperan penting dalam menjaga produktivitas pertanian, juga tak luput dari tanggung jawab untuk berkontribusi dalam upaya dekarbonisasi ini. Penggunaan pestisida kimia dalam pertanian tidak hanya berdampak pada kesehatan tanah dan keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca melalui proses produksi dan penggunaan bahan kimia tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan strategi dekarbonisasi yang efektif dalam sektor ini.

Di berbagai belahan dunia, negara-negara dan perusahaan-perusahaan saat ini tengah berlomba-lomba untuk mencapai target Net Zero Emission untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Konsep ini menuntut agar emisi gas rumah kaca yang dihasilkan harus setara dengan jumlah yang dapat diserap oleh lingkungan.

Dampak Lingkungan dari Industri Pestisida

Di indonesia, sekitar 96% petaninya memilih menggunakan pestisida kimia untuk mengendalikan hama atau organisme pengganggu tanaman (OPT) karena dianggap efektif.

Industri pestisida di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1950-an, seiring dengan meningkatnya kebutuhan pertanian untuk meningkatkan hasil panen. Sejak saat itu, berbagai produk pestisida kimia diperkenalkan ke pasar untuk membantu petani mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Namun, seiring dengan perkembangan industri ini, muncul dampak negatif terhadap lingkungan seperti kontaminasi tanah dan air, penurunan keanekaragaman hayati, serta risiko kesehatan bagi manusia dan hewan.

Industri pestisida memiliki dampak yang serius terhadap lingkungan melalui berbagai cara. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah, mengancam keanekaragaman hayati, dan membahayakan banyak organisme non-target yang penting dalam ekosistem. Selain itu, perkembangan resistensi hama terhadap pestisida juga menjadi masalah serius, yang memicu penggunaan pestisida yang lebih kuat dan berpotensi lebih merusak lingkungan.

Proses Kegiatan Industri Pestisida dan Emisi yang Dihasilkan

Industri pestisida melibatkan sejumlah proses kegiatan mulai dari penelitian dan pengembangan, produksi bahan aktif, formulasi, hingga distribusi ke pasar. Setiap langkah dalam rantai produksi ini dapat menghasilkan emisi berbagai gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (NOx). Oleh karena itu, perusahaan yang bergerakdalam sektor industri pestisida haruus mempertimbangkan untuk mengurangi jejak karbon yang dihasilkan, pengelolaan emisi yang sesuai akan menjadi sangat penting untuk mencapai target dekarbonisasi dan NZE.

Jasa Penyusunan Strategi Dekarbonisasi dan Net Zero Industri Sektor Pestisida

Perlunya Jasa Penyusunan Strategi Dekarbonisasi dan NZE

Industri pestisida di Indonesia menjadi salah satu sektor yang memerlukan perhatian khusus dalam upaya dekarbonisasi dan pencapaian NZE. Dengan dinamika pasar yang terus berkembang, perusahaan-perusahaan di sektor ini memerlukan jasa penyusunan strategi dekarbonisasi dan NZE untuk membantu mereka mengidentifikasi peluang pengurangan emisi dan mengoptimalkan kinerja berkelanjutan.

Pestisida Ramah Lingkungan

Di pasar, terdapat berbagai produk pestisida yang berbeda berdasarkan kandungan bahan aktif dan tujuan penggunaannya. Namun, saat ini ada tren peningkatan permintaan akan produk pestisida yang ramah lingkungan atau dikenal sebagai pestisida organik.

Jenis-jenis pestisida ramah lingkungan:

Beberapa jenis pestisida ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan antara lain:

  1. Pestisida organik/ nabati: Pestisida organik dibuat dari bahan alami seperti minyak tumbuhan, mineral, atau organisme seperti bakteri dan fungi. Pestisida organik cenderung lebih cepat terurai di lingkungan dan memiliki risiko keracunan yang lebih rendah
  2. Pestisida nabati: Pestisida nabati dibuat dari bahan-bahan tanaman seperti bawang putih, cabai, atau biji nimba. Pestisida ini lebih ramah lingkungan karena bahan baku yang digunakan berasal dari sumber alami yang mudah terurai.
  3. Pestisida biologi (Biopestisida): Pestisida biologi merupakan pestisida yang dihasilkan dari mikroorganisme hidup, seperti bakteri, virus, atau fungi. Pestisida ini memiliki sifat target-specific sehingga lebih efektif dalam mengendalikan hama tanpa membahayakan organisme non-target.
  4. Feromon: Zat kimia alami yang dihasilkan oleh serangga untuk berkomunikasi. Feromon sintetis dapat digunakan untuk mengendalikan populasi hama dengan cara mengganggu siklus hidupnya.

Perusahaan Industri Sektor Pestisida

  1. PT Dharma Guna Wibawa (DGW):
  2. PT Nusa Mandiri Utama
  3. Syngenta Indonesia
  4. PT Santan
  5. Asiana Chemicalindo
  6. PT Agro Sejahtera Indonesia

 

 

 

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) di Sektor AFOLU Perkotaan

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) di Sektor AFOLU Perkotaan

Menghadapi tantangan perubahan iklim menuntut upaya mitigasi yang terukur dan tepat sasaran. Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) menjadi fondasi penting untuk mengidentifikasi sumber emisi dan merumuskan strategi pengurangan emisi yang efektif. Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use) memegang peran krusial dalam siklus karbon, termasuk di wilayah perkotaan yang dinamis. Perkotaan, dengan karakteristik uniknya seperti fragmentasi lahan dan dominasi pemukiman, mengharuskan pendekatan khusus dalam implementasi IGRK. Artikel ini akan menelaah alternatif metode IGRK mikrosektor AFOLU di perkotaan dengan fokus pada pendekatan sektor kehutanan, khususnya studi kasus hutan kota di DKI Jakarta.

Karakteristik Unik Tutupan Lahan di Perkotaan dan Tantangan IGRK

Ekosistem perkotaan menampilkan beragam tutupan lahan, mulai dari hutan kota, pekarangan, pemukiman, lahan pertanian, hingga ruang terbuka hijau lainnya. Keragaman ini mencerminkan interaksi kompleks antara aktivitas manusia dan lingkungan. Berdasarkan IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, tutupan lahan di perkotaan diklasifikasikan menjadi beberapa kategori. Hutan kota, taman dengan pohon besar, dan area hijau lainnya yang memenuhi kriteria luasan minimum 0,25 hektar, lebar tajuk minimal 75 meter, dan tutupan tajuk lebih dari 30% termasuk dalam kategori forest land.

Lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian, perkebunan, atau buah-buahan, baik monokultur maupun multistrata, seperti pekarangan rumah yang ditanami sayuran atau buah-buahan, tergolong dalam kategori crop land. Lahan terbuka yang didominasi rumput dan semak belukar, seperti lapangan olahraga dan taman kota dengan vegetasi rendah, dikategorikan sebagai grassland. Area pemukiman yang didominasi bangunan dan infrastruktur, seperti perumahan dan gedung perkantoran, masuk dalam kategori settlement. Sementara itu, lahan basah seperti rawa dan danau, termasuk dalam kategori wet land. Lahan yang tidak termasuk dalam kategori-kategori tersebut, seperti lahan kosong dan area industri, diklasifikasikan sebagai other lands.

Hutan kota di perkotaan, yang umumnya merupakan man-made forest, seringkali tersebar dalam bentuk poligon-poligon kecil dengan komposisi jenis pohon yang bervariasi. Kondisi ini menimbulkan tantangan dalam IGRK, seperti tingginya variabilitas tutupan lahan, skala yang kecil dan tersebar, serta keterbatasan akses ke beberapa area.

Peluang Pemanfaatan Teknologi dalam IGRK Perkotaan

Perkembangan teknologi informasi dan penginderaan jauh membuka peluang untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi IGRK di perkotaan. Citra satelit resolusi tinggi, seperti WorldView dan Pleiades, memungkinkan identifikasi dan delineasi tutupan lahan secara detail, bahkan hingga tingkat individu pohon. Drone yang dilengkapi dengan sensor seperti kamera RGB, multispektral, dan LiDAR dapat digunakan untuk pemantauan dan pengukuran biomassa pada skala kecil dengan cepat dan efisien.

Data LiDAR sangat bermanfaat untuk menghasilkan model 3D vegetasi dan mengestimasi biomassa secara akurat. Sistem Informasi Geografis (SIG) memudahkan analisis spasial, integrasi data dari berbagai sumber, dan visualisasi informasi inventarisassi gas rumah kaca (IGRK) secara komprehensif. SIG juga memungkinkan pemodelan dan simulasi untuk memprediksi perubahan tutupan lahan dan emisi GRK di masa depan. Selain itu, platform online dan mobile dapat dimanfaatkan untuk pengumpulan data lapangan, validasi data, dan diseminasi informasi inventarisassi gas rumah kaca (IGRK)kepada publik, sehingga mendorong partisipasi publik dalam IGRK melalui citizen science.

Metodologi IGRK yang Adaptif untuk Perkotaan

Implementasi Inventarisassi Gas Rumah Kaca (IGRK) di perkotaan membutuhkan pendekatan adaptif dan inovatif. Pemetaan dan pemantauan tutupan lahan yang akurat dapat dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit resolusi tinggi, drone, dan data LiDAR, yang kemudian divalidasi melalui pengumpulan data lapangan. Stratifikasi tutupan lahan perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika karbon, seperti jenis vegetasi, kerapatan vegetasi, umur tegakan, dan kondisi lingkungan. Data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, Dinas Tata Ruang, dan sumber lainnya dapat digunakan untuk melengkapi informasi stratifikasi.

Pembuatan plot permanen di berbagai strata tutupan lahan memungkinkan pengukuran faktor emisi dan simpanan karbon secara berkala. SNI 7724:2011 direvisi menjadi 7724:2019 menyediakan panduan untuk pembuatan plot permanen dan pengukuran faktor emisi dengan sampling error maksimum 20%. Penggunaan allometric equation yang sesuai dengan jenis pohon dan kondisi lingkungan penting untuk menghasilkan estimasi biomassa yang akurat. Selain biomassa pohon, faktor emisi lainnya yang perlu diukur antara lain karbon organik tanah, emisi dari dekomposisi serasah, dan emisi dari penggunaan lahan non-hutan.

Emisi GRK dihitung dengan mengalikan data aktivitas, seperti perubahan luas tutupan lahan, dengan faktor emisi yang relevan. Di perkotaan, sumber emisi utama sektor AFOLU berasal dari perubahan penggunaan lahan non-hutan, seperti konversi lahan pertanian menjadi pemukiman. Pemantauan perubahan penggunaan lahan non-hutan perlu diintensifkan untuk mendapatkan estimasi emisi yang akurat. Pelaporan inventarisassi gas rumah kaca (IGRK) perlu mengikuti standar dan pedoman yang ditetapkan oleh KLHK dan IPCC.

Rumus perhitungan emisi GRK
Emisi = Data Aktivitas (ha) x Faktor emisi (tC/ha)

Mengoptimalkan IGRK Perkotaan

Untuk mengoptimalkan IGRK sektor AFOLU di perkotaan, diperlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan sertifikasi, pengembangan sistem database IGRK yang terintegrasi, kerjasama antar pemangku kepentingan, pemanfaatan teknologi informasi, sosialisasi dan edukasi publik, serta penelitian dan pengembangan metode IGRK yang lebih akurat dan adaptif.

Pendekatan adaptif dan inovatif diperlukan untuk menghasilkan estimasi emisi GRK yang akurat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh, stratifikasi tutupan lahan yang representatif, dan pengukuran faktor emisi yang akurat merupakan langkah kunci dalam implementasi IGRK perkotaan. Studi kasus hutan kota DKI Jakarta menunjukkan bahwa inventarisassi gas rumah kaca (IGRK) dapat diterapkan secara efektif dengan memanfaatkan teknologi dan kerjasama antar pemangku kepentingan. Dengan menerapkan langkah-langkah strategis yang telah diuraikan, diharapkan IGRK sektor AFOLU di perkotaan dapat terus ditingkatkan untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim dan mewujudkan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

 

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kawasan Pesisir: Optimis Raih Net Zero Emission (NZE)

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kawasan Pesisir: Optimis Raih Net Zero Emission (NZE)

Kawasan pesisir Indonesia, memegang peran penting dalam mitigasi perubahan iklim global. Mangrove dan terumbu karang, yang dikenal sebagai blue carbon, merupakan penyerap karbon alami yang signifikan dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Namun, degradasi lingkungan pesisir menjadi tantangan serius yang menuntut perhatian dan aksi nyata. Data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 3,3 juta hektar mangrove di Indonesia dalam kondisi rusak, sementara 65% terumbu karang di Indonesia berada dalam kondisi kurang sehat.

Kondisi ini menegaskan urgensi pengelolaan pesisir terintegrasi yang memperhatikan baik aspek perlindungan lingkungan maupun pemanfaatan ekonomi secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) menjadi instrumen penting untuk mengukur dan memantau emisi GRK dari berbagai aktivitas di wilayah pesisir, serta mengevaluasi efektivitas upaya mitigasi yang dilakukan.

Dinamika Ekosistem Pesisir Indonesia: Kerusakan dan Upaya Pemulihan

Kondisi mangrove di Indonesia menunjukkan variasi yang signifikan. Beberapa wilayah seperti Papua, sebagian Kalimantan, dan Sulawesi masih memiliki kepadatan mangrove yang relatif baik. Namun, di Pulau Jawa, pesisir Selatan Sumatera, Nusa Tenggara, dan Bali, degradasi mangrove telah terjadi secara masif. Kerusakan mangrove dan terumbu karang tidak hanya meningkatkan kerentanan terhadap bencana alam, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan emisi GRK. Ketika ekosistem pesisir rusak, karbon yang tersimpan di dalamnya akan dilepaskan ke atmosfer, sehingga mengurangi kapasitas penyerapan karbon dan menambah beban emisi GRK.

Ibarat “kalkulator karbon”, inventarisasi GRK memungkinkan kita untuk mengukur emisi GRK dari berbagai aktivitas di kawasan pesisir, memantau perubahannya dari waktu ke waktu, dan mengevaluasi efektivitas upaya mitigasi.

Kerusakan ekosistem pesisir di Indonesia dipicu oleh alih fungsi lahan mangrove untuk tambak, pemukiman, dan infrastruktur. Pencemaran limbah industri, pertanian, dan rumah tangga juga merusak terumbu karang dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Praktik penangkapan ikan yang merusak, seperti penggunaan bom ikan dan pukat harimau, turut memperparah kondisi ini. Perubahan iklim dengan peningkatan suhu air laut, pengasaman laut, dan kenaikan permukaan air laut juga mengancam kesehatan dan kelangsungan hidup ekosistem pesisir.

Aktivitas tersebut berpotensi menjadi sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di kawasan pesisir. Deforestasi dan konversi mangrove menjadi tambak atau pemukiman melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya. Kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan yang merusak, pencemaran, dan perubahan iklim juga mengurangi kemampuannya dalam menyerap karbon. Transportasi laut, khususnya kapal dan perahu yang menggunakan bahan bakar fosil, turut menghasilkan emisi GRK. Aktivitas industri di kawasan pesisir, seperti pengolahan hasil laut, dan konsumsi energi di pemukiman juga berkontribusi pada emisi GRK. Selain itu, pengolahan limbah yang tidak memadai di kawasan pesisir dapat menghasilkan emisi metana, gas rumah kaca yang lebih kuat dari karbon dioksida.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan pengelolaan pesisir terintegrasi sebagai prioritas nasional. Pendekatan ini menekankan keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan pemanfaatan ekonomi pesisir berkelanjutan. Potensi ekonomi pesisir yang besar dalam sektor perikanan, pariwisata, dan industri maritim harus dikelola secara bijak untuk memastikan kelestarian ekosistem dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Strategi dan Inovasi dalam Pengelolaan Pesisir

Dalam upaya pengelolaan pesisir terintegrasi, pemerintah telah mengambil beberapa langkah serius. Salah satunya adalah pengembangan aplikasi AKSARA (Aplikasi Kebijakan dan Strategi Respons Adaptasi) oleh Bappenas. Aplikasi ini memudahkan pemantauan dan evaluasi kebijakan terkait pengelolaan lingkungan dan penurunan emisi GRK. Selain itu, program pemulihan kawasan pesisir dengan pendekatan building with nature atau nature-based solutions telah diimplementasikan di berbagai lokasi. Program ini tidak hanya berfokus pada aspek teknis pemulihan ekosistem, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan pemberdayaan masyarakat pesisir.

Sponge City di Ibu Kota Nusantara (IKN)

Penerapan konsep Sponge City di beberapa kota di Indonesia, termasuk di Ibu Kota Nusantara (IKN), menjadi solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan air perkotaan, seperti banjir, kekeringan, dan pencemaran air. Sponge City mengintegrasikan infrastruktur hijau dan infrastruktur abu-abu untuk meningkatkan daya resap air, mengurangi limpasan permukaan, dan meningkatkan kualitas air. Ibu Kota Nusantara (IKN) dirancang sebagai model kota berkelanjutan dengan menerapkan berbagai kebijakan pro-lingkungan, seperti konsep Forest City, Zero Delta Q Policy, dan Sponge City yang terintegrasi dengan desain kota. Ibu Kota Nusantara (IKN) diharapkan menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia dalam menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Selain upaya-upaya tersebut, perlu dilakukan penguatan penegakan hukum dan pengawasan terhadap perusakan lingkungan pesisir. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan kampanye mengenai pentingnya menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan dampak perubahan iklim juga menjadi fokus.

Pengembangan ekonomi berkelanjutan di kawasan pesisir, seperti ekowisata dan budidaya perikanan berkelanjutan, perlu didorong untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir tanpa merusak lingkungan.

Kerjasama multi-pihak yang melibatkan pemerintah, masyarakat, swasta, dan LSM sangat penting dalam mewujudkan pengelolaan pesisir terintegrasi yang efektif. Dengan kolaborasi dan komitmen bersama, Indonesia dapat menjaga kelestarian ekosistem pesisirnya, memanfaatkan potensi ekonomi secara berkelanjutan, dan berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim global.

 

Konsultan Penyusunan Carbon Footprint Product untuk Sektor Industri Margarin

Konsultan Penyusunan Carbon Footprint Product untuk Sektor Industri Margarin

Carbon footprint product dari industri mentega akan sangat diperlukan untuk menjaring pasar nasional maupun internasional. Saat ini margarine dari Indonesia, terutama yang terbuat dari kelapa sawit, telah diekspor ke Nigeria dan negara-negara Afrika Barat lainnya. Mentega menjadi primadona di dapur sebelum ada margarine. Namun, keterbatasan pasokan dan harga yang fluktuatif membuat para ahli makanan mencari alternatif. Margarin pun lahir, hasil inovasi dari minyak nabati yang diproses sedemikian rupa hingga menyerupai mentega. Terbuat dari minyak nabati, margarin memiliki titik leleh yang lebih tinggi, membuatnya lebih stabil pada suhu ruangan.

Emisi yang Dihasilkan Industri Margarin

Industri margarine tidak hanya menghasilkan margarin sebagai produk akhir, tetapi juga berbagai produk turunan seperti shortening, margarin khusus untuk bakery, dan bahan baku untuk produk makanan lainnya. tetapi juga menghasilkan berbagai jenis emisi yang berdampak pada lingkungan.

Emisi gas rumah kaca dari industri margarine berkontribusi pada perubahan iklim, yang berdampak pada peningkatan suhu global, kenaikan permukaan air laut, dan perubahan pola cuaca ekstrem. Selain itu, penggunaan lahan yang luas untuk perkebunan kelapa sawit juga dapat menyebabkan deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi tanah. Salah satu jenis emisi yang dihasilkan adalah emisi langsung, yaitu karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Selain itu, ada juga emisi tidak langsung yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik yang berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Emisi ini tidak terlihat secara langsung, tetapi tetap berkontribusi pada peningkatan kadar gas rumah kaca di atmosfer. Selain itu, proses produksi bahan baku seperti budidaya tanaman penghasil minyak nabati juga menghasilkan emisi yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, penting bagi industri makanan dan konsumen untuk memahami dampak lingkungan dari proses produksi margarin, penyusunan carbon footprint product dan jejak karbon perusahaan merupakan salah satu solusi tepat terkait hal tersebut.

Perusahaan Sektor Industri Margarin

Beberapa perusahaan margarine besar di Indonesia, seperti

  1. PT Bina Karya Prima
  2. PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART)
  3. PT Wilmar Group
  4. PT Salim Ivomas Pratama Tbk
  5. PT Indofood Sukses Makmur Tbk

Perusahaan-perusahaan tersebut telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi jejak karbon produk mereka, antara lain mengganti sumber energi fosil dengan energi matahari, biogas, atau yang lainnya, tidak hanya itu perusahaan akan mengoptimalkan penggunaan energi dan bahan baku serta mengelola limbah produksi secara bertanggung jawab.

Tujuan Carbon Footprint Product

Carbon footprint product adalah total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sepanjang siklus hidup suatu produk, mulai dari ekstraksi bahan baku hingga akhir masa pakainya. Dengan kata lain, carbon footprint product adalah ukuran dampak lingkungan dari suatu produk terhadap perubahan iklim. Sedangkan jejak karbon perusahaan adalah jumlah total emisi GRK yang dihasilkan oleh aktivitas perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini termasuk emisi dari energi yang digunakan dalam bangunan, proses industri, transportasi, dan lain-lain

Carbon footprint product dan jejak karbon memiliki tujuan yang sama, yaitu mengukur dan mengurangi emisi karbon. Namun, carbon footprint product lebih spesifik pada produk itu sendiri, sedangkan jejak karbon perusahaan lebih luas mencakup seluruh operasi perusahaan. Keduanya penting untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan mengembangkan strategi pengurangan emisi karbon.

Mengapa Industri Margarin Membutuhkan Konsultan Carbon Footprint Product?

Industri margarin membutuhkan konsultan carbon footprint karena berbagai alasan. Konsultan karbon yang berpengalaman seperti Actia dapat membantu perusahaan mengelola risiko iklim dengan mengidentifikasi dan mengurangi risiko bisnis yang terkait dengan perubahan iklim. Disamping itu carbon footprint product meningkatkan reputasi perusahaan dengan menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan, yang sangat penting dalam mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Ketiga, memenuhi regulasi lingkungan yang berlaku, seperti peraturan mengenai emisi gas rumah kaca, untuk menghindari sanksi dan menjaga integritas bisnis. Terakhir, membuka peluang pasar baru dengan menarik konsumen yang peduli terhadap lingkungan, sehingga meningkatkan daya saing dan potensi penjualan. Dengan demikian, konsultan karbon menjadi sangat penting dalam mengoptimalkan operasi industri margarin secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan..

Proses Penyusunan Carbon Footprint Product

Proses penyusunan carbon footprint produk merupakan langkah penting dalam mengukur dan mengurangi dampak lingkungan dari suatu produk. Dalam proses ini melibatkan beberapa tahapan salah satunya adalah melakukan Life Cycle Assessment (LCA) atau Penilaian Daur Hidup. LCA melibatkan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua tahapan dalam siklus hidup produk, mulai dari ekstraksi bahan baku hingga akhir masa pakainya. Tahapan analisis LCA harus dimulai dengan menentukan tujuan dan ruang lingkup dari penilaian tersebut, yang membantu untuk memahami batasan serta target yang ingin dicapai. Selanjutnya, dilakukan inventarisasi data, di mana semua data terkait bahan baku, energi yang digunakan dan emisi yang dihasilkan. Tahapan berikutnya setelah data dikumpulkan, harus dilakukan perhitungan total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh produk tersebut. Klik disini untuk mendapatkan bantuan dari Actia.

 

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Sektor Industri Margarine

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Sektor Industri Margarine

Net Zero Emission (NZE) telah menjadi target utama dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim. Negara-negara di seluruh dunia berkomitmen untuk mencapai NZE pada tahun 2060 guna mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Indonesia, sebagai bagian dari komunitas global, juga turut berkomitmen dalam upaya tersebut. Dalam hal ini, sektor industri termasuk industri margarin harus turut berkontribusi dan berperan aktif untuk mencapai target NZE.

Dampak Emisi Gas Rumah Kaca pada Industri Margarin

Margarine sering kali dipromosikan sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan mentega. Salah satu alasan utama adalah karena margarine memiliki emisi gas rumah kaca (GRK) yang lebih rendah. Berdasarkan data yang tersedia, margarine menghasilkan sekitar 7,3 pon CO2 per 2,2 pon produk, sedangkan mentega menghasilkan sekitar 26,7 pon CO2 untuk jumlah yang sama.

Faktanya industri margarin juga memiliki dampak terhadap lingkungan. Penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, sebagai bahan utama margarin, telah menyebabkan deforestasi signifikan di Indonesia. Ada sekitar 25 juta hektar hutan telah dibuka untuk perkebunan kelapa sawit, terutama di Kalimantan dan Sumatra. Hal ini menyebabkan hilangnya habitat alami, degradasi tanah, dan penurunan keanekaragaman hayati. Selain itu, industri margarin juga bertanggung jawab atas emisi CO2 yang signifikan. Menurut data dari World Resources Institute (WRI), industri ini menghasilkan sekitar 1,5 gigaton CO2 setiap tahunnya. Emisi ini berasal dari berbagai aktivitas, mulai dari penanaman kelapa sawit hingga proses produksi margarin itu sendiri.

Proses Produksi Industri Margarin Menghasilkan Emisi: Tantangan dan Solusi

Emisi GRK dari industri margarine dapat berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Proses produksi margarine melibatkan penggunaan energi dalam jumlah besar, yang sering kali berasal dari bahan bakar fosil. Selain itu, transportasi bahan baku ke pabrik dan produk jadi ke pasar juga menyumbang emisi GRK. Oleh karena itu, industri margarine memiliki peran signifikan dalam produksi emisi GRK yang perlu dipertimbangkan untuk pengurangan dampak lingkungan.

Menurut laporan terbaru dari International Food & Beverage Alliance (IFBA), industri margarine menyumbang sekitar 0,5% dari total emisi gas rumah kaca global. Angka ini didasarkan pada faktor-faktor seperti:

  • Proses Produksi: Emisi dari produksi minyak nabati yang digunakan sebagai bahan dasar.
  • Transportasi: Emisi yang dihasilkan dari distribusi produk margarine.
  • Pengemasan: Emisi dari pembuatan dan pembuangan kemasan margarine.

Tujuan Net Zero Emission dan Hubungannya dengan Industri Margarin

Tujuan dari NZE adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga titik nol, dengan cara menyeimbangkan emisi yang dihasilkan dengan penyerapan atau pengurangan emisi. Untuk mencapai NZE pada tahun 2060, Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030 dan 41% dengan bantuan internasional.

Industri margarin harus berperan aktif dalam mencapai target ini. Proses produksi margarin melibatkan beberapa tahapan yang menghasilkan emisi, seperti penanaman kelapa sawit, pengolahan minyak sawit, dan produksi margarin itu sendiri. Emisi yang dihasilkan meliputi CO2, metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O).

Langkah Menuju Net Zero Emission untuk Industri Margarin

Demi mencapai NZE, industri margarin perlu mengambil langkah-langkah konkret. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Penggunaan Energi Terbarukan: Mengganti sumber energi fosil dengan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa.
  2. Efisiensi Energi: Meningkatkan efisiensi energi dalam proses produksi untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi.
  3. Pengelolaan Limbah yang Baik: Mengelola limbah dengan baik, termasuk daur ulang dan pemanfaatan kembali limbah organik.
  4. Penanaman Kembali Hutan: Melakukan reboisasi dan restorasi lahan yang telah rusak akibat perkebunan kelapa sawit.
  5. Teknologi Emisi Rendah: Mengadopsi teknologi produksi yang lebih ramah lingkungan dan rendah emisi.
  6. Pengurangan Penggunaan Bahan Kimia: Mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang dapat menghasilkan emisi N2O.

Perlukah Industri Margarin Mendapatkan Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission?

Industri margarin membutuhkan pendampingan untuk mencapai NZE. Pendampingan ini mencakup penyusunan strategi, implementasi teknologi ramah lingkungan, serta monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan program pengurangan emisi. Konsultan lingkungan seperti Actia dapat membantu perusahaan margarin dalam setiap tahap proses ini, memastikan bahwa mereka mematuhi standar lingkungan dan mencapai target emisi yang telah ditetapkan. Actia menawarkan jasa pendampingan untuk mencapai net zero emission di sektor industri margarin dengan bantuan dari tim ahli yang berpengalaman dalam mengembangkan strategi yang efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan bantuan kami, Anda dapat meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan Anda dan menjaga reputasi baik perusahaan Anda. Klik disini!

Langkah-langkah Menuju Konsumsi Berkelanjutan

Industri  memang memiliki tanggung jawab utama dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, kita sebagai konsumen juga dapat berkontribusi untuk mencapai target NZE dengan cara praktik konsumsi berkelanjutan. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Pilih Produk dengan Label Ramah Lingkungan: Cari produk margarine yang memiliki sertifikasi keberlanjutan.
  2. Kurangi Penggunaan Plastik: Pilih kemasan yang dapat didaur ulang atau yang terbuat dari bahan daur ulang.
  3. Dukung Produsen Lokal: Membeli dari produsen lokal dapat mengurangi emisi dari transportasi produk.

Daftar 5 Perusahaan Industri Margarin di Indonesia

  1. Bonanza Megah Oil
  2. Bina Karya Prima
  3. Citra Nutrindo Langgeng
  4. Megamas Surya
  5. Indofood Sukses Makmur Tbk
Aplikasi Kalkulator Jejak Karbon Terbaik di 2024 : Hitung dan Kurangi Jejak Karbon

Aplikasi Kalkulator Jejak Karbon Terbaik di 2024 : Hitung dan Kurangi Jejak Karbon

Aplikasi Kalkulator Jejak Karbon – Pemahaman mengenai jejak karbon Anda dan bagaimana menguranginya menjadi hal yang sangat penting. Jejak karbon merujuk pada total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari, dan kalkulasi serta pengurangan jejak ini memainkan peran kunci dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Salah satu cara terbaik untuk mengelola jejak karbon Anda adalah dengan menggunakan aplikasi kalkulator jejak karbon. Di tahun 2024, Actiaclimate.com menyediakan aplikasi kalkulator jejak karbon yang sangat efisien, dirancang untuk membantu individu dan organisasi memahami, mengukur, dan mengurangi dampak lingkungan mereka. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana menggunakan aplikasi kalkulator jejak karbon dari Actiaclimate.com untuk menghitung dan mengurangi jejak karbon Anda.

Apa Itu Aplikasi Kalkulator Jejak Karbon?

Aplikasi kalkulator jejak karbon adalah alat digital yang dirancang untuk membantu pengguna mengukur jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas mereka sehari-hari. Kalkulator ini menggunakan data yang dimasukkan oleh pengguna, seperti konsumsi energi, pola makan, dan perjalanan, untuk memperkirakan total jejak karbon mereka. Dengan informasi ini, pengguna dapat lebih memahami dampak aktivitas mereka terhadap lingkungan dan menemukan cara untuk mengurangi emisi mereka.

Actiaclimate.com menawarkan aplikasi kalkulator jejak karbon yang canggih dan user-friendly, yang memungkinkan pengguna untuk melakukan perhitungan yang akurat dan mendapatkan rekomendasi tentang bagaimana mengurangi jejak karbon mereka. Aplikasi ini mencakup berbagai fitur dan kategori, yang memungkinkan pengguna untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang dampak lingkungan mereka.

Langkah-Langkah Menggunakan Aplikasi Kalkulator Jejak Karbon dari Actiaclimate.com

Menggunakan aplikasi kalkulator jejak karbon dari Actiaclimate.com adalah proses yang sederhana namun efektif. Berikut adalah langkah-langkah untuk menghitung dan mengurangi jejak karbon Anda dengan aplikasi ini:

1. Mendaftar dan Masuk ke Aplikasi

Langkah pertama adalah mendaftar dan masuk ke aplikasi kalkulator jejak karbon dari Actiaclimate.com. Proses pendaftaran biasanya melibatkan pembuatan akun dengan alamat email dan kata sandi. Setelah berhasil mendaftar, Anda akan mendapatkan akses ke antarmuka aplikasi yang intuitif dan mudah digunakan.

2. Mengumpulkan Data yang Relevan

Setelah masuk, langkah berikutnya adalah mengumpulkan data yang relevan mengenai aktivitas Anda. Aplikasi kalkulator jejak karbon biasanya meminta informasi dalam beberapa kategori utama, termasuk:

  • Konsumsi Energi: Data tentang penggunaan listrik, gas, dan bahan bakar lainnya. Masukkan jumlah konsumsi energi dalam satuan yang sesuai, seperti kilowatt-jam (kWh) untuk listrik atau liter untuk bahan bakar.
  • Transportasi: Informasi tentang perjalanan yang Anda lakukan, termasuk jarak tempuh, jenis kendaraan, dan konsumsi bahan bakar. Aplikasi ini juga mungkin meminta data tentang frekuensi perjalanan dan penggunaan transportasi umum.
  • Pola Makan: Detil mengenai pola makan Anda, seperti seberapa sering Anda mengonsumsi daging, produk susu, atau makanan yang diimpor dari jauh. Pola makan berbasis tanaman umumnya memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan diet yang mengandung banyak produk hewani.
  • Kebiasaan Konsumsi dan Limbah: Informasi tentang kebiasaan belanja, frekuensi pembelian produk baru, dan pengelolaan limbah. Data ini termasuk kebiasaan mendaur ulang dan penggunaan produk ramah lingkungan.

Mengumpulkan data ini dengan akurat adalah kunci untuk mendapatkan hasil yang tepat dari kalkulator jejak karbon.

3. Memasukkan Data ke dalam Aplikasi

Dengan data yang telah siap, Anda dapat mulai memasukkan informasi ke dalam aplikasi kalkulator jejak karbon dari Actiaclimate.com. Aplikasi ini biasanya dilengkapi dengan antarmuka yang terorganisir dengan baik, memandu Anda melalui berbagai kategori dan subkategori untuk memastikan semua data dimasukkan dengan benar.

Setiap kategori akan memiliki formulir atau kotak input di mana Anda dapat memasukkan data yang relevan. Pastikan untuk memeriksa kembali informasi yang dimasukkan untuk memastikan keakuratannya. Kalkulator ini akan menggunakan data tersebut untuk menghitung total jejak karbon Anda.

4. Menganalisis Hasil Perhitungan

Setelah semua data dimasukkan, aplikasi akan menghasilkan laporan tentang total jejak karbon Anda. Hasil ini biasanya disajikan dalam bentuk angka total emisi karbon dioksida ekuivalen (CO₂e) per tahun, serta rincian emisi per kategori (energi, transportasi, makanan, dll.).

Aplikasi dari Actiaclimate.com juga sering menyediakan grafik dan visualisasi yang memudahkan pemahaman tentang kontribusi masing-masing kategori terhadap total jejak karbon. Dengan analisis ini, Anda dapat melihat area mana yang memiliki dampak terbesar dan membutuhkan perhatian lebih dalam upaya pengurangan emisi.

5. Mengidentifikasi Area untuk Perbaikan

Dengan hasil perhitungan dan analisis yang diperoleh, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi area yang dapat ditingkatkan. Berdasarkan data yang ditampilkan oleh aplikasi, Anda dapat melihat di mana jejak karbon Anda paling tinggi dan fokus pada langkah-langkah pengurangan yang paling efektif.

Misalnya, jika transportasi adalah penyumbang terbesar terhadap jejak karbon Anda, pertimbangkan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, memilih kendaraan dengan efisiensi bahan bakar yang lebih baik, atau beralih ke transportasi umum. Jika konsumsi energi adalah faktor utama, pertimbangkan untuk meningkatkan efisiensi energi di rumah atau kantor dengan menggunakan peralatan yang lebih hemat energi atau beralih ke sumber energi terbarukan.

6. Mengambil Tindakan untuk Mengurangi Jejak Karbon

Aplikasi kalkulator jejak karbon dari Actiaclimate.com sering kali menyediakan rekomendasi dan strategi untuk mengurangi jejak karbon Anda. Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi:

  • Efisiensi Energi: Mengurangi konsumsi energi dengan cara sederhana seperti mematikan peralatan listrik yang tidak digunakan, menggunakan lampu hemat energi, dan mengoptimalkan sistem pemanasan dan pendinginan.
  • Transportasi Berkelanjutan: Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, beralih ke kendaraan listrik atau hibrida, serta memanfaatkan transportasi umum, sepeda, atau berjalan kaki.
  • Pola Makan Ramah Lingkungan: Mengurangi konsumsi produk hewani dan makanan olahan, serta memilih produk lokal dan musiman untuk mengurangi jejak karbon dari transportasi makanan.
  • Pengelolaan Limbah: Menerapkan praktik pengurangan limbah dengan mendaur ulang, menggunakan produk yang dapat didaur ulang, dan mengurangi konsumsi barang sekali pakai.

Aplikasi ini mungkin juga menawarkan fitur untuk melacak kemajuan Anda seiring waktu dan memberikan umpan balik tentang efektivitas tindakan yang telah Anda ambil.

7. Memantau dan Mengevaluasi Kemajuan

Pengurangan jejak karbon adalah proses yang berkelanjutan. Setelah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi emisi, penting untuk terus memantau dan mengevaluasi kemajuan Anda. Gunakan aplikasi kalkulator jejak karbon secara berkala untuk memperbarui data Anda dan menilai dampak dari tindakan yang telah Anda ambil.

Evaluasi rutin memungkinkan Anda untuk melihat perbaikan yang telah dicapai dan mengidentifikasi area lain yang mungkin memerlukan perhatian tambahan. Dengan memantau kemajuan Anda, Anda dapat menjaga motivasi dan terus mencari cara untuk meningkatkan efisiensi serta mengurangi jejak karbon Anda.

Mengapa Menggunakan Aplikasi Kalkulator Jejak Karbon Penting?

Menggunakan aplikasi kalkulator jejak karbon sangat penting karena memberikan wawasan yang jelas tentang dampak lingkungan dari aktivitas sehari-hari Anda. Dengan informasi yang tepat, Anda dapat membuat keputusan yang lebih baik terkait dengan kebijakan keberlanjutan dan tindakan pengurangan emisi. Aplikasi ini juga membantu dalam menetapkan tujuan yang realistis dan melacak kemajuan dalam upaya pengurangan jejak karbon.

Selain itu, kalkulasi dan pengurangan jejak karbon berkontribusi pada upaya global dalam mitigasi perubahan iklim. Dengan memahami dampak pribadi atau organisasi Anda terhadap lingkungan, Anda dapat berkontribusi pada pengurangan emisi global dan membantu mencapai tujuan keberlanjutan.

Menghitung dan Mengurangi Jejak Karbon Online

Menghitung dan mengurangi jejak karbon Anda dengan aplikasi kalkulator jejak karbon terbaik, seperti yang disediakan oleh Actiaclimate.com, adalah langkah penting dalam upaya untuk hidup lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Dengan mengikuti langkah-langkah yang dijelaskan di atas, Anda dapat mendapatkan gambaran menyeluruh tentang dampak lingkungan dari aktivitas Anda dan mengambil tindakan yang efektif untuk mengurangi jejak karbon Anda.

Aplikasi ini tidak hanya memudahkan perhitungan dan analisis, tetapi juga menyediakan alat dan rekomendasi untuk membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan. Dalam dunia yang semakin menekankan pentingnya tanggung jawab lingkungan, menggunakan alat seperti kalkulator jejak karbon adalah investasi dalam masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Dengan komitmen untuk mengurangi jejak karbon, Anda tidak hanya berkontribusi pada perlindungan planet kita, tetapi juga menciptakan perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari dan dalam operasi bisnis Anda.

Cara Menghitung Jejak Karbon dengan Kalkulator Jejak Karbon

Cara Menghitung Jejak Karbon dengan Kalkulator Jejak Karbon

Cara Menghitung Jejak Karbon – Di tengah meningkatnya kesadaran global akan perubahan iklim, penghitungan jejak karbon telah menjadi langkah penting bagi individu dan perusahaan yang ingin memahami dan mengurangi dampak lingkungan mereka. Jejak karbon merujuk pada total emisi gas rumah kaca (GRK), terutama karbon dioksida (CO₂), yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menghitung jejak karbon bukan hanya tentang mengetahui seberapa besar dampak aktivitas Anda terhadap lingkungan, tetapi juga tentang menemukan cara untuk mengurangi emisi ini dan menjalani gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

Salah satu alat yang paling efektif untuk menghitung dan mengelola jejak karbon adalah kalkulator jejak karbon. Kalkulator ini, seperti yang disediakan oleh Actiaclimate.com, membantu individu dan organisasi untuk memperkirakan emisi karbon mereka berdasarkan data dan aktivitas sehari-hari. Artikel ini akan membahas cara menghitung jejak karbon Anda menggunakan kalkulator jejak karbon dan pentingnya langkah ini dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.

Apa Itu Kalkulator Jejak Karbon?

Kalkulator jejak karbon adalah alat digital yang dirancang untuk menghitung jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia. Alat ini menggunakan data yang diberikan oleh pengguna, seperti konsumsi energi, penggunaan transportasi, dan kebiasaan belanja, untuk memperkirakan total emisi karbon yang dihasilkan. Kalkulator jejak karbon dapat digunakan oleh individu, rumah tangga, atau bahkan perusahaan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang dampak lingkungan dari kegiatan mereka.

Actiaclimate.com, misalnya, menawarkan kalkulator jejak karbon yang komprehensif, memungkinkan pengguna untuk menghitung jejak karbon mereka berdasarkan berbagai kategori aktivitas. Dengan menggunakan kalkulator ini, pengguna dapat memahami area mana dalam kehidupan mereka yang menghasilkan emisi karbon terbesar dan bagaimana mereka dapat mengurangi jejak tersebut.

Langkah-Langkah Menghitung Jejak Karbon dengan Kalkulator Jejak Karbon

Menggunakan kalkulator jejak karbon dari Actiaclimate.com melibatkan beberapa langkah mudah, yang masing-masing akan dibahas secara rinci di bawah ini:

1. Mengumpulkan Data Pribadi atau Organisasi

Langkah pertama dalam menghitung jejak karbon adalah mengumpulkan semua informasi yang relevan terkait dengan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Ini termasuk data tentang konsumsi energi, transportasi, pola makan, dan kebiasaan konsumsi lainnya. Beberapa pertanyaan yang perlu Anda jawab meliputi:

  • Konsumsi Energi: Berapa banyak listrik, gas, atau bahan bakar lain yang Anda gunakan setiap bulan?
  • Transportasi: Berapa jarak yang Anda tempuh setiap hari, dan dengan mode transportasi apa (mobil, sepeda motor, transportasi umum, atau berjalan kaki)?
  • Pola Makan: Seberapa sering Anda mengonsumsi daging, produk susu, dan makanan yang diimpor dari jauh?
  • Kebiasaan Belanja: Apakah Anda sering membeli produk baru, atau Anda lebih memilih untuk membeli barang bekas atau mendaur ulang?

Data ini penting karena kalkulator jejak karbon menggunakan informasi ini untuk menghitung total emisi Anda. Semakin rinci data yang Anda masukkan, semakin akurat hasil yang akan Anda dapatkan.

2. Memasukkan Data ke dalam Kalkulator Jejak Karbon

Setelah Anda mengumpulkan semua informasi yang diperlukan, langkah berikutnya adalah memasukkan data tersebut ke dalam kalkulator jejak karbon di Actiaclimate.com. Kalkulator ini biasanya memiliki antarmuka yang mudah digunakan, dengan berbagai kategori yang jelas untuk setiap jenis data.

  • Konsumsi Energi: Masukkan jumlah energi yang Anda gunakan, misalnya dalam kilowatt-jam (kWh) untuk listrik atau dalam liter untuk bahan bakar gas.
  • Transportasi: Masukkan jarak yang Anda tempuh dan jenis kendaraan yang Anda gunakan. Kalkulator ini juga mungkin menanyakan tentang efisiensi bahan bakar kendaraan Anda.
  • Pola Makan: Pilih pola makan yang sesuai, misalnya apakah Anda vegetarian, vegan, atau konsumen daging, dan seberapa sering Anda makan makanan olahan atau impor.
  • Kebiasaan Konsumsi: Masukkan informasi tentang seberapa sering Anda membeli produk baru dan apakah Anda sering mendaur ulang atau menggunakan kembali barang-barang.

Kalkulator kemudian akan memproses data ini dan memberikan perkiraan jejak karbon Anda dalam satuan ton karbon dioksida (CO₂e) per tahun.

3. Menganalisis Hasil dan Identifikasi Area untuk Perbaikan

Setelah Anda memasukkan semua data, kalkulator jejak karbon akan memberikan hasil berupa total jejak karbon tahunan Anda. Hasil ini biasanya akan dibagi menjadi beberapa kategori, seperti energi, transportasi, makanan, dan limbah, sehingga Anda dapat melihat dengan jelas di mana kontribusi terbesar Anda terhadap emisi karbon berada.

Dengan hasil ini, Anda dapat mulai menganalisis area mana yang perlu diperbaiki. Misalnya, jika hasil menunjukkan bahwa transportasi merupakan sumber emisi terbesar Anda, Anda mungkin ingin mempertimbangkan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi atau beralih ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti sepeda atau kendaraan listrik.

4. Mengambil Tindakan untuk Mengurangi Jejak Karbon

Setelah menganalisis hasil dan mengidentifikasi area untuk perbaikan, langkah berikutnya adalah mengambil tindakan untuk mengurangi jejak karbon Anda. Berikut beberapa langkah yang bisa Anda ambil:

  • Mengurangi Konsumsi Energi: Pertimbangkan untuk beralih ke energi terbarukan, seperti panel surya, atau mengurangi penggunaan listrik dengan cara sederhana seperti mematikan peralatan listrik yang tidak digunakan.
  • Mengubah Kebiasaan Transportasi: Kurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan lebih sering berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum. Pertimbangkan juga untuk beralih ke kendaraan listrik.
  • Memodifikasi Pola Makan: Mengurangi konsumsi daging dan produk susu dapat signifikan mengurangi jejak karbon Anda. Beralih ke diet yang lebih berbasis tanaman adalah salah satu cara efektif untuk mengurangi emisi.
  • Mengadopsi Kebiasaan Konsumsi Berkelanjutan: Pertimbangkan untuk membeli produk yang lebih tahan lama, mendaur ulang, dan mengurangi pembelian barang-barang yang tidak perlu.

Kalkulator jejak karbon sering kali juga menyediakan rekomendasi tentang langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi jejak karbon Anda berdasarkan hasil yang diberikan.

5. Memantau dan Mengevaluasi Perubahan

Mengurangi jejak karbon adalah proses berkelanjutan yang memerlukan evaluasi rutin. Setelah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi emisi, penting untuk memantau kemajuan Anda. Gunakan kembali kalkulator jejak karbon di Actiaclimate.com secara berkala untuk mengevaluasi perubahan yang telah Anda buat.

Evaluasi ini memungkinkan Anda untuk melihat seberapa efektif langkah-langkah yang Anda ambil dan memberikan kesempatan untuk menyesuaikan strategi Anda jika diperlukan. Memantau jejak karbon Anda secara berkala juga membantu meningkatkan kesadaran dan memotivasi untuk terus berkontribusi dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Mengapa Menghitung Jejak Karbon itu Penting?

Menghitung jejak karbon Anda bukan hanya soal angka, tetapi tentang memahami bagaimana aktivitas sehari-hari kita mempengaruhi bumi. Setiap keputusan yang kita buat, mulai dari cara kita bepergian hingga apa yang kita makan, memiliki dampak langsung pada lingkungan. Dengan menggunakan kalkulator jejak karbon, kita dapat lebih sadar akan dampak ini dan bertanggung jawab atas jejak yang kita tinggalkan.

Selain itu, penghitungan jejak karbon juga dapat membantu individu dan organisasi dalam mengambil keputusan yang lebih baik terkait dengan kebijakan keberlanjutan. Dengan mengetahui sumber utama emisi, kita dapat fokus pada area yang paling membutuhkan perbaikan dan berkontribusi lebih efektif dalam upaya global untuk mengurangi perubahan iklim.

Aplikasi Jejak Karbon Online

Kalkulator jejak karbon dari Actiaclimate.com adalah alat yang sangat berguna bagi siapa pun yang ingin memahami dan mengurangi dampak lingkungan mereka. Dengan mengikuti langkah-langkah yang dijelaskan di atas, Anda dapat menghitung jejak karbon Anda dengan mudah dan mengambil langkah-langkah untuk menguranginya.

Di tengah krisis iklim yang semakin mendesak, setiap tindakan kecil untuk mengurangi emisi karbon sangat berarti. Dengan menggunakan kalkulator jejak karbon secara teratur, Anda tidak hanya akan lebih memahami dampak lingkungan dari aktivitas Anda, tetapi juga akan lebih termotivasi untuk melakukan perubahan positif. Dalam jangka panjang, tindakan-tindakan ini akan berkontribusi pada keberlanjutan planet kita dan masa depan yang lebih hijau.

4 Kisah Sukses Pengurangan Emisi Karbon dan Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

4 Kisah Sukses Pengurangan Emisi Karbon dan Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

Kisah sukses pengurangan emisi karbon yang tercatat di Indonesia melalui mekanisme pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment/RBP) dan perdagangan karbon. Berikut adalah beberapa contoh implementasi yang berhasil dilakukan di Indonesia:

  1. Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) di Kalimantan Timur: Program ini mengalokasikan pembayaran berbasis kinerja sebesar 110 juta USD untuk pencapaian penurunan emisi sebesar 22 juta ton CO2e di Kalimantan Timur dalam periode 2019-2024. Artinya, pembayaran tersebut akan diberikan kepada pihak yang berhasil menjaga kelestarian hutan dan mencegah deforestasi serta degradasi hutan di wilayah tersebut selama periode yang ditentukan.
  2. BioCarbon Fund di Jambi: Program ini bertujuan untuk mengurangi emisi sebesar 14 juta ton CO2e dengan nilai sekitar 70 juta USD. Saat ini, program ini masih dalam tahap negosiasi untuk menentukan harga pembayaran berbasis kinerja (ERPA). Langkah-langkah yang diambil dalam program ini mungkin mencakup berbagai inisiatif pengelolaan lahan dan hutan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer. Ini bisa mencakup penanaman kembali hutan, restorasi lahan gambut, atau pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan. Dengan menciptakan insentif finansial melalui nilai investasi sebesar 70 juta USD, program ini diharapkan dapat memberikan dorongan ekstra untuk melaksanakan praktek-praktek yang ramah lingkungan dan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon di wilayah Jambi.
  3. RBP dari Green Climate Fund: Melalui proyek pilot nasional, Green Climate Fund menargetkan penurunan emisi sebesar 103,78 juta USD melalui proyek pilot nasional. Capaian kinerja yang diharapkan adalah sekitar 20,25 juta ton CO2e, yang direncanakan akan dicapai dalam rentang waktu dari tahun 2014 hingga 2016.
  4. Komitmen Bilateral dengan Kerajaan Norway: Indonesia telah menegaskan komitmennya melalui kesepakatan bilateral dengan Kerajaan Norway, di mana sejumlah dana sebesar 56 juta USD telah dialokasikan. Dana tersebut diarahkan untuk mendukung komitmen Presiden dalam mencapai target pengurangan emisi sebesar 140 juta ton CO2e. Alokasi dana ini mungkin akan digunakan untuk mendanai berbagai proyek dan inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di berbagai sektor. Upaya ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, dalam rangka meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengurangi emisi karbon untuk mengatasi perubahan iklim.

Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

Saat ini Indonesia juga telah mengenalkan beberapa mekanisme perdagangan karbon, seperti Clean Development Mechanism (CDM) dan Joint Crediting Mechanism (JCM), sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon.

Clean Development Mechanism (CDM)

CDM merupakan sebuah mekanisme kerja sama antara negara berkembang dan negara maju yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon. Implementasi CDM di Indonesia telah menghasilkan beberapa proyek yang signifikan, salah satunya adalah kerjasama antara PT Gikoko Kogyo dari Belanda dan Pontianak Landfill Gas Flaring 2009. Proyek ini berhasil menjual 350.000 sertifikat CER ke Belanda.

Joint Crediting Mechanism (JCM)

JCM, di sisi lain, adalah mekanisme kerja sama antara Indonesia dan negara lain yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon. Contoh nyata dari implementasi JCM adalah proyek-proyek pengembangan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga angin yang telah berhasil diimplementasikan melalui kerjasama JCM.

Dengan menerapkan mekanisme perdagangan karbon ini, Indonesia dapat secara efektif mengurangi emisi karbon sambil memajukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Langkah-langkah ini menjadi kontribusi positif Indonesia dalam mendukung upaya global untuk menghadapi perubahan iklim dan mencapai target pengurangan emisi karbon secara global.

Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK)

Seperti yang telah kami jelaskan pada artikel sebelumnya, dalam implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK), Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk mendukung pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.

NEK ini mencakup berbagai mekanisme, termasuk perdagangan izin emisi (emission trading system) dan offset emisi (crediting mechanism), serta pajak atas karbon (carbon tax). Pemerintah berencana untuk mengimplementasikan pajak karbon melalui bursa karbon dengan mekanisme tertentu.

Dalam upaya mencapai target Nasional Determined Contribution (NDC), Pemerintah Indonesia terus melakukan mitigasi perubahan iklim dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Implementasi mekanisme pembayaran berbasis kinerja dan nilai ekonomi karbon merupakan langkah-langkah penting dalam upaya Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan berkontribusi pada penanggulangan perubahan iklim global. Dengan adanya langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mencapai target kinerja yang ditetapkan secara nasional dan internasional dalam pengurangan emisi karbon.

Jasa Penyusunan Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD) Report Sektor Industri Besi dan Baja

Jasa Penyusunan Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD) Report Sektor Industri Besi dan Baja

Sektor Industri besi dan baja di Indonesia merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional. Produk besi dan baja digunakan dalam berbagai proyek infrastruktur, konstruksi, manufaktur, dan banyak lagi. Meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim merupakan hal yang sangat bagus, hal ini menjadi sebuah tantangan baru bagi sektor industri. Faktanya seluruh industri, termasuk industri besi dan baja memang harus menghadapi berbagai tantangan terkait pengelolaan risiko iklim. Dalam menghadapi tantangan ini, Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD) Report hadir sebagai solusi untuk membantu perusahaan dalam mengelola risiko dan peluang terkait perubahan iklim. TCFD Report memberikan panduan bagi perusahaan untuk mengungkapkan informasi terkait iklim yang relevan, konsisten, dan dapat dibandingkan.

Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD) Report

Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD) adalah sebuah inisiatif yang dibentuk oleh Financial Stability Board (FSB) pada tahun 2015 untuk meningkatkan transparansi dan konsistensi dalam pelaporan risiko iklim. Tujuan utama TCFD adalah untuk membantu perusahaan mengungkapkan informasi yang relevan tentang dampak iklim dan strategi mereka dalam mengelola risiko iklim. Dengan demikian, investor, pemberi pinjaman, dan asuransi dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan berkelanjutan.

Rekomendasi TCFD mencakup empat area utama:

  1. Governance – Menguraikan bagaimana organisasi mengelola risiko dan peluang terkait iklim.
  2. Strategy – Mengidentifikasi dampak aktual dan potensial dari risiko iklim terhadap bisnis, strategi, dan perencanaan keuangan.
  3. Risk Management – Menjelaskan proses yang digunakan untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko iklim.
  4. Metrics and Targets – Mengungkapkan metrik dan target yang digunakan untuk menilai dan mengelola risiko serta peluang terkait iklim.

Perkembangan Sektor Industri Besi dan Baja di Indonesia

Sektor industri Besi dan Baja di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Industri besi dan baja memiliki yang peran penting dalam pembangunan infrastruktur dan ekonomi negara. Namun, industri ini juga menghadapi berbagai tantangan, termasuk fluktuasi harga bahan baku, persaingan global, dan tekanan untuk meningkatkan efisiensi serta mengurangi dampak lingkungan. Dengan adanya TCFD Report, perusahaan di sektor ini dapat lebih memahami dan mengelola risiko serta peluang yang timbul akibat perubahan iklim.

Tantangan Sektor Industri Besi dan Baja di Indonesia

Sektor ini menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan keberlanjutan lingkungan. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain adalah:

  1. Fluktuasi Harga Bahan Baku: Harga bahan baku seperti bijih besi dan skrap sering kali mengalami perubahan yang drastis.
  2. Persaingan Global: Perusahaan lokal harus bersaing dengan produsen internasional yang mungkin memiliki biaya produksi lebih rendah serta memiliki teknologi lebih maju. Persaingan ini memerlukan inovasi dan peningkatan efisiensi operasional.
  3. Tekanan untuk Efisiensi: Ada tekanan yang berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi produksi guna mengurangi biaya dan meningkatkan daya saing.
  4. Dampak Lingkungan: Industri besi dan baja merupakan salah satu sektor yang menyumbang emisi karbon dengan jumlah yang cukup tinggi. Upaya untuk mengurangi emisi ini memerlukan teknologi dan investasi yang besar. Industri ini harus mencari cara untuk mengurangi emisi dan dampak negatif lain terhadap lingkungan.

Perusahaan Industri Besi dan Baja di Indonesia

  1. PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
  2. PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (SPINDO)
  3. Aneka Baja Perkasa Industri
  4. PT Indonesia Nippon Steel Pipe
  5. PT Super Steel Karawang

Manfaat TCFD Report bagi Sektor Industri besi dan baja

  1. Pengelolaan Risiko yang Lebih Baik: TCFD Report membantu perusahaan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko iklim dengan lebih baik. Ini termasuk risiko fisik seperti bencana alam dan risiko transisi seperti perubahan regulasi dan preferensi pasar.
  2. Pengembangan Strategi Berkelanjutan: Dengan mengadopsi rekomendasi TCFD, perusahaan dapat mengembangkan strategi yang lebih berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim. Ini mencakup inovasi dalam proses produksi, penggunaan bahan baku yang lebih ramah lingkungan, dan investasi dalam teknologi hijau.
  3. Meningkatkan Kepercayaan Publik: TCFD Report meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan terhadap pemangku kepentingan. Ini membantu membangun reputasi yang positif dan meningkatkan kepercayaan dari investor, pelanggan, dan komunitas.
  4. Menarik Perhatian Investor: Perusahaan yang mengungkapkan risiko iklim dan strategi mitigasinya dengan baik akan lebih mudah mendapatkan akses ke pembiayaan. Investor dan lembaga keuangan semakin memperhatikan aspek keberlanjutan dalam keputusan investasi mereka.
  5. Efisiensi Operasional: Dengan mengidentifikasi dan mengelola risiko iklim, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya. Ini mencakup pengurangan konsumsi energi, pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien, dan pengurangan limbah.

Langkah-Langkah Penyusunan TCFD Report Sektor Industri besi dan baja

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil oleh perusahaan di sektor Besi dan Baja dalam menyusun TCFD Report:

  1. Pembentukan Tim TCFD
    • Membentuk tim yang terdiri dari berbagai departemen terkait, termasuk keuangan, operasional, dan keberlanjutan.
    • Tim ini akan bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan proses penyusunan TCFD Report.
  2. Identifikasi Risiko dan Peluang Iklim
    • Melakukan analisis mendalam untuk mengidentifikasi risiko dan peluang terkait perubahan iklim yang relevan bagi perusahaan.
    • Analisis ini melibatkan penilaian dampak perubahan iklim terhadap operasi, rantai pasok, dan pasar perusahaan.
  3. Pengumpulan Data dan Informasi
    • Mengumpulkan data dan informasi terkait iklim yang relevan, termasuk emisi gas rumah kaca, penggunaan energi, dan inisiatif keberlanjutan.
    • Data ini akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun TCFD Report.
  4. Penyusunan TCFD Report
    • Menyusun laporan yang mencakup semua elemen dari rekomendasi TCFD, termasuk pengungkapan terkait tata kelola, strategi, manajemen risiko, dan metrik serta target iklim.
    • Laporan ini harus disusun dengan jelas dan mudah dipahami oleh para pemangku kepentingan.
  5. Pengungkapan TCFD Report
    • Mengungkapkan TCFD Report kepada para pemangku kepentingan melalui saluran komunikasi yang sesuai, seperti laporan tahunan, situs web perusahaan, atau presentasi kepada investor.
    • Pengungkapan ini harus dilakukan secara konsisten dan teratur untuk memastikan transparansi informasi terkait iklim.

Penyusunan Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD) Report dapat membantu perusahaan meningkatkan transparansi, mengelola risiko dengan lebih baik, dan membangun reputasi yang positif. Actia siap membantu perusahaan dalam menyusun TCFD Report yang sesuai dengan standar internasional dan mendukung keberlanjutan industri besi dan baja di Indonesia. Klik di sini untuk berdiskusi!

 

Konsultan Penyusun Science Based Targets Initiative (SBTi) Sektor Industri Besi dan Baja

Konsultan Penyusun Science Based Targets Initiative (SBTi) Sektor Industri Besi dan Baja

Industri besi dan baja di Indonesia merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Industri ini menyediakan bahan baku untuk berbagai sektor lain seperti konstruksi, otomotif, dan manufaktur. Selain itu, industri ini juga menjadi salah satu penyumbang emisi karbon yang cukup tinggi. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai isu-isu lingkungan hidup, banyak perusahaan di sektor ini yang mulai beralih ke praktik bisnis yang lebih berkelanjutan. Salah satu prakarsa yang sangat penting dalam upaya ini adalah Science Based Targets Initiative (SBTi).

 

Science Based Targets Initiative (SBTi)

SBTi adalah kebutuhan untuk mengatasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca. Banyak perusahaan secara sukarela menetapkan target pengurangan emisi mereka sendiri, namun tanpa panduan atau standar yang jelas, target tersebut seringkali tidak cukup ambisius atau tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan yang memadai. SBTi hadir untuk menyediakan kerangka kerja yang jelas dan ilmiah bagi perusahaan untuk menetapkan target emisi mereka, sehingga kontribusi mereka terhadap pengurangan emisi global dapat diukur dan diandalkan.

Science Based Targets Initiative (SBTi) diluncurkan pada tahun 2015 sebagai kerja sama antara CDP, United Nations Global Compact (UNGC), World Resources Institute (WRI), dan World Wide Fund for Nature (WWF). Tujuan utama dari SBTi adalah untuk memastikan bahwa target pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan oleh perusahaan adalah berdasarkan ilmu pengetahuan dan sejalan dengan upaya global untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat Celcius, sesuai dengan Perjanjian Paris.

SBTi untuk Industri Besi dan Baja di Indonesia

Di Indonesia, implementasi SBTi semakin mendapat perhatian terutama di sektor industri yang memiliki emisi gas rumah kaca tinggi seperti industri besi dan baja. Pemerintah dan berbagai organisasi lingkungan mendorong perusahaan untuk mengadopsi SBTi guna mendukung upaya nasional dalam mengurangi emisi dan menjaga kelestarian lingkungan.

Tujuan Penyusun Science Based Targets Initiative (SBTi) untuk Industri Besi dan Baja

Tujuan utama penyusunan SBTi untuk industri besi dan baja adalah untuk memastikan bahwa target pengurangan emisi yang ditetapkan oleh perusahaan di sektor ini adalah berdasarkan ilmu pengetahuan dan sejalan dengan upaya global untuk membatasi pemanasan global. Secara khusus, tujuan SBTi adalah:

  1. Mengurangi emisi gas rumah kaca dari proses produksi besi dan baja.
  2. Meningkatkan efisiensi energi dan penggunaan sumber daya.
  3. Mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
  4. Mendorong inovasi teknologi ramah lingkungan.
  5. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan dalam pelaporan emisi.

Proses Kegiatan Industri Besi dan Baja

Industri besi dan baja meliputi berbagai proses produksi yang kompleks, mulai dari ekstraksi bahan baku hingga produk akhir. Berikut adalah beberapa proses utama dalam industri ini:

  1. Ekstraksi Bahan Baku: Proses ini melibatkan penambangan bijih besi yang kemudian dihancurkan dan diolah menjadi konsentrat besi.
  2. Reduksi Bijih Besi: Bijih besi direduksi menjadi besi mentah (pig iron) menggunakan tanur tinggi (blast furnace) dengan bahan bakar kokas.
  3. Produksi Baja Kasar: Besi mentah dilebur bersama dengan bahan tambahan seperti skrap baja dalam tungku untuk menghasilkan baja kasar.
  4. Pemurnian: Baja kasar dimurnikan melalui proses seperti konverter oksigen atau tungku listrik untuk menghilangkan kotoran dan menyesuaikan komposisi kimia.
  5. Pembentukan: Baja yang sudah murni dibentuk menjadi berbagai produk seperti lembaran, batang, dan pipa melalui proses penempaan, penggulungan, dan pengecoran.

Contoh Produk Industri Besi dan Baja dan Kegunaannya

  1. Besi Beton (Rebar): Digunakan dalam konstruksi bangunan dan infrastruktur.
  2. Plat Baja: Digunakan dalam pembuatan kapal, jembatan, dan alat berat.
  3. Pipa Baja: Digunakan dalam industri minyak dan gas, serta sistem pipa air.
  4. Baja Canai Panas (Hot Rolled Steel): Digunakan dalam otomotif, peralatan rumah tangga, dan konstruksi.

Sumber Emisi Gas Rumah Kaca dari Industri Besi dan Baja

Industri besi dan baja merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar. Sumber emisi utama dari industri ini meliputi:

  1. Proses Reduksi Bijih Besi: Pembakaran kokas menghasilkan emisi CO2 yang signifikan.
  2. Pembakaran Bahan Bakar Fosil: Digunakan dalam berbagai proses produksi untuk menghasilkan energi.
  3. Proses Pemurnian: Emisi terjadi selama proses penghilangan kotoran dari baja kasar.
  4. Transportasi Bahan Baku dan Produk: Menghasilkan emisi dari kendaraan dan mesin.

Fungsi Penyusun Science Based Targets Initiative (SBTi) untuk Industri Besi dan Baja

Penyusun SBTi memiliki peran penting dalam membantu perusahaan di sektor besi dan baja untuk:

  1. Menetapkan target pengurangan emisi yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
  2. Mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi.
  3. Memonitor dan melaporkan kemajuan dalam mencapai target yang telah ditetapkan.
  4. Meningkatkan kesadaran dan kapasitas perusahaan dalam mengelola emisi gas rumah kaca.
  5. Memberikan panduan dan rekomendasi untuk penerapan teknologi ramah lingkungan.

Keuntungan Memiliki Science Based Targets Initiative (SBTi) untuk Industri Besi dan Baja

Dengan mengadopsi SBTi, perusahaan di sektor besi dan baja dapat memperoleh berbagai keuntungan, antara lain:

  1. Ketaatan Terhadap Peraturan: Memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku.
  2. Reputasi dan Citra Positif: Meningkatkan reputasi perusahaan sebagai pelopor dalam praktik bisnis berkelanjutan.
  3. Efisiensi Operasional: Meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi biaya operasional.
  4. Akses ke Pasar dan Investasi: Menjadi lebih menarik bagi investor dan mitra bisnis yang peduli terhadap lingkungan.
  5. Resiliensi Terhadap Risiko Iklim: Meningkatkan ketahanan perusahaan terhadap risiko yang terkait dengan perubahan iklim.

Perusahaan yang Bergerak di Sektor Industri Besi dan Baja

Beberapa perusahaan besar yang bergerak di sektor industri besi dan baja di Indonesia antara lain:

  1. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk: Memproduksi baja lembaran panas, baja lembaran dingin, dan baja pipa.
  2. PT Gunung Raja Paksi Tbk: Memproduksi baja canai panas, baja canai dingin, dan baja pipa.
  3. PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk: Memproduksi pipa baja untuk industri minyak dan gas serta konstruksi.
  4. PT Jaya Pari Steel Tbk: Memproduksi plat baja untuk keperluan konstruksi dan industri.
  5. PT Essar Indonesia: Memproduksi baja canai dingin dan baja galvanis.

Cara Mengatasi atau Mengurangi Dampak Negatifnya Terhadap Lingkungan

Untuk mengurangi dampak negatif dari industri besi dan baja terhadap lingkungan, beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  1. Penerapan Teknologi Ramah Lingkungan: Menggunakan teknologi yang lebih efisien dan kurang menghasilkan emisi.
  2. Penggunaan Energi Terbarukan: Menggantikan bahan bakar fosil dengan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin.
  3. Daur Ulang dan Pengolahan Ulang: Mengurangi limbah dengan mendaur ulang material baja.
  4. Efisiensi Energi: Mengoptimalkan proses produksi untuk mengurangi konsumsi energi.
  5. Pengelolaan Limbah: Mengelola limbah dengan baik untuk mengurangi dampak lingkungan.

Bagaimana Actia Dapat Membantu Industri Besi dan Baja untuk Penyusun Science Based Targets Initiative (SBTi)

Actia sebagai konsultan lingkungan dapat membantu perusahaan di sektor industri besi dan baja dalam proses penyusunan SBTi melalui:

  1. Penilaian Awal: Melakukan penilaian awal untuk mengidentifikasi sumber utama emisi dan peluang pengurangan emisi.
  2. Penetapan Target: Membantu perusahaan menetapkan target pengurangan emisi yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
  3. Pendampingan Implementasi: Mendampingi perusahaan dalam implementasi strategi pengurangan emisi dan teknologi ramah lingkungan.
  4. Pelatihan dan Edukasi: Memberikan pelatihan dan edukasi kepada karyawan mengenai pentingnya pengurangan emisi dan cara-cara untuk mencapainya.
  5. Pelaporan dan Monitoring: Membantu perusahaan dalam pelaporan dan monitoring kemajuan pencapaian target SBTi.

Dengan bantuan Actia, perusahaan di sektor industri besi dan baja dapat lebih mudah dan efektif dalam menyusun dan mencapai target pengurangan emisi yang sesuai dengan SBTi, sehingga dapat berkontribusi lebih besar dalam upaya global mengatasi perubahan iklim. Klik di sini!

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website