Apa Perbedaan PCF dan CCF? Pahami Jejak Karbon Produk dan Perusahaan

Apa Perbedaan PCF dan CCF? Pahami Jejak Karbon Produk dan Perusahaan

Perbedaan PCF dan CCF saat ini semakin sering dibicarakan, terutama oleh perusahaan yang ingin masuk ke pasar global atau menghadapi regulasi lingkungan yang semakin ketat. Istilah Product Carbon Footprint (PCF) dan Corporate Carbon Footprint (CCF) sama-sama berkaitan dengan penghitungan emisi gas rumah kaca (GRK), namun keduanya memiliki fokus dan tujuan yang berbeda. Pemahaman yang jelas mengenai perbedaan ini penting agar perusahaan tidak salah langkah dalam menyusun strategi keberlanjutan.

Apa Itu Corporate Carbon Footprint (CCF)?

Corporate carbon footprint (CCF) atau jejak karbon perusahaan merupakan total emisi GRK yang dihasilkan dari seluruh aktivitas operasional perusahaan dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. CCF sering disebut juga sebagai emisi GRK perusahaan, karena perhitungannya mencakup semua sumber emisi dari kegiatan operasional perusahaan.

Untuk memudahkan penghitungan, CCF atau emisi gas rumah kaca (GRK) perusahaan dibagi menjadi tiga kategori, yang dikenal sebagai Scope 1, 2, dan 3:

  • Scope 1: Emisi langsung dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan perusahaan. Misalnya, pembakaran bahan bakar pada generator listrik, boiler, atau kendaraan operasional perusahaan.
  • Scope 2: Emisi tidak langsung dari penggunaan energi yang dibeli, terutama listrik. Jadi meskipun perusahaan tidak membakar bahan bakar secara langsung, penggunaan listrik dari PLN tetap menyumbang emisi.
  • Scope 3: Emisi tidak langsung lainnya dari seluruh rantai pasok dan aktivitas di luar kendali langsung perusahaan. Contohnya emisi dari transportasi logistik pihak ketiga, hingga emisi dari produk yang dijual ketika digunakan oleh konsumen.

Karena cakupannya sangat luas, CCF (Corporate carbon footprint) memberikan gambaran utuh mengenai dampak perusahaan terhadap perubahan iklim. Inilah sebabnya banyak regulasi, termasuk yang diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia maupun standar internasional, meminta perusahaan melaporkan CCF mereka.

Apa Itu Product Carbon Footprint (PCF)?

Berbeda dengan CCF, Product Carbon Footprint (PCF) berfokus pada satu produk tertentu. PCF menghitung jumlah emisi GRK yang dihasilkan sepanjang siklus hidup produk, mulai dari bahan baku, proses produksi, distribusi, penggunaan, hingga akhir daur hidup (misalnya didaur ulang atau dibuang).

Dengan PCF, perusahaan bisa mengetahui seberapa besar jejak karbon dari setiap produknya. Informasi ini penting untuk:

  • Memenuhi permintaan pelanggan global yang ingin memastikan produk ramah lingkungan.
  • Mendukung klaim keberlanjutan di label atau sertifikasi produk.
  • Membandingkan dampak lingkungan antar produk untuk perbaikan desain dan material.

Contoh nyata, perusahaan makanan di Eropa kini sering meminta pemasok kemasan untuk menyertakan data PCF agar sesuai dengan aturan ekspor. Tanpa data tersebut, produk bisa ditolak di pasar tujuan.

Tabel Perbedaan PCF dan CCF

Perbedaan PCF dan CCF

Untuk lebih mudah dipahami, berikut adalah tabel perbedaan PCF dan CCF:

Aspek

Product Carbon Footprint (PCF) Corporate Carbon Footprint (CCF)

Fokus

Satu produk spesifik Seluruh aktivitas perusahaan

Lingkup

Siklus hidup produk: bahan baku – produksi – distribusi – penggunaan – akhir daur hidup

Semua emisi dari operasi perusahaan (Scope 1, 2, 3)

Tujuan utama

Menunjukkan dampak karbon dari sebuah produk

Menunjukkan total emisi GRK perusahaan per tahun

Pengguna data

Konsumen, pelanggan, regulator produk, sertifikasi

Investor, regulator, pemangku kepentingan perusahaan

Hasil analisis

Jejak karbon per unit produk Jejak karbon perusahaan secara menyeluruh
Contoh penerapan Label produk rendah karbon, permintaan ekspor

Laporan keberlanjutan, pelaporan keuangan berkelanjutan

Dari tabel tersebut, terlihat jelas bahwa perbedaan PCF dan CCF terutama terletak pada fokus lingkup analisisnya.

Tren Terkini: Mengapa Penting Memahami Perbedaan PCF dan CCF?

Saat ini, pasar internasional semakin menuntut transparansi jejak karbon. Uni Eropa, misalnya, telah memberlakukan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang mewajibkan perusahaan melaporkan emisi karbon produk ekspor mereka. Hal ini membuat perbedaan PCF dan CCF menjadi sangat penting dipahami, karena perusahaan harus bisa menyajikan keduanya sesuai kebutuhan:

  • Product Carbon Footprint (PCF) untuk memenuhi standar produk ekspor.
  • Corporate Carbon Footprint (CCF) untuk memenuhi kewajiban pelaporan perusahaan kepada regulator atau investor.

Di Indonesia sendiri, tren serupa mulai terlihat dengan kewajiban pelaporan emisi untuk perusahaan terbuka. Perusahaan yang mampu menghitung baik Product Carbon Footprint (PCF) maupun Corporate Carbon Footprint (CCF) akan lebih siap menghadapi tantangan regulasi, meningkatkan daya saing, dan membangun reputasi positif.

Kami pun merasakan langsung perubahan ini. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak klien yang datang meminta pendampingan perhitungan jejak karbon ke Actia. Menariknya, sebagian besar berasal dari perusahaan yang ingin menembus pasar ekspor, terutama untuk produk makanan, kemasan, dan tekstil. Klien kami bercerita bagaimana calon buyer di luar negeri kini tidak hanya menanyakan kualitas produk, tetapi juga meminta data jejak karbon produk tersebut.

Salah satu klien bahkan mengatakan, “Kalau tidak bisa menunjukkan jejak karbon produk, buyer Eropa kami akan mencari pemasok lain.” Dari sini terlihat jelas bahwa memahami bahwa tuntutan global terkait keberlanjutan semakin serius.

Memahami perbedaan Product Carbon Footprint (PCF) dan Corporate Carbon Footprint (CCF) dengan benar bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga strategi bisnis jangka panjang. CCF penting untuk menunjukkan tanggung jawab perusahaan terhadap iklim secara keseluruhan, PCF penting untuk memastikan produk diterima di pasar global. Dengan mengetahui keduanya, perusahaan bisa lebih percaya diri menavigasi era transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Jasa Hitung Emisi Scope 1 2 3 Sesuai Standar Internasional

Jasa Hitung Emisi Scope 1 2 3 Sesuai Standar Internasional

Jasa Hitung Emisi Scope 1 2 3
Sesuai Standar Internasional

Hitung Emisi Scope 1, 2, 3 menjadi langkah awal bagi perusahaan untuk memahami jejak karbonnya dan dampak lingkungan dari operasional perusahaan. Dengan menghitung emisi Gas Rumah Kaca (GRK), perusahaan dapat mengidentifikasi sumber emisi, merancang strategi pengurangan, dan mematuhi regulasi lingkungan yang semakin ketat. Di era kesadaran global terhadap perubahan iklim, transparansi dalam pengelolaan emisi meningkatkan kepercayaan dari investor, pelanggan, dan pemangku kepentingan lainnya.

Menurut laporan IPCC, peningkatan suhu global telah mencapai 1°C di atas level pra-industri, dan tanpa tindakan nyata, suhu dapat mencapai 1,5°C antara 2030 dan 2052. Indonesia, sebagai salah satu negara penandatangan Paris Agreement, berkomitmen mengurangi emisi sebesar 31,89% tanpa bantuan internasional dan 43,2% dengan dukungan internasional pada 2030. Dengan Hitung Emisi Scope 1, 2, 3, perusahaan Anda turut mendukung target nasional ini.

Memahami Emisi Scope 1, 2, dan 3

Hitung Emisi Scope 1, 2, 3 melibatkan pengelompokan emisi GRK berdasarkan sumbernya, sesuai dengan standar Greenhouse Gas Protocol (GHG Protocol). Berikut penjelasannya:

  • Scope 1: Emisi langsung dari aktivitas yang dimiliki atau dikendalikan perusahaan, seperti pembakaran bahan bakar di kendaraan perusahaan, emisi dari proses produksi, atau kebocoran refrigeran dari AC. Contoh: emisi dari genset di pabrik.
  • Scope 2: Emisi tidak langsung dari pembelian energi, terutama listrik, panas, atau uap yang digunakan perusahaan. Contoh: emisi dari pembangkit listrik yang menyediakan energi untuk kantor Anda.
  • Scope 3: Emisi tidak langsung lainnya dalam rantai nilai perusahaan, seperti transportasi bahan baku, perjalanan bisnis karyawan, atau penggunaan produk oleh konsumen. Scope 3 sering kali menjadi cakupan terbesar dan paling kompleks.

Memahami ketiga kategori ini memungkinkan perusahaan untuk mengukur dampak lingkungannya secara menyeluruh dan merancang strategi pengurangan yang efektif dan lebih terarah.

Standar Internasional untuk Hitung Emisi Scope 1, 2, 3

Proses hitung emisi scope 1 2 3 mengacu pada standar internasional yang diakui secara global, yaitu:

Greenhouse Gas Protocol (GHG Protocol)

Dikembangkan oleh World Resources Institute (WRI) dan World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), GHG Protocol adalah standar paling luas digunakan untuk mengukur dan melaporkan emisi GRK. Standar ini mencakup pedoman untuk menghitung emisi Scope 1, 2, dan 3, serta pelaporan yang transparan.

ISO 14064-1:2018

Standar ini memberikan panduan untuk organisasi dalam mengukur, memantau, dan melaporkan emisi GRK. ISO 14064-1 mendukung akuntabilitas dan verifikasi emisi, sering digunakan bersama GHG Protocol.

IPCC Guidelines for National GHG Inventories

Pedoman dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) ini memberikan metodologi untuk menghitung emisi di tingkat nasional dan organisasi, terutama untuk sektor industri dan energi.

Standar-standar ini memastikan bahwa perhitungan emisi Anda konsisten, transparan, dan dapat diverifikasi oleh pihak ketiga serta diterima secara global.

Panduan dan Peraturan di Indonesia

Di Indonesia panduan untuk hitung emisi scope 1 2 3 diatur oleh sejumlah regulasi yang mendukung komitmen nasional terhadap pengurangan emisi. Berikut adalah panduan dan peraturan terbaru:

  • Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi Emisi GRK: Regulasi ini mewajibkan perusahaan di sektor tertentu, seperti energi, manufaktur, dan transportasi, untuk melaporkan emisi GRK mereka secara berkala. Diperbarui pada 2025, peraturan ini menekankan penggunaan standar internasional seperti GHG Protocol dan ISO 14064-1.
  • Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon: Peraturan ini mengatur perdagangan karbon dan insentif bagi perusahaan yang mengurangi emisi, termasuk melalui penghitungan emisi Scope 1, 2, dan 3. Pada 2025, implementasi perdagangan karbon di Indonesia semakin aktif, didukung oleh Asosiasi Pedagang Karbon Indonesia.
  • Peta Jalan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia: Sebagai bagian dari Paris Agreement, untuk mencapai pengurangan emisi yang lebih ambisius, dengan fokus pada sektor energi, limbah, dan kehutanan.

Panduan ini mengacu pada GHG Protocol dan ISO 14064-1 untuk memastikan kepatuhan terhadap standar global dan lokal. Perusahaan dapat menggunakan alat kalkulator emisi GRK berbasis web seperti platform milik Actia Carbon, untuk melakukan perhitungan.

Hitung Emisi Scope 1 2 3 Sesuai Standar Internasional

Manfaat Hitung Emisi Scope 1 2 3 untuk Bisnis Anda

Melakukan hitung emisi scope 1 2 3 memberikan sejumlah manfaat bagi bisnis Anda, termasuk:

  1. Memenuhi kewajiban regulasi sesuai PermenLHK dan Perpres tentang Nilai Ekonomi Karbon, menghindari potensi sanksi.
  2. Laporan emisi yang transparan meningkatkan kepercayaan investor, terutama yang berfokus pada ESG (Environmental, Social, Governance).
  3. Mengidentifikasi sumber emisi membantu perusahaan mendapatkan strategi yang efektif untuk efisiensi konsumsi energi dan biaya operasional.
  4. Perusahaan yang peduli lingkungan lebih menarik bagi pelanggan dan mitra bisnis yang sadar keberlanjutan.
  5. Perusahaan dapat menunjukkan kontribusinya dan mendukung target net zero global pada 2050 sebagai komitmen nasional Indonesia.

Dengan Hitung Emisi Scope 1, 2, 3, Anda tidak hanya mematuhi regulasi, tetapi juga membangun bisnis yang lebih berkelanjutan dan kompetitif.

Hitung Emisi Scope 1 2 3 dengan Actia Carbon

  1. Konsultasi Awal: Diskusikan kebutuhan bisnis Anda dengan tim kami.
  2. Pengumpulan Data: Kami membantu mengumpulkan data aktivitas seperti konsumsi energi, bahan bakar, dan rantai pasok.
  3. Perhitungan Emisi: Menggunakan standar GHG Protocol dan alat modern untuk hasil yang akurat.
  4. Laporan dan Strategi: Dapatkan laporan emisi lengkap dan rekomendasi pengurangan emisi.

Hitung Emisi Scope 1, 2, 3 sekarang untuk memulai perjalanan menuju bisnis yang lebih berkelanjutan. Hubungi kami (klik di sini) atau email ke info@actiacarbon.com untuk mendapatkan konsultasi.

Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK)

Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK)

Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

REVOLUSI MANAGEMENT: Dari Kebingungan Carbon Menuju Keunggulan Kompetitif dalam 3 Hari

Bayangkan hari ini Senin pagi, direktur mengirim email: “Butuh laporan GHG untuk investor minggu depan. Tim belum siap. Kamu yang koordinasi.” Perut langsung mual. Lagi-lagi Anda yang jadi “sandwich manager” – dipencet atasan, dipencet bawahan. 

⚡ CERITA YANG TERLALU AKRAB BAGI MIDDLE MANAGER INDONESIA

Jam 7:30 pagi, WhatsApp grup perusahaan sudah ramai: 

  • CEO: “Carbon regulasi sudah di depan mata, siapa yang handle compliance?” 
  • CFO: “Biaya konsultan GHG mahal banget, ada solusi internal?” 
  • HRD: “Tim environment stress terus, butuh training yang bener” 

Dan guess what? Semua mata tertuju pada Anda. 

Menurut research terbaru, 71% middle manager Indonesia mengalami burnout karena tuntutan seperti ini. Anda bukan sendirian. Tapi bedanya, ada yang berhasil mengubah beban menjadi breakthrough – dan ada yang terus terjebak dalam lingkaran stress. 

💔 PAIN POINTS YANG MENGHANTUI MIDDLE MANAGER

Problem #1: Tersandung Antara Ekspektasi dan Realitas 

  • Atasan menuntut compliance carbon atau sustainability regulation, atau ESG, atau apapun di 2026 
  • Tim tidak punya keahlian GHG inventory 
  • Budget training terbatas, hasil harus maksimal 
  • Anda jadi “penghubung” yang selalu salah 

Problem #2: Ketergantungan Konsultan = Pemborosan 

  • Biaya konsultan GHG: Rp 100-200 juta per project 
  • Tidak ada transfer knowledge ke tim internal 
  • Setiap audit, bayar lagi – cash flow terkuras 
  • Tim tetap tidak mandiri 

Problem #3: Regulasi Mendekat, Persiapan Minim 

  • PP 98/2021 tentang carbon tax sudah disahkan 
  • Implementasi 2026 semakin dekat 
  • 75% perusahaan Indonesia masih menggunakan data faktor emisi default 
  • Penalty carbon tax: Rp 30/kg CO2e – untuk perusahaan besar bisa jutaan per bulan 

Problem #4: Tim Frustasi, Anda Tertekan 

  • Only 37% middle managers get proper training 
  • Tim environment overload tanpa skill memadai 
  • Anda jadi “firefighter” terus-menerus 
  • Burnout rate middle manager: 71% 

🌟 TRANSFORMATION STORY: DARI CHAOS KE CHAMPION

Kisah Klien Actia (Manufacturing Company) 

BEFORE: Januari 2024 

  • Environment Manager stress setiap ada permintaan data carbon 
  • Bergantung konsultan untuk semua laporan GHG 
  • Budget habis Rp 80 juta per tahun untuk konsultan 
  • Tim selalu panic saat ada audit 

AFTER: Setelah 3 Hari Training (Juni 2024) 

  • Tim internal bisa handle 100% GHG inventory sendiri 
  • Penghematan biaya konsultan: Rp 80 juta per tahun 
  • Energy cost reduction: Rp 23 juta dari efficiency improvements 
  • Ready for carbon project, carbon tax 2026 – bahkan bisa jadi competitive advantage 

Result: ROI 215% dalam 8 bulan 

🎯 SOLUSI KOMPREHENSIF: TRAINING GHG INVENTORY & REPORTING ISO 14064

MENGAPA TRAINING INI BERBEDA?

1. PRACTICAL, BUKAN TEORITIS

  • Gunakan data perusahaan Anda sendiri selama training 
  • Excel-based tools yang langsung bisa diimplementasi 
  • Mock audit simulation – experience real verification process 

2. INDUSTRY-SPECIFIC CUSTOMIZATION

  • Modul Kelapa Sawit: Land use change calculations 
  • Modul Manufaktur: Scope 2 emissions optimization 
  • Modul Transportasi: Fleet emissions management[previous conversation] 

3. COST-EFFECTIVE APPROACH

  • Tools mastery: GHG Calculator 
  • Template lengkap: Audit-ready documentation 
  • No additional software investment required 

📋 JADWAL TRAINING 3 HARI INTENSIF (9:00-16:00 WIB)

2-4 September 2025

21-23 Oktober 2025

HARI 1: FOUNDATION & FRAMEWORK MASTERY 

Waktu 

Sesi 

Unique Value 

08:30-09:00 

Opening dan pre-test 

 

09:00-10:30 

Climate Change & Business Urgency 

Indonesian regulation focus (PP 98/2021) 

10:45-12:00 

ISO 14064 Standards Deep Dive 

Comparison with GHG Protocol 

13:00-14:00 

GHG Accounting Principles 

Interactive workshop + quiz 

14:00-15:00 

Organizational Boundaries 

Real company data mapping 

15:00-16:30 

Scope 1 & 2 Emissions 

Customized calculation practice 

 

HARI 2: QUANTIFICATION & CALCULATION EXCELLENCE 

Waktu 

Sesi 

Breakthrough Feature 

09:00-10:30 

Scope 1 & 2 Emissions 

Free tools utilization 

10:45-12:00 

Scope 3 Value Chain 

Indonesia-specific emission factors 

13:00-14:00 

Data Collection & Quality 

Excel template development 

14:00-15:00 

Calculation Methods 

Live calculation with real data 

15:00-16:30 

GHG Reporting Excellence 

Industry-standard templates 

HARI 3: REPORTING & VERIFICATION MASTERY 

Waktu 

Sesi 

Game-Changing Output 

08:30-10:00 

Verification Simulation 

Industry-standard templates 

10:15-12:00 

Verification Simulation 

Mock audit with real auditor 

13:00-15:00 

Carbon Reduction Roadmap 

Individual strategy for your company 

15:00-16:00 

Net Zero Pathways 

2060 Indonesia target alignment 

16:00-16:30 

Final Presentation 

Peer review & feedback 

💎 5 KEUNIKAN EKSKLUSIF YANG TIDAK DITEMUKAN DI TEMPAT LAIN

1. Mock Audit Simulation dengan Real Auditor

  • First in Indonesia: Realistic verification experience 
  • Anxiety-free audit: Tim siap 100% saat auditor datang 
  • Document readiness: Complete audit trail preparation 

2. Indonesia-Specific Emission Factors Database

  • Akurasi tinggi: Data lokal, bukan IPCC default 
  • Sector customization: Kelapa sawit, manufaktur, transportasi 
  • Regulatory alignment: Sesuai PP 98/2021 requirements

3. Free Tools Mastery Program

  • Zero additional cost: Excel-based solutions 
  • Professional grade: GHG Protocol Calculator expertise 
  • Lifetime access: Tools yang terus bisa digunakan

4. Industry-Specific Learning Tracks

  • Kelapa Sawit: Land use change calculations[previous conversation] 
  • Manufaktur: Energy efficiency focus 
  • SME Adaptation: Simplified approach for smaller companies 
  • Other sectors

5. Complete Implementation Support

  • 30-day mentoring: Post-training guidance 
  • Alumni network: Continuous learning community 
  • Template updates: Evolving with regulation changes 

⚠️ URGENCY ALERT: CARBON TAX 2026 COUNTDOWN 

TIMELINE YANG TIDAK BISA DITUNDA: 

  • 2025: Mandatory GHG reporting untuk listed companies 
  • 2026: Carbon tax implementation – Rp 30/kg CO2e 
  • 2027: Expanded coverage untuk large enterprises 

COST OF DELAY: 

  • Penalty carbon tax: Mulai Rp 30/kg CO2e (akan naik bertahap)  
  • Consultant dependency: Rp 100-150 juta per project, berulang terus 
  • Competitive disadvantage: Pesaing yang siap lebih unggul 
  • Investor scrutiny: ESG rating rendah = akses funding terbatas 

OPPORTUNITY COST: 

  • Energy savings: Rp 15-25 juta per tahun hilang 
  • Carbon credits: Rp 8-12 juta revenue potential terlewat 
  • Market positioning: First-mover advantage ke competitor 

💰 INVESTASI & ROI CALCULATION

TOTAL INVESTMENT: 

Komponen 

Individual 

Group 3+ 

Corporate 8+ 

Training Fee 

Rp 9.500.000 

Rp 8.000.000 

Rp 7.000.000 

Materials & Tools 

Included 

Included 

Included 

30-Day Mentoring 

Included 

Included 

Included 

Certificate 

Included 

Included 

Included 

PROJECTED ROI (12 Bulan): 

Benefit Category 

Conservative 

Realistic 

Optimistic 

Consultant Cost Savings 

Rp 40 juta 

Rp 60 juta 

Rp 80 juta 

Energy Cost Reduction 

Rp 15 juta 

Rp 20 juta 

Rp 25 juta 

Compliance Penalty Avoidance 

Rp 10 juta 

Rp 15 juta 

Rp 20 juta 

Carbon Credits Revenue 

Rp 5 juta 

Rp 8 juta 

Rp 12 juta 

TOTAL BENEFITS 

Rp 70 juta 

Rp 103 juta 

Rp 137 juta 

ROI 

637% 

987% 

1,342% 

❓ FAQ - PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN

Q: Tim saya background mixed – teknik, finance, operations. Cocok ikut training ini? 

A: Malah perfect! 70% peserta kami berbackground mixed. Training dirancang multi-disciplinary. Justru diversity ini yang bikin implementation lebih efektif karena semua aspek business terakomodasi. 

Q: Berapa lama bisa lihat ROI real? 

A: Average 6-8 bulan. Fastest case: 4 bulan untuk energy efficiency savings. Consultant cost savings langsung terasa bulan pertama. Carbon credits revenue mulai bulan 12-18. 

Q: Kalau gagal implement atau ROI tidak tercapai? 

A: Money-back guarantee jika dalam 12 bulan tidak ada measurable ROI minimal 200%. Syarat: mengikuti implementation guidelines dan menggunakan tools yang diberikan. 

Q: Apakah bisa customize untuk industry kami? 

A: Ya! Kami bisa menyediakan modul khusus untuk sektor perusahaan anda. Untuk corporate training (8+ peserta), bisa full customization dengan case study dari perusahaan Anda. 

Q: Tools yang dipelajari compatible dengan system kami? 

A: 95% compatible karena fokus pada Excel-based solutions. Pre-training consultation untuk memastikan integration seamless dengan existing system. 

Q: Bagaimana dengan update regulasi yang terus berubah? 

A: Alumni network dapat update quarterly. Template dan tools di-update sesuai perubahan regulasi.  

🚨 LIMITED AVAILABILITY - ACTION REQUIRED

EARLY BIRD DISCOUNT (BERAKHIR 15 HARI LAGI) 

  • Individual: Rp 12.500.000 Rp 9.500.000 (Save Rp 3 juta) 
  • Group 5+: Rp 10.000.000 Rp 8.000.000/peserta (Save Rp 10 juta total) 
  • Corporate 10+: Rp 7.000.000/peserta + full customization 

SEATING TERBATAS (Karena Hands-On Approach): 

  • Batch 2-4 September 2025: 12 seats 
  • Batch 21-23 Oktober 2025: 12 seats 

Mengapa Limited? Hands-on approach membutuhkan instructor:participant ratio 1:4 untuk optimal learning experience dan personal attention. 

🎁 EXCLUSIVE BONUSES (SENILAI RP 20 JUTA)

Bonus 1: Complete GHG Management System 

  • Value: Rp 8 juta 
  • Excel-based GHG inventory system 
  • Automated calculation templates 
  • Monthly/quarterly reporting formats 

Bonus 2: Audit-Ready Documentation Kit 

  • Value: Rp 5 juta 
  • Verification templates 
  • Compliance checklist PP 98/2021

Bonus 3: 12-Month Alumni Access 

  • Value: Rp 4 juta 
  • Monthly regulation updates 
  • Best practice sharing sessions 
  • Expert Q&A webinars 

🔥 JANGAN BIARKAN MOMENT INI BERLALU

REMEMBER: SETIAP HARI DELAY = MONEY LOST 

  • Rp 1-2 juta potential savings hilang per hari 
  • Rp 30-50 juta consultant cost per project yang berulang 
  • Competitive disadvantage yang semakin besar 
  • Penalty risk yang semakin dekat 

YOUR CHOICE TODAY DETERMINES YOUR POSITION 2026: 

  • Act now = Strategic leader ready for carbon economy 
  • Wait & see = Reactive follower yang bayar premium later 

Tim Anda menunggu solution dari Anda. 
Atasan Anda menunggu action plan dari Anda. 
Investor menunggu compliance readiness dari Anda. 

🚀 AMBIL ACTION SEKARANG! 3 LANGKAH MUDAH - PELATIHAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA

OPSI 1: SECURE SEAT HARI INI 

OPSI 2: FREE DISCOVERY CALL 

  • Book 30-menit consultation untuk assess kebutuhan tim (jika in-house training) 
  • Customization discussion untuk maximum relevance 

OPSI 3: CORPORATE PROPOSAL 

  • Kirim company profile ke info@actiacarbon.com 
  • Terima proposal customized dalam 48 jam 
  • Schedule presentation untuk leadership team 

Transform your team. Transform your career. Transform your company’s future. 

The time is NOW. The opportunity is HERE. The decision is YOURS. 

P.S. Batch berikutnya baru Q4 2025 dengan harga normal Rp 15 juta. Early bird opportunity tidak akan terulang tahun ini. 

Pelatihan Penentuan Program Reduksi GRK (Gas Rumah Kaca)

Pelatihan Penentuan Program Reduksi GRK (Gas Rumah Kaca)

Pelatihan Penentuan Program Reduksi GRK

Bagaimana Menentukan Program Reduksi GRK yang Efektif untuk Masa Depan Bisnis Anda?

Penentuan program reduksi GRK saat ini menjadi langkah penting bagi bisnis dan industri di Indonesia untuk mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca.  Komitmen pemerintah dalam Perjanjian Paris, yaitu target penurunan emisi GRK pada tahun 2030 sebesar 29% dengan upaya sendiri dan hingga 41% dengan dukungan internasional. Di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim, berbagai sektor dituntut untuk menerapkan strategi yang mendukung pembangunan berkelanjutan, mematuhi regulasi, dan juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Namun, pertanyaannya adalah, program reduksi GRK seperti apa yang paling sesuai dan efektif untuk operasional spesifik perusahaan Anda?

Perubahan Iklim Memengaruhi Berbagai Sektor

Perubahan iklim telah menjadi isu global yang memengaruhi berbagai sektor, mulai dari pertanian hingga energi. Gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O) menjadi penyebab utama pemanasan global. Berdasarkan data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), konsentrasi GRK di atmosfer terus meningkat sejak pertengahan abad ke-20, menyebabkan kenaikan suhu global hingga 1,5-4,5°C jika tidak ada tindakan mitigasi. Di Indonesia, sektor kehutanan dan energi menyumbang sekitar 60% dan 36% emisi GRK.  

Mengapa Penentuan Program Reduksi GRK Penting?

Menentukan program reduksi GRK yang tepat akan menjadi langkah strategis bagi perusahaan untuk mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan citra perusahaan. Tekanan dari berbagai pihak, konsumen yang semakin sadar lingkungan, investor yang fokus pada ESG (Environmental, Social, and Governance), serta regulasi pemerintah yang semakin ketat, membuat pengelolaan emisi Gas Rumah Kaca menjadi bagian penting dari tata kelola perusahaan yang baik. Sebuah program reduksi GRK yang efektif memberikan road map menuju bisnis yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, sekaligus memitigasi risiko finansial terkait biaya karbon di masa depan.

Kebijakan untuk Program Reduksi GRK (Gas Rumah Kaca)

Sebelum menyusun strategi, penting memahami landasan kebijakan yang berlaku. Di Indonesia, komitmen penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari Perjanjian Paris yang telah diratifikasi ke dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Komitmen ini diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Kebijakan ini menjadi acuan bagi sektor-sektor prioritas, seperti energi, kehutanan, industri, dan transportasi, untuk menyusun program reduksi GRK sektoral.

Langkah Awal: Mengukur Jejak Karbon dengan Akurat

Bagaimana cara mengurangi sesuatu jika belum diukur? Tahap awal dalam program reduksi GRK adalah menghitung jejak karbon perusahaan atau industri Anda secara akurat dan konsisten. Dua standar global yang paling banyak diadopsi adalah:

  1. SNI ISO 14064-2: Standar Nasional Indonesia yang mengadopsi ISO 14064-2 ini memberikan spesifikasi khusus untuk pengkuantifikasian, pemantauan, dan pelaporan pengurangan emisi atau peningkatan penghilangan GRK pada tingkat proyek.
  2. GHG Protocol Corporate Standard & Project Protocol: Kerangka kerja global yang paling luas digunakan untuk menghitung dan melaporkan emisi GRK tingkat perusahaan maupun proyek spesifik. Protokol ini mendefinisikan cakupan emisi (Scope 1, 2, dan 3) secara jelas.

Apa Tujuan Program Reduksi Gas Rumah Kaca Anda?

Pemilihan metodologi perhitungan yang tepat bergantung pada tujuan program reduksi GRK Anda. Apakah untuk pelaporan internal, pemenuhan regulasi, atau persiapan memasuki pasar karbon? Karena keakuratan data inventaris GRK inilah yang akan menjadi dasar untuk menentukan target reduksi yang sesuai dan mengidentifikasi peluang pengurangan yang paling efektif.

Penentuan Program Reduksi GRK

Mengidentifikasi Peluang Reduksi dan Menyusun Strategi

Setelah memiliki baseline emisi yang kuat, langkah selanjutnya dalam program reduksi GRK adalah menganalisis sumber emisi utama Anda. Di mana emisi terbesar dihasilkan? Proses atau aktivitas apa yang paling intensif karbon? Analisis ini akan mengungkap area prioritas untuk intervensi. Peluang reduksi GRK umumnya bisa dikelompokkan menjadi:

  1. Efisiensi Energi: Mengoptimalkan penggunaan energi di fasilitas, mesin, dan proses. Contoh: pergantian lampu LED, optimalisasi sistem HVAC, penggunaan motor listrik efisiensi tinggi.
  2. Peralihan ke Energi Terbarukan: Memanfaatkan sumber energi bersih seperti surya, angin, panas bumi, atau biomassa berkelanjutan, baik melalui pembangkit sendiri (on-site) maupun pembelian melalui skema Renewable Energy Certificate (REC) atau Power Purchase Agreement (PPA) hijau.
  3. Optimasi Proses dan Bahan Baku: Mengurangi limbah proses, menggunakan bahan baku daur ulang atau rendah karbon, meningkatkan efisiensi material.
  4. Manajemen Logistik: Mengoptimalkan rute distribusi, meningkatkan muatan angkutan, beralih ke moda transportasi rendah emisi, atau mempromosikan kerja jarak jauh.
  5. Penghijauan dan Penyerapan Karbon: Melakukan penanaman pohon atau mendukung proyek berbasis alam (Nature-Based Solutions/NbS) yang mampu menyerap karbon, meskipun ini biasanya bersifat kompensasi setelah upaya reduksi maksimal dilakukan.

Strategi program reduksi GRK harus realistis, terukur, memiliki target waktu yang jelas, dan dialokasikan sumber dayanya. Setiap inisiatif perlu memiliki indikator kinerja utama (KPI) untuk memantau kemajuan.

Memasuki Pasar Karbon: Skema dan Metodologi yang Diakui

Bagi bisnis yang ingin mendaftarkan upaya reduksinya untuk mendapatkan kredit karbon, memahami skema pasar karbon sangat penting. Skema seperti Verra (VCS – Verified Carbon Standard), Gold Standard, atau skema nasional (misalnya yang sedang dikembangkan di Indonesia) memiliki daftar metodologi spesifik yang telah disetujui. Metodologi ini adalah aturan terperinci tentang bagaimana jenis proyek tertentu (misalnya, proyek energi terbarukan, penanaman pohon, penggantian bahan bakar) harus diukur, dimonitor, dan diverifikasi untuk menghasilkan unit kredit yang valid.

Pentingnya memilih metodologi yang sudah di-approve oleh skema kredit karbon target Anda sebelum proyek dimulai. Hal ini memastikan bahwa upaya reduksi GRK Anda memenuhi kriteria kelayakan dan dapat menghasilkan kredit karbon yang dapat diperdagangkan. Ini menjadi aspek teknis penting dalam program reduksi GRK yang menargetkan insentif finansial.

Tantangan dalam Penentuan Program Reduksi GRK

Meski penting, penentuan program reduksi GRK tidak lepas dari tantangan. Biaya awal untuk teknologi rendah karbon atau pengukuran emisi bisa menjadi hambatan, terutama bagi usaha kecil dan menengah. Selain itu, kurangnya tenaga ahli dalam pengelolaan emisi juga dapat memperlambat implementasi. Untuk mengatasi ini, perusahaan dapat mengikuti pelatihan khusus, seperti pelatohan penentuan program reduksi GRK yang ditawarkan oleh Actia.

Pelatihan Penentuan Program Reduksi GRK bersama Actia

Memahami kompleksitas perhitungan emisi GRK, standar yang berlaku, identifikasi peluang reduksi, hingga persiapan memasuki skema kredit karbon memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus.

Actia membuka pelatihan untuk membantu perusahaan dalam penentuan program reduksi GRK. Pelatihan ini dirancang untuk membantu perusahaan memahami tentang identifikasi emisi, perhitungan baseline, strategi mitigasi, hingga proses verifikasi sesuai standar internasional. Menggunakan pendekatan praktis dan berbasis kebutuhan industri, Actia siap mendampingi bisnis Anda menuju keberlanjutan yang lebih baik.

Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut!

Tanggal: 5-6 Agustus 2025
Biaya: Rp 6.000.000

Tips Praktis untuk Memulai dari Sekarang

Bagi perusahaan yang baru memulai, berikut beberapa langkah sederhana:

  • Kurangi penggunaan bahan bakar fosil dengan beralih ke transportasi publik atau kendaraan listrik.
  • Gunakan pupuk organik di sektor pertanian untuk menekan emisi dinitrogen oksida.
  • Edukasi karyawan tentang pentingnya hemat energi dalam aktivitas sehari-hari.
Inventarisasi Gas Rumah Kaca: Kunci Pembangunan Rendah Karbon

Inventarisasi Gas Rumah Kaca: Kunci Pembangunan Rendah Karbon

Kunci Pembangunan Rendah Karbon

Gas Rumah Kaca

Perubahan iklim adalah tantangan global terbesar di abad ini, dan inventarisasi Green House Gas (GHG) menjadi langkah pertama yang krusial untuk menanganinya. Meskipun keberadaannya secara alami penting untuk menjaga suhu Bumi tetap stabil, peningkatan kadar gas rumah kaca akibat aktivitas manusia telah memicu berbagai krisis lingkungan, mulai dari pemanasan global hingga cuaca ekstrem. Dengan memahami seberapa besar emisi yang dihasilkan oleh suatu negara, wilayah, atau sektor, pengambil kebijakan dan praktisi lingkungan dapat merancang strategi mitigasi yang tepat sasaran. Inventarisasi gas rumah kaca (GHG inventory) kini menjadi instrumen utama dalam strategi nasional dan global untuk menghadapi perubahan iklim termasuk Nationally Determined Contributions (NDC), skema karbon, dan kebijakan energi nasional. Sekarang ini inventarisasi gas rumah kaca bukan hanya untuk memenuhi target Net Zero Emissions saja, tetapi juga untuk membuktikan kredibilitas dan tanggung jawab lingkungan perusahaan dan pemerintah.

Lalu Apa Itu Gas Rumah Kaca (Greenhouse Gases)?

Gas Rumah Kaca adalah kelompok gas yang memiliki kemampuan untuk menangkap panas di atmosfer bumi. Proses ini dikenal dengan nama efek rumah kaca, yaitu sebuah mekanisme alami yang sangat penting untuk menjaga bumi tetap hangat dan mendukung kehidupan seperti yang kita kenal saat ini. Tanpa keberadaan efek rumah kaca, suhu bumi akan terlalu dingin untuk menopang kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, aktivitas manusia telah mempercepat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini terutama disebabkan oleh:

  • Pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam) untuk energi dan transportasi
  • Kegiatan industri dan manufaktur yang menghasilkan gas buangan
  • Pertanian dan peternakan intensif, yang menghasilkan gas metana dan dinitrogen oksida
  • Penggundulan hutan (deforestasi), yang mengurangi kemampuan alam menyerap karbon

Akibat dari peningkatan ini, bumi mengalami pemanasan yang tidak wajar atau yang dikenal sebagai pemanasan global. Suhu rata-rata permukaan bumi terus meningkat, yang kemudian menyebabkan berbagai dampak serius terhadap lingkungan, antara lain:

  • Pencairan es di kutub dan gletser
  • Naiknya permukaan air laut
  • Perubahan pola cuaca ekstrim (banjir, kekeringan, badai)
  • Gangguan pada ekosistem dan keanekaragaman hayati

Jenis-jenis Gas Rumah Kaca Utama

Berdasarkan IPCC AR5 ada beberapa jenis gas rumah kaca yang paling sering diukur dan dilaporkan, yaitu:

Jenis Gas

Sumber Utama

Potensi Pemanasan Global (GWP)

Karbon dioksida (CO₂)

Pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi

1 kali

Metana (CH₄)

Pertanian (ternak), tempat pembuangan sampah, tambang

25–28 kali lebih kuat dari CO₂

Dinitrogen oksida (N₂O)

Pemupukan lahan pertanian, pembakaran biomassa

265–298 kali lebih kuat dari CO₂

Gas fluorinated (HFCs, PFCs, SF₆)

Industri pendinginan, semikonduktor, listrik tegangan tinggi

Ribuan kali lebih kuat dari CO₂

 

Setiap jenis gas rumah kaca memiliki tingkat potensi pemanasan global yang berbeda-beda. Ukuran ini dikenal sebagai Global Warming Potential (GWP), yaitu cara untuk membandingkan seberapa besar kemampuan suatu gas dalam menjebak panas di atmosfer dibandingkan dengan karbon dioksida (CO₂). GWP dihitung berdasarkan seberapa banyak energi panas yang bisa diserap oleh satu ton gas tersebut dalam jangka waktu tertentu, biasanya 100 tahun. Semakin tinggi nilai GWP suatu gas, maka semakin besar pula dampaknya terhadap pemanasan global. Artinya, meskipun suatu gas mungkin jumlahnya lebih sedikit, jika nilai GWP-nya tinggi, ia tetap memberi kontribusi besar terhadap pemanasan Bumi.

Pemahaman tentang gas rumah kaca sangat penting, terutama dalam konteks perubahan iklim yang semakin nyata. Pengukuran dan pengelolaan emisi GRK menjadi langkah awal untuk:

  • Merancang strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim

Dengan menghitung GHG kita bisa merancang strategi yang lebih tepat guna menurunkan emisi, seperti melalui efisiensi energi, penggunaan energi terbarukan, dan perlindungan ekosistem hutan. Tanpa data emisi yang akurat, strategi tersebut sulit dijalankan secara efektif dan berkelanjutan

  • Memenuhi kewajiban pelaporan lingkungan perusahaan

Perhitungan GHG juga menjadi bagian penting dalam memenuhi berbagai kewajiban pelaporan lingkungan. Program seperti PROPER, ESG, ISO 14064, serta sustainability report, semuanya mendorong perusahaan untuk menghitung dan melaporkan jejak karbonnya. Praktik ini tidak hanya meningkatkan transparansi dan reputasi perusahaan, tetapi juga membantu dalam pengambilan keputusan Perusahaan

Perhitungan GHG mendukung pencapaian target nasional dan global dalam agenda perubahan iklim. Indonesia, misalnya, telah menetapkan komitmen untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060, yaitu kondisi di mana emisi GRK yang dihasilkan seimbang dengan yang diserap kembali oleh alam. Komitmen ini sejalan dengan kesepakatan internasional seperti Paris Agreement dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Inventarisasi GRK dilakukan dengan pendekatan berdasarkan cakupan sumber emisi (Scope) sebagai berikut:

  • Scope 1 : Emisi langsung dari aktivitas yang dikendalikan oleh organisasi, seperti penggunaan bahan bakar di kendaraan operasional atau proses pembakaran di pabrik.
  • Scope 2 : Emisi tidak langsung dari penggunaan energi yang dibeli, terutama listrik dan panas.
  • Scope 3 : Emisi tidak langsung lainnya dari seluruh rantai pasok, misalnya emisi dari pengangkutan barang, aktivitas karyawan, atau produk yang digunakan oleh pelanggan.

Dengan memahami pembagian ini, perusahaan dapat mengidentifikasi peluang efisiensi dan pengurangan emisi secara lebih menyeluruh

Contoh Sederhana

Misalnya, untuk menghitung emisi scope 2 dari pabrik tebu yang menggunakan sumber listrik dari PLN.

  • Konsumsi listrik: 500.000 kWh per tahun
  • Faktor emisi listrik dari PLN (Indonesia): 0,829 kg CO₂e/kWh
    (sumber: Kementerian LHK, Faktor Emisi Grid Nasional 2022)

Emisi COe     = Konsumsi listrik (kWh) × Faktor emisi (kg CO₂e/kWh)

= 500.000 kWh × 0,829 kg CO₂e/kWh = 414.500 kg CO₂e

atau setara dengan 414,5 ton CO₂e per tahun

Kenapa Pilih Actia

Kami memiliki pengalaman dalam melakukan perhitungan emisi GRK scope 1, 2 dan 3 dengan pendekatan berbasis IPCC Guidelines

Kami memahami kerangka kerja internasional seperti REDD+, NDCs, dan hubungannya dengan inventarisasi GRK dan strategi mitigasi adaptasi perubahan iklim

Kami telah membantu berbagai perusahaan kecil dan menengah menyusun pelaporan emisi GRK, limbah, dan air yang sesuai standar global seperti GHG Protocol, CSRD/ESRS

Kami ahli dalam mengubah bahasa regulasi yang kompleks menjadi petunjuk sederhana, praktis, dan mudah dipahami baik untuk penggunaan di tingkat kantor pusat (HQ) maupun di level operasional (site level)

Ingin mengetahui jejak karbon perusahaan Anda?

Hubungi kami untuk berkonsultasi teknis dan pelatihan inventarisasi GRK yang sesuai standar. Kami menyediakan layanan perhitungan dan pelaporan emisi GRK Scope 1, 2, dan 3 sesuai dengan pedoman internasional seperti GHG Protocol dan IPCC Guidelines. Konsultasi gratis! Jangan ragu untuk menghubungi kami.

Memahami Carbon Stock Assessment

Memahami Carbon Stock Assessment

Memahami Carbon Stock Assessment

Langkah Penting dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Carbon Stock Assessment

Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia saat ini. Salah satu penyebab utamanya adalah meningkatnya konsentrasi karbon dioksida (CO₂) di atmosfer, yang berasal dari aktivitas manusia seperti deforestasi, pembakaran bahan bakar fosil, dan perubahan penggunaan lahan. Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, kita perlu mengetahui berapa banyak karbon yang tersimpan di alam, khususnya di hutan, lahan gambut, dan tanah. Inilah yang disebut dengan penilaian stok karbon (carbon stock assessment).

Apa Itu Stok Karbon (Carbon Stock) ?

Stok karbon (carbon stock) merujuk pada jumlah karbon yang tersimpan dalam suatu system khususnya vegetasi dan tanah. Konsep stok karbon sangat penting dalam konteks perubahan iklim, karena karbon yang tersimpan tidak berkontribusi terhadap penumpukan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, selama tidak dilepaskan kembali. Di alam, karbon tersimpan dalam berbagai bentuk seperti:

  • Biomassa hidup: pohon, semak, tanaman.
  • Biomassa mati: kayu mati, serasah, dan sampah organik.
  • Tanah: terutama tanah organik seperti gambut.
  • Kayu produk jangka panjang: seperti mebel atau konstruksi bangunan.

Karbon dalam ekosistem hutan, misalnya, sangat penting karena pohon menyerap karbon dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menyimpannya selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Sebuah hutan tropis primer bisa menyimpan lebih dari 200 ton karbon per hektar hanya dari biomassa hidup. Jika hutan ini ditebang atau dibakar, maka karbon tersebut akan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai CO₂, meningkatkan emisi dan memperparah efek rumah kaca.

Apa Itu Carbon Stock Assessment ?

Carbon stock assessment adalah proses mengukur atau menghitung jumlah karbon yang tersimpan dalam suatu lahan atau ekosistem. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui berapa banyak karbon yang telah diserap dan tersimpan, serta potensi pelepasannya jika ekosistem terganggu. Penilaian ini biasanya dilakukan untuk:

  • Mengetahui seberapa besar potensi suatu ekosistem menyimpan karbon.
  • Menilai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap cadangan karbon.
  • Merancang proyek konservasi, restorasi, atau perdagangan karbon.
  • Mendukung kebijakan mitigasi perubahan iklim.

Kenapa Harus Actia?

Kami menawarkan solusi untuk mengatasi tantangan ini bagi para pelaku usaha dan praktisi  serta para peneliti yang berkaitan dengan carbon assesment, yaitu:

  • 1. Berpengalaman
    Kami memiliki pengalaman dalam melakukan carbon stock assessment untuk berbagai tipe ekosistem, termasuk hutan mangrove dengan pendekatan berbasis IPCC Guidelines
  • 2. Familiar dengan Rumus-rumus IPPC
    Kami sangat familiar dengan rumus-rumus IPCC untuk estimasi biomassa, stok karbon, serta mampu mengaplikasikannya baik secara manual maupun dengan berbagai perangkat lunak pengolahan data.
  • 3. Memahami Kerangka Kera Internasional
    Kami memahami kerangka kerja internasional seperti REDD+, NDCs, dan hubungannya dengan Carbon Stock Assesment
  • 4. Profesional, Komunikatif, Kolboratif, Efektif
    Kami memiliki kemampuan untuk menyusun laporan secara profesional, didukung oleh komunikasi yang efektif dan kolaborasi yang solid oleh tim, serta berkomitmen untuk menyelesaikan proyek secara tepat waktu dan berkualitas.

Penilaian stok karbon merupakan bagian penting dari upaya global untuk melawan perubahan iklim. Dengan mengetahui berapa banyak karbon yang tersimpan di suatu wilayah, kita bisa melindungi ekosistem tersebut dan merancang strategi yang efektif untuk mengurangi emisi karbon. Masyarakat, pemerintah, akademisi, dan sektor swasta semua memiliki peran dalam mendukung kegiatan ini, demi keberlanjutan bumi kita.

Ada Pertanyaan ? Hubungi Tim

Seagrass Lebih dari Sekadar Hamparan Hijau di Bawah Laut – Mengunci CO2

Seagrass Lebih dari Sekadar Hamparan Hijau di Bawah Laut – Mengunci CO2

Ketika kita membayangkan ekosistem laut yang kaya dan penting, sering kali benak kita langsung tertuju pada terumbu karang yang berwarna-warni atau hutan mangrove yang rimbun di tepi pantai. Namun, tahukah Anda bahwa di perairan dangkal, tersembunyi sebuah ekosistem lain yang tak kalah penting bagi kehidupan laut dan bahkan bagi keberlangsungan planet kita? Ekosistem ini adalah padang lamun (seagrass), hamparan tumbuhan berbunga (angiosperma) yang hidup sepenuhnya terendam di dalam air laut.

Meskipun mungkin kurang familiar di telinga sebagian besar orang dibandingkan dengan terumbu karang dan mangrove, padang lamun memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan lingkungan pesisir dan laut. Keberadaannya bukan hanya mempercantik pemandangan bawah laut dengan hijaunya dedaunan yang melambai tertiup arus, tetapi juga menyimpan segudang manfaat ekologis dan ekonomis yang patut untuk kita pahami dan lestarikan.

Seagrass Mengunci CO₂

Salah satu hal istimewa tentang seagrass atau padang lamun adalah kemampuannya “menelan” dan menyimpan karbon dioksida (CO₂), gas rumah kaca yang mampu membuat suhu bumi meningkat. Sama seperti pohon-pohon di darat, daun lamun melakukan fotosintesis, menghasilkan oksigen yang dibutuhkan makhluk laut dan menyerap CO₂ dari udara dan air di sekitarnya. Tapi, ada yang lebih istimewa lagi! Karbon yang sudah diserap ini tidak hanya disimpan di tubuh tumbuhan lamun, tapi juga “dikunci” dengan aman di dalam lapisan lumpur di bawahnya.

Padang lamun dikenal sebagai salah satu ekosistem pesisir dengan kemampuan penyimpanan karbon yang sangat efisien, bahkan melebihi hutan daratan per satuan luas. Karbon yang tersimpan dalam sedimen padang lamun dapat terakumulasi selama ribuan tahun dan tidak mudah dilepaskan kembali ke atmosfer. Dengan demikian, padang lamun berperan sebagai “penyerap karbon biru” (blue carbon sink) yang sangat penting dalam mitigasi perubahan iklim global.

Bahaya Merusak Padang Lamun (Seagrass)

Ketika padang lamun mengalami kerusakan atau degradasi akibat aktivitas manusia seperti reklamasi, polusi, atau penangkapan ikan yang merusak, karbon yang tersimpan dalam sedimen dapat terlepas kembali ke atmosfer dalam bentuk CO₂ atau metana, yang memiliki potensi pemanasan global yang jauh lebih tinggi daripada CO₂. Oleh karena itu, perlindungan dan restorasi padang lamun menjadi sangat penting tidak hanya untuk kesehatan ekosistem laut, tetapi juga untuk upaya global dalam memerangi perubahan iklim.

Mengapa Popularitas Padang Lamun (Seagrass) Tertinggal?

Meskipun memiliki peran ekologis yang sangat penting, istilah “padang lamun” dan kesadaran akan keberadaannya masih kurang populer dibandingkan dengan “terumbu karang” dan “mangrove”.

Dari segi visibilitas, keindahan visual terumbu karang dengan warna-warni biota lautnya serta ciri khas akar tunjang mangrove yang menjulang jelas berbeda dengan padang lamun yang seringkali tampak sederhana seperti hamparan rumput laut dari permukaan. Selain itu, informasi mengenai signifikansi dan beragam fungsi padang lamun belum tersebar luas di masyarakat, di mana fokus konservasi dan penelitian cenderung lebih tertuju pada terumbu karang dan mangrove yang dianggap lebih ikonik.

Aspek aksesibilitas juga berperan, di mana pariwisata bahari lebih terpusat pada aktivitas di sekitar terumbu karang, sementara mangrove mulai dikembangkan untuk ekowisata, meninggalkan padang lamun dengan daya tarik wisata langsung yang relatif kurang. Terakhir, penamaan “lamun” mungkin kurang menarik atau asing dibandingkan istilah “karang” dan “mangrove” yang lebih familiar dan memiliki konotasi keindahan atau kekuatan alam.

Seagrass Mencegah Eutrofikasi

Padang lamun memiliki beragam fungsi penting bagi ekosistem pesisir dan laut. Sebagai produsen utama, tumbuhan lamun melakukan fotosintesis, menghasilkan oksigen serta menjadi sumber makanan bagi berbagai herbivora laut seperti dugong, penyu, dan beberapa jenis ikan. Hamparan daunnya yang lebat juga menyediakan habitat dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai biota laut, terutama bagi anak-anak ikan, udang, kepiting, dan invertebrata lainnya, menjadikannya area pembesaran penting bagi banyak spesies. Selain itu, sistem akar dan rizoma padang lamun yang padat berperan dalam menstabilkan sedimen di dasar laut, mencegah erosi dan sedimentasi berlebihan, serta meredam energi gelombang dan arus, melindungi garis pantai dari abrasi.

Lebih lanjut, padang lamun mampu menyerap kelebihan nutrien dan polutan dari air, membantu menjaga kualitas air laut dan mencegah eutrofikasi. Keberadaannya juga mendukung keanekaragaman hayati dengan menciptakan lingkungan yang kompleks dan beragam, seringkali berinteraksi dengan ekosistem penting lainnya seperti terumbu karang dan mangrove. Kesadaran akan pentingnya fungsi-fungsi ini diharapkan dapat meningkatkan upaya pelestarian padang lamun, yang merupakan investasi penting bagi kesehatan laut dan masa depan planet kita.

Strategi Blue Carbon Mencapai Target Netral Karbon 2050 dan Kontribusi terhadap NDC

Strategi Blue Carbon Mencapai Target Netral Karbon 2050 dan Kontribusi terhadap NDC

NDC dalam Paris Agreement pada tahun 2015, dunia berpacu untuk menekan laju kenaikan suhu bumi. Awalnya, target yang ditetapkan adalah menjaga kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi tidak lebih dari 2 derajat Celcius. Namun, studi dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa target tersebut tidak cukup. Untuk meminimalkan risiko dan biaya yang ditimbulkan, kenaikan suhu harus ditekan hingga maksimal 1,5 derajat Celcius. Laporan terbaru IPCC pada tahun 2022 semakin mempertegas urgensi ini, memaksa dunia untuk beralih dari skenario 2 derajat Celcius ke 1,5 derajat Celcius.

Perubahan target ini memberikan tantangan besar bagi seluruh negara, termasuk Indonesia. Terlebih lagi, situasi global yang tidak menentu, seperti pertumbuhan ekonomi yang melambat, konflik geopolitik, dan krisis energi, semakin memperumit upaya penanggulangan perubahan iklim.

Respon Global dan Tekanan terhadap Negara Berkembang

Menghadapi tantangan ini, komunitas internasional merespons dengan berbagai langkah. Forum G7, G20, dan Conference of the Parties (COP) UNFCCC mendorong percepatan transisi energi. Net Zero Emission, yang awalnya hanya himbauan, kini didesak untuk menjadi komitmen, meskipun hingga saat ini belum menjadi target resmi UNFCCC.

Tekanan juga dirasakan oleh negara-negara berkembang, khususnya yang tergabung dalam G20 seperti Indonesia, Cina, India, dan Brazil. Negara-negara ini dituntut untuk berkontribusi lebih dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, setara dengan negara maju. Hal ini menjadi dilema tersendiri. Protokol Kyoto, yang berlaku sebelum tahun 2020, membedakan tanggung jawab antara negara maju (Annex I) dan negara berkembang (Non-Annex I). Negara berkembang, termasuk Indonesia, memiliki kewajiban pengurangan emisi yang bersifat sukarela, sementara negara maju bersifat wajib. Dalam kerangka Persetujuan Paris, semua negara kini memiliki kewajiban yang sama.

Indonesia, di berbagai kesempatan, menegaskan komitmennya untuk berbagi tanggung jawab (burden sharing), tetapi menolak pemindahan tanggung jawab (burden shifting). Sebagai negara yang baru mulai mengemisikan gas rumah kaca setelah revolusi industri, Indonesia berpendapat bahwa tanggung jawabnya seharusnya lebih ringan dibandingkan negara maju yang telah mengemisi sejak jauh lebih lama.

Indonesia Memimpin dengan Memberi Contoh: Aksi Nyata dalam Penanggulangan Perubahan Iklim

Dalam diplomasi lingkungan, Indonesia mengusung prinsip “leading by examples”. Setiap kertas posisi yang disampaikan Indonesia selalu didasarkan pada aksi nyata di lapangan. Sejak Persetujuan Paris, Indonesia telah menyampaikan empat dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

  • 2015: Intended NDC disampaikan sebelum ratifikasi.
  • 2016: First NDC disampaikan setelah ratifikasi, dengan komitmen pengurangan emisi 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
  • 2021: Updated NDC disampaikan dengan komitmen yang sama (29% dan 41%), namun memasukkan sektor kelautan dalam adaptasi.
  • 2022: Enhanced NDC disampaikan sebelum COP27 di Sharm El Sheikh, meningkatkan ambisi menjadi 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional.

Selain NDC, Indonesia juga menyampaikan dokumen Indonesia REDD+ National, Adaptation Communication, dan telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, dan Peraturan Presiden Nomor 129 Tahun 2022 tentang Ratifikasi Amandemen Kigali. Ratifikasi Amandemen Kigali ini memungkinkan Indonesia untuk memasukkan HFC (Hidrofluorokarbon) dalam perhitungan gas rumah kaca, yang sebelumnya hanya mencakup CO2, CH4, dan N2O.

Peran Strategis Ekosistem Laut dan Pesisir: Menuju NDC Kedua

Isu kelautan bukanlah hal baru dalam UNFCCC. Sejak awal, ekosistem pesisir dan laut (coastal and marine ecosystem) telah diakui sebagai bagian penting, sejajar dengan ekosistem daratan (terrestrial ecosystem). Pada Persetujuan Paris 2015, perlindungan keanekaragaman hayati laut ditegaskan sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya perubahan iklim.

Indonesia, bersama negara-negara kepulauan kecil, mengajukan proposal pada COP25 di Madrid (2019) agar isu kelautan dibahas lebih lanjut dalam UNFCCC. Hasilnya, pada COP26 di Glasgow (2021), disepakati penyelenggaraan dialog tentang iklim dan laut. Meskipun belum menjadi elemen negosiasi, ini merupakan langkah maju yang penting.

Dalam Enhanced NDC, Indonesia telah memasukkan isu kelautan dalam elemen adaptasi, yang mencakup ketahanan ekonomi, ketahanan lanskap, dan ketahanan mata pencaharian. Namun, untuk mitigasi, ekosistem pesisir, termasuk mangrove, belum dimasukkan secara penuh. Mangrove baru dimasukkan dalam sektor FOLU (Forest and Other Land Use) sebatas tutupan mangrove sebagai hutan, belum memperhitungkan karbon yang tersimpan di bawah tanah dan dalam endapan.

Tantangan dan Langkah Selanjutnya

Indonesia telah memasukkan blue carbon (karbon biru) dalam inventarisasi gas rumah kaca, meskipun masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh belum lengkapnya pedoman (guidelines) dari IPCC terkait metodologi perhitungan blue carbon. Saat ini, Indonesia baru bisa memasukkan mangrove sebagai hutan dalam sektor FOLU.

Tantangan utama saat ini adalah mengembangkan metodologi yang akurat untuk menghitung karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir lainnya, seperti padang lamun (seagrass) dan rawa pasang surut (tidal marsh). Selain itu, diperlukan data series dan monitoring yang berkelanjutan untuk ekosistem-ekosistem tersebut.

Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat untuk mencapai target NDC, serta dalam penanggulangan perubahan iklim, termasuk melalui strategi blue carbon. Meskipun masih terdapat berbagai tantangan, langkah-langkah yang telah diambil menunjukkan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencapai target NDC dan berkontribusi pada upaya global menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius. Dengan terus mengembangkan metodologi, memperkuat kapasitas, dan menjalin koordinasi antar pemangku kepentingan,

Indonesia berpotensi dalam pemanfaatan blue carbon untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Actia, bergerak di bidang carbon management, siap membantu segala kebutuhan Anda. Ke depannya penting untuk terus memperkuat upaya-upaya ini, tidak hanya fokus pada aspek penurunan emisi dan perdagangan karbon, tetapi juga pada penguatan ketahanan iklim melalui perlindungan dan pemulihan ekosistem pesisir dan laut.

Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca ISO 14064 dan Green House Gas (GHG) Reporting

Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca ISO 14064 dan Green House Gas (GHG) Reporting

Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca ISO 14064 dan Green House Gas (GHG) Reporting

Pelajari Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GHG) untuk Kegiatan Usaha Anda Dalam 2 Hari

Pelatihan inventarisasi gas rumah kaca dengan standar ISO 14064 dan praktekkan menghitung serta melaporkan emisi GHG untuk perusahaan Anda!

Pelatihan inventarisasi GHG akan sangat Anda butuhkan untuk membantu perusahaan Anda menembus pasar global. Kebutuhan terhadap perhitungan GHG semakin meningkat, baik karena regulasi yang ketat maupun permintaan dari pemangku kepentingan dan klien. Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang akan segera diterapkan, perusahaan harus siap menghadapi audit dan monitoring yang lebih intensif guna memastikan komitmennya terhadap reduksi emisi.

Melalui inventarisasi yang akurat menggunakan  metode yang sistematis dan sesuai standard internasional seperti ISO 14064:2019, perusahaan tidak hanya memenuhi regulasi yang berlaku tapi juga berpartisipasi aktif dalam usaha mitigasi perubahan iklim. Inilah moment tepat bagi perusahaan untuk menunjukkan dedikasi terhadap lingkungan dan reputasinya di mata konsumen serta investor.

Namun demikian, salah satu tantangan utama dalam melakukan inventarisasi GHG adalah metodologi. Penentuan faktor emisi sangat berpengaruh dan tergantung pada pengalaman tim yang menghitung GRK. Oleh karena itu, pelatihan atau workshop menjadi sangat penting untuk meningkatkan kapasitas tim dalam melakukan inventarisasi dengan benar.

Pengenalan Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

Dalam dunia bisnis modern, perubahan iklim telah menjadi salah satu tantangan global yang semakin mendesak. Kita semua menyaksikan langsung dampaknya, mulai dari kenaikan suhu Bumi hingga cuaca ekstrem dan naiknya permukaan air laut. Sebagai pelaku bisnis, kita tidak hanya terkena dampak perubahan iklim tersebut; kita juga harus mengambil peran dalam usaha mitigasi. Selain itu dunia global, terutama investor, juga menuntut perusahaan untuk ikut menghitung GRK sebagian bagian dari implementasi ESG (Environmental, Social, and Governance). Langkah pertama tentuanya adalah melakukan inventarisasi GHG sesuai dengan standard berlaku.

Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GHG) merupakan proses menghitung jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh suatu organisasi, individu, perusahaan atau bahkan sebuah negara dalam kurun waktu tertentu. Gas rumah kaca ini, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O), dapat memerangkap panas matahari di atmosfer, sehingga menyebabkan suhu bumi meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim.

Apakah Anda berencana menembus pasar global? Jika iya, maka perusahaan Anda harus siap menghadapi segala bentuk tekanan lingkungan. Di tengah-tengah era lingkungan yang semakin menuntut tanggung jawab, perhitungan jejak karbon atau GRK bukan lagi sekadar istilah abstrak, melainkan strategi yang penting bagi keberlangsungan perusahaan.

Kelebihan Pelatihan di ActiaClimate

Trainer Ahli

Pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

Materi Up-to-Date

Studi Kasus Real

Daftar Sekarang! Kuota Terbatas

Apa yang anda dapat?

Mengikuti pelatihan ini akan menambah keterampilan anda dalam Inventarisasi Gas Rumah Kaca, tidak hanya itu, Anda akan mendapatkan sertifikat pelatihan dan kesempatan untuk memperluas jaringan profesional (networking).

Jasa Perhitungan Gas Rumah Kaca Scope 3 untuk Sektor Industri Pupuk

Jasa Perhitungan Gas Rumah Kaca Scope 3 untuk Sektor Industri Pupuk

Industri pupuk di Indonesia dimulai pada tahun 1959 dengan pendirian PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) sebagai pelopor industri pupuk urea. Pabrik pertama berlokasi di Palembang dan mulai beroperasi pada tahun 1963 dengan kapasitas 100.000 ton urea per tahun. Pada tahun 1964, pabrik tersebut diresmikan oleh Wakil Perdana Menteri I, Chaerul Saleh, menandai tonggak penting dalam sejarah industri pupuk nasional. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang terus meningkat, Pusri membangun beberapa pabrik tambahan, termasuk Pusri II (1974), Pusri III (1976), dan Pusri IV (1977), dengan kapasitas masing-masing mencapai hingga 570.000 ton per tahun. Pada tahun 1979, Pusri ditunjuk oleh pemerintah untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi ke seluruh wilayah Indonesia sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional.

Pembentukan Holding Company Industri Pupuk

Pada tahun 1997, pemerintah mengubah status PT Pupuk Sriwidjaja menjadi holding company yang membawahi beberapa anak perusahaan lainnya, seperti PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Kujang. Tujuan dari transformasi ini adalah untuk mengoptimalkan produksi dan distribusi pupuk di Indonesia. Pada tahun 2012, nama perusahaan diubah menjadi PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk menegaskan statusnya sebagai induk holding BUMN di sektor pupuk. Saat ini, industri pupuk di Indonesia terdiri dari beberapa perusahaan utama yang beroperasi di bawah naungan PT Pupuk Indonesia:

  1. PT Petrokimia Gresik
  2. PT Pupuk Kujang
  3. PT Pupuk Kalimantan Timur
  4. PT Pupuk Iskandar Muda
  5. PT Rekayasa Industri

Emisi Gas Rumah Kaca Scope 3 Industri Pupuk

Sektor industri pupuk memiliki peran penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan juga dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Namun, tenyata ada dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh sektor industri pupuk. Pada proses produksi pupuk melibatkan reaksi kimia yang menghasilkan berbagai jenis gas, termasuk amonia, nitrogen oksida, dan karbon dioksida. Gas-gas ini adalah gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Selain itu, penggunaan pupuk nitrogen sintetis dapat menyebabkan emisi nitrous oksida yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida dalam memerangkap panas.

Emisi GRK dikategorikan menjadi tiga scope:

  • Scope 1: Emisi langsung dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan, seperti emisi dari pembakaran bahan bakar fosil dalam proses produksi.
  • Scope 2: Emisi tidak langsung dari pembelian energi, seperti listrik yang digunakan dalam proses produksi.
  • Scope 3: Semua emisi lainnya dalam rantai nilai perusahaan, baik di hulu maupun hilir, yang tidak termasuk dalam Scope 1 dan 2. Ini termasuk emisi dari bahan baku yang dibeli, transportasi, penggunaan produk, dan akhir masa pakai produk.

Menghitung Gas Rumah Kaca Scope 3 Industri Pupuk

Industri pupuk memiliki jejak karbon yang kompleks. Sederhananya, dampak lingkungan dari pupuk tidak hanya berhenti pada pabrik. Proses produksi bahan baku, transportasi, hingga penggunaan pupuk di lahan pertanian semuanya menghasilkan emisi gas rumah kaca. Misalnya, saat petani menggunakan pupuk nitrogen, gas nitrous oksida yang sangat berbahaya bagi lapisan ozon akan terlepas ke atmosfer. Ini seperti efek domino, di mana setiap tahap dalam siklus hidup pupuk berkontribusi pada perubahan iklim. Selain emisi langsung dari proses produksi, emisi gas rumah kaca (GRK) Scope 3 industri pupuk berasal dari:

  • Produksi bahan baku: Emisi dari penambangan fosfat, produksi amonia, dan bahan kimia lainnya.
  • Transportasi: Emisi dari transportasi bahan baku, produk jadi, dan limbah.
  • Penggunaan pupuk oleh petani: Emisi dari aplikasi pupuk di lahan pertanian, termasuk emisi nitrous oksida.
  • Produksi energi terbarukan untuk pupuk: Meskipun penggunaan energi terbarukan dapat mengurangi emisi, namun proses produksinya juga menghasilkan emisi.

Actia Carbon menyediakan platform penghitungan Gas Rumah Kaca (GRK), klik di sini. Dengan mengetahui secara rinci sumber-sumber emisi utama, kita dapat menyusun strategi yang lebih efektif untuk mengurangi dampak lingkungan. Transparansi mengenai emisi Scope 3 akan meningkatkan kepercayaan konsumen, investor, dan pemangku kepentingan lainnya terhadap perusahaan. Ini akan mendorong perusahaan untuk terus berinovasi dan mencari solusi yang lebih berkelanjutan. Dengan memahami kontribusi kita terhadap perubahan iklim, kita dapat mengambil tindakan nyata untuk melindungi planet kita bagi generasi mendatang.

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website