Apa Perbedaan PCF dan CCF? Pahami Jejak Karbon Produk dan Perusahaan

Apa Perbedaan PCF dan CCF? Pahami Jejak Karbon Produk dan Perusahaan

Perbedaan PCF dan CCF saat ini semakin sering dibicarakan, terutama oleh perusahaan yang ingin masuk ke pasar global atau menghadapi regulasi lingkungan yang semakin ketat. Istilah Product Carbon Footprint (PCF) dan Corporate Carbon Footprint (CCF) sama-sama berkaitan dengan penghitungan emisi gas rumah kaca (GRK), namun keduanya memiliki fokus dan tujuan yang berbeda. Pemahaman yang jelas mengenai perbedaan ini penting agar perusahaan tidak salah langkah dalam menyusun strategi keberlanjutan.

Apa Itu Corporate Carbon Footprint (CCF)?

Corporate carbon footprint (CCF) atau jejak karbon perusahaan merupakan total emisi GRK yang dihasilkan dari seluruh aktivitas operasional perusahaan dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. CCF sering disebut juga sebagai emisi GRK perusahaan, karena perhitungannya mencakup semua sumber emisi dari kegiatan operasional perusahaan.

Untuk memudahkan penghitungan, CCF atau emisi gas rumah kaca (GRK) perusahaan dibagi menjadi tiga kategori, yang dikenal sebagai Scope 1, 2, dan 3:

  • Scope 1: Emisi langsung dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan perusahaan. Misalnya, pembakaran bahan bakar pada generator listrik, boiler, atau kendaraan operasional perusahaan.
  • Scope 2: Emisi tidak langsung dari penggunaan energi yang dibeli, terutama listrik. Jadi meskipun perusahaan tidak membakar bahan bakar secara langsung, penggunaan listrik dari PLN tetap menyumbang emisi.
  • Scope 3: Emisi tidak langsung lainnya dari seluruh rantai pasok dan aktivitas di luar kendali langsung perusahaan. Contohnya emisi dari transportasi logistik pihak ketiga, hingga emisi dari produk yang dijual ketika digunakan oleh konsumen.

Karena cakupannya sangat luas, CCF (Corporate carbon footprint) memberikan gambaran utuh mengenai dampak perusahaan terhadap perubahan iklim. Inilah sebabnya banyak regulasi, termasuk yang diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia maupun standar internasional, meminta perusahaan melaporkan CCF mereka.

Apa Itu Product Carbon Footprint (PCF)?

Berbeda dengan CCF, Product Carbon Footprint (PCF) berfokus pada satu produk tertentu. PCF menghitung jumlah emisi GRK yang dihasilkan sepanjang siklus hidup produk, mulai dari bahan baku, proses produksi, distribusi, penggunaan, hingga akhir daur hidup (misalnya didaur ulang atau dibuang).

Dengan PCF, perusahaan bisa mengetahui seberapa besar jejak karbon dari setiap produknya. Informasi ini penting untuk:

  • Memenuhi permintaan pelanggan global yang ingin memastikan produk ramah lingkungan.
  • Mendukung klaim keberlanjutan di label atau sertifikasi produk.
  • Membandingkan dampak lingkungan antar produk untuk perbaikan desain dan material.

Contoh nyata, perusahaan makanan di Eropa kini sering meminta pemasok kemasan untuk menyertakan data PCF agar sesuai dengan aturan ekspor. Tanpa data tersebut, produk bisa ditolak di pasar tujuan.

Tabel Perbedaan PCF dan CCF

Perbedaan PCF dan CCF

Untuk lebih mudah dipahami, berikut adalah tabel perbedaan PCF dan CCF:

Aspek

Product Carbon Footprint (PCF) Corporate Carbon Footprint (CCF)

Fokus

Satu produk spesifik Seluruh aktivitas perusahaan

Lingkup

Siklus hidup produk: bahan baku – produksi – distribusi – penggunaan – akhir daur hidup

Semua emisi dari operasi perusahaan (Scope 1, 2, 3)

Tujuan utama

Menunjukkan dampak karbon dari sebuah produk

Menunjukkan total emisi GRK perusahaan per tahun

Pengguna data

Konsumen, pelanggan, regulator produk, sertifikasi

Investor, regulator, pemangku kepentingan perusahaan

Hasil analisis

Jejak karbon per unit produk Jejak karbon perusahaan secara menyeluruh
Contoh penerapan Label produk rendah karbon, permintaan ekspor

Laporan keberlanjutan, pelaporan keuangan berkelanjutan

Dari tabel tersebut, terlihat jelas bahwa perbedaan PCF dan CCF terutama terletak pada fokus lingkup analisisnya.

Tren Terkini: Mengapa Penting Memahami Perbedaan PCF dan CCF?

Saat ini, pasar internasional semakin menuntut transparansi jejak karbon. Uni Eropa, misalnya, telah memberlakukan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang mewajibkan perusahaan melaporkan emisi karbon produk ekspor mereka. Hal ini membuat perbedaan PCF dan CCF menjadi sangat penting dipahami, karena perusahaan harus bisa menyajikan keduanya sesuai kebutuhan:

  • Product Carbon Footprint (PCF) untuk memenuhi standar produk ekspor.
  • Corporate Carbon Footprint (CCF) untuk memenuhi kewajiban pelaporan perusahaan kepada regulator atau investor.

Di Indonesia sendiri, tren serupa mulai terlihat dengan kewajiban pelaporan emisi untuk perusahaan terbuka. Perusahaan yang mampu menghitung baik Product Carbon Footprint (PCF) maupun Corporate Carbon Footprint (CCF) akan lebih siap menghadapi tantangan regulasi, meningkatkan daya saing, dan membangun reputasi positif.

Kami pun merasakan langsung perubahan ini. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak klien yang datang meminta pendampingan perhitungan jejak karbon ke Actia. Menariknya, sebagian besar berasal dari perusahaan yang ingin menembus pasar ekspor, terutama untuk produk makanan, kemasan, dan tekstil. Klien kami bercerita bagaimana calon buyer di luar negeri kini tidak hanya menanyakan kualitas produk, tetapi juga meminta data jejak karbon produk tersebut.

Salah satu klien bahkan mengatakan, “Kalau tidak bisa menunjukkan jejak karbon produk, buyer Eropa kami akan mencari pemasok lain.” Dari sini terlihat jelas bahwa memahami bahwa tuntutan global terkait keberlanjutan semakin serius.

Memahami perbedaan Product Carbon Footprint (PCF) dan Corporate Carbon Footprint (CCF) dengan benar bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga strategi bisnis jangka panjang. CCF penting untuk menunjukkan tanggung jawab perusahaan terhadap iklim secara keseluruhan, PCF penting untuk memastikan produk diterima di pasar global. Dengan mengetahui keduanya, perusahaan bisa lebih percaya diri menavigasi era transisi menuju ekonomi rendah karbon.

LCA Bisa untuk EPD, Bagaimana Caranya?

LCA Bisa untuk EPD, Bagaimana Caranya?

LCA bisa untuk EPD, sebagai pelaku usaha yang ingin ekspansi produk ke dunia internasional harus memahami hubungan keduanya. Di pasar global, konsumen dan regulator semakin menuntut transparansi lingkungan. Perusahaan yang ingin menunjukkan bahwa produknya ramah lingkungan perlu memiliki Environmental Product Declarations (EPD). Nah, untuk bisa mendapatkan EPD, kuncinya adalah melakukan Life Cycle Assessment (LCA) terlebih dahulu. Singkatnya, LCA bisa untuk EPD karena LCA menjadi dasar penyusunan dokumen deklarasi lingkungan tersebut.

Apa Itu LCA? Rahasia di Balik Siklus Hidup Produk

Life Cycle Assessment (LCA) adalah metode untuk mengukur dampak lingkungan suatu produk dari awal hingga akhir siklus hidupnya. Mulai dari ekstraksi bahan baku, produksi, distribusi, penggunaan, hingga pembuangan. LCA membantu mengidentifikasi area yang boros sumber daya atau menghasilkan emisi tinggi. Dengan LCA (Life Cycle Assessment), pelaku usaha bisa membuat keputusan yang lebih ramah lingkungan. Ini seperti cek kesehatan untuk produk, memberikan gambaran lengkap tentang jejak lingkungannya.

EPD (Environmental Product Declaration): Deklarasi Kuat untuk Transparansi Lingkungan

Environmental Product Declaration (EPD) adalah dokumen resmi yang merangkum dampak lingkungan produk secara transparan. EPD ibarat laporan sederhana yang bisa dibaca publik, berisi data terverifikasi tentang performa lingkungan produk. EPD memungkinkan konsumen membandingkan produk sejenis berdasarkan dampak lingkungannya. Dokumen ini meningkatkan kepercayaan pelanggan dan mendukung pemasaran hijau.

Benarkah LCA Bisa untuk EPD? Jawaban Pasti!

Benar, LCA bisa untuk EPD dan bahkan wajib digunakan. EPD mensyaratkan adanya LCA yang lengkap sebagai dasar datanya. Proses ini mengikuti standar internasional seperti ISO 14025 untuk memastikan kredibilitas. LCA adalah dasar utama pembuatan EPD. Data dari analisis LCA diringkas menjadi informasi yang mudah dipahami dalam EPD, dan memberikan analisis mendalam tentang siklus hidup produk. Hasilnya, EPD menjadi alat komunikasi yang valid dan terpercaya. Jadi, tanpa LCA, EPD tidak akan memiliki fondasi yang kuat. Hubungan ini seperti resep dan hidangan. LCA mengumpulkan semua “bahan” data, sementara EPD menyajikannya secara menarik dan terstandar untuk publik.

Langkah Praktis Memanfaatkan Life Cycle Assessment (LCA) untuk Environmental Product Declaration (EPD)

Untuk memulai, lakukan LCA dengan mengumpulkan data dari setiap tahap siklus hidup produk. Gunakan perangkat lunak khusus untuk menghitung dampak seperti emisi karbon, penggunaan air, atau limbah. Setelah LCA selesai, ringkas hasilnya ke dalam format EPD. Pastikan mengikuti Product Category Rules (PCR) agar sesuai standar. LCA bisa untuk EPD jika langkah ini dilakukan dengan cermat.

Verifikasi EPD (Environmental Product Declaration): Pastikan Data LCA Terpercaya

Setelah menyusun EPD (Environmental Product Declaration) berdasarkan hasil LCA, dokumen harus diverifikasi oleh pihak ketiga independen. Ini memastikan data dari LCA akurat dan tidak bias. Verifikasi membuat EPD lebih dipercaya oleh pasar. Setelahnya, daftarkan EPD ke program resmi seperti International EPD System. LCA bisa untuk EPD jika proses ini dijalankan dengan benar, menghasilkan dokumen yang siap dipublikasikan.

Manfaat LCA untuk EPD bagi Bisnis Anda

Menggunakan LCA untuk EPD meningkatkan reputasi perusahaan. Konsumen modern lebih memilih produk dengan informasi lingkungan yang jelas. EPD juga membantu memenuhi regulasi lingkungan yang semakin ketat. Selain itu, LCA mengungkap peluang penghematan biaya, seperti mengurangi limbah produksi. LCA bisa untuk EPD sekaligus menjadi strategi pemasaran yang menarik pelanggan sadar lingkungan.

LCA Bisa untuk EPD

Industri yang Cocok

LCA bisa untuk Environmental Product Declaration (EPD) di berbagai sektor, seperti konstruksi, makanan, tekstil, dan manufaktur. Di bidang bangunan, misalnya, EPD membantu memilih material ramah lingkungan untuk proyek hijau. Usaha kecil juga bisa menerapkannya. LCA untuk EPD membuka peluang bersaing di pasar global dengan menonjolkan keberlanjutan produk.

Tantangan dan Solusi dalam Menggunakan LCA untuk EPD

Mengumpulkan data untuk LCA bisa memakan waktu dan sumber daya. Solusinya, mulailah dari produk sederhana dan gunakan panduan standar seperti ISO 14040. Biaya verifikasi EPD juga bisa menjadi tantangan. Namun, manfaat seperti peningkatan penjualan dan kepercayaan pelanggan membuatnya sepadan. LCA bisa untuk EPD dengan perencanaan yang matang.

Perusahaan global di sektor konstruksi sering menggunakan EPD untuk memamerkan material rendah karbon. Hasilnya, mereka memenangkan kontrak proyek besar yang mengutamakan keberlanjutan. Di Indonesia, semakin banyak bisnis mengadopsi LCA untuk EPD, sejalan dengan komitmen nasional terhadap lingkungan. Ini membuktikan bahwa LCA bisa untuk EPD di berbagai skala usaha.

LCA dan EPD Penting di Era Modern

Pelajari standar internasional seperti ISO 14025 dan panduan dari International EPD System. Sumber ini gratis dan mudah diakses secara online. Jika baru memulai, kolaborasi dengan Actia sebagai konsultan yang berpengalaman melakukan kajian LCA dapat membantu Anda. LCA bisa untuk EPD dengan langkah bertahap untuk hasil yang optimal.

Di tengah krisis iklim, transparansi lingkungan menjadi keharusan. EPD membantu konsumen membuat pilihan cerdas, sementara LCA memastikan data yang disajikan valid. LCA bisa untuk EPD juga mendukung ekonomi hijau. Perusahaan yang mengadopsinya akan unggul di pasar global yang semakin peduli lingkungan.

LCA dan EPD merupakan salah satu langkah nyata menuju bisnis yang lebih berkelanjutan. Dengan proses yang terstruktur, siapa pun bisa menerapkannya. Hasilnya, produk Anda tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga kompetitif di pasar. Mulailah sekarang dengan LCA untuk EPD. Tunjukkan kepada dunia bahwa bisnis Anda peduli pada keberlanjutan!

 

Jasa Integrated Life Cycle Assessment dan Audit Energi Bangunan

Jasa Integrated Life Cycle Assessment dan Audit Energi Bangunan

Jasa Integrated Life Cycle Assessment dan Audit Energi Bangunan

HENTIKAN PEMBOROSAN ENERGI YANG MENGURAS PROFIT ANDA!

Apakah Gedung Anda Menjadi "MESIN PEMBAKAR UANG" Tanpa Anda Sadari?

FAKTA MENGEJUTKAN: Sektor bangunan di Indonesia mengonsumsi 70% listrik nasional dan menciptakan pemborosan hingga Rp 1,9 Triliun per tahun. Sementara 94% perusahaan terdaftar wajib melaporkan ESG mulai Mei 2025, banyak manajemen masih bertanya-tanya: 

“Mengapa biaya listrik terus melonjak?” 
“Bagaimana memenuhi regulasi ESG tanpa mengorbankan profit?” 
“Apakah investasi green building benar-benar menguntungkan?” 

stop

STOP MENEBAK-NEBAK!

Saatnya MENGUKUR, MENGANALISIS, dan MENGOPTIMALKAN
dengan metodologi yang ilmiah. 

💡 SOLUSI TERINTEGRASI YANG AKAN MENGUBAH GAME ANDA 

Integrated Life Cycle Assessment (LCA) & Energy Audit Services

Jasa Integrated Life Cycle Assessment dan Audit Energi Bangunan. Satu-satunya layanan di Indonesia yang menggabungkan analisis embodied energy material bangunan dengan operational energy audit Level 2-3 

7720441-removebg-preview

MENGAPA BERBEDA? 

Metodologi Hybrid ISO 14040/14044 – standar internasional terpercaya 

AI-Powered Analysis – teknologi terdepan untuk optimalisasi maksimal

Comprehensive Assessment – dari material hingga operasional 

Actionable Recommendations – bukan sekadar laporan, tapi roadmap profit 

🎯 MANFAAT YANG AKAN ANDA RASAKAN LANGSUNG 

PENGHEMATAN BIAYA OPERASIONAL

  • 30-80% pengurangan biaya utilitas (terbukti pada 9 gedung hijau di Jakarta) 
  • 53% penghematan energi melalui identifikasi inefficiency 
  • 20-50% ROI dari investasi HVAC management 

COMPLIANCE & RISK MITIGATION 

  • Siap 100% untuk pelaporan ESG wajib (POJK 51/2017)
  • Antisipasi regulasi green building untuk gedung >50,000 m² 
  • Hindari denda PLN akibat power factor rendah 

COMPETITIVE ADVANTAGE 

  • 10% peningkatan rental rate untuk sustainable building 
  • 47% peningkatan minat investor terhadap properti hijau 
  • Sertifikasi green building yang meningkatkan nilai aset 

🚀 PROSES YANG SUDAH TERBUKTI MENGHASILKAN 

FASE 1: COMPREHENSIVE ASSESSMENT (Minggu 1-4) 

  • Material Analysis: Embodied energy 2,14 ton/m² dengan metode hybrid 
  • Operational Audit: Identifikasi 244,169 kWh/tahun potensi saving 
  • Building Performance: EnPI analysis berdasarkan SNI ISO 50002:2018 

FASE 2: OPTIMIZATION STRATEGY (Minggu 5-6) 

  • AI-Generated Recommendations: Solusi berbasis teknologi terdepan 
  • ROI Calculation: Proyeksi penghematan 5-10 tahun ke depan 
  • Implementation Roadmap: Prioritas berdasarkan cost-benefit ratio 

FASE 3: MONITORING & REPORTING (Ongoing) 

  • Real-time Dashboard: Pantau performa energi 24/7 
  • ESG Compliance Report: Siap submit untuk regulatory requirement 
  • Continuous Improvement: Update rekomendasi berkala 

💼 APA KATA KLIEN KAMI 

"Gedung perkantoran 1.120 m² kami berhasil hemat Rp 29,176,308 per tahun setelah implementasi rekomendasi energy audit. ROI tercapai dalam 18 bulan!"
Direktur Operasional, Gedung Perkantoran Jakarta 
"LCA analysis membantu kami mengurangi 21% embodied energy dan lulus sertifikasi green building dengan skor tertinggi di kelasnya."
Property Manager, Mixed-Use Development 

❓ FAQ: JAWABAN UNTUK KERAGUAN ANDA 

Q: Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk ROI? 
A: Rata-rata 12-24 bulan untuk gedung >30,000 m², dengan saving 30-53% biaya energi per tahun. 

Q: Apakah layanan ini sesuai untuk gedung yang sudah operasional? 
A: Absoluty! 80% klien kami adalah existing building yang ingin optimalisasi performa. 

Q: Bagaimana dengan compliance terhadap regulasi baru? 
A: Report kami fully compliant dengan POJK 51/2017, Permen PUPR 21/2022, dan standar ESG internasional. 

Q: Apakah ada garansi hasil? 
A: Kami guarantee minimum 20% identification energy saving potential, atau uang kembali 100%. 

⚡ TERBATAS! PROMO EARLY BIRD BERAKHIR AKHIR JULI 2025 

PAKET COMPREHENSIVE AUDIT 

Rp 1,2 Miliar

(Contact Kami)

Untuk proyek >30,000 m² 

BONUS EKSKLUSIF: 

  • 🎁 FREE IoT Energy Monitoring System (nilai Rp 150 juta) 
  • 🎁 1 tahun konsultasi unlimited via WhatsApp/email 
  • 🎁 Priority support untuk emergency audit 

TENAGA AHLI

Prof. Dr.Eng. Usep Surahman, S.T., M.T

Beliau merupaka tenaga ahli dari UPI Bandung yang memiliki fokus pada bidang Teknologi dan Arsitektur Hemat Energi dengan pengalaman riset LCA bangunan lebih dari 20 tahun. Beliau satu-satunya di Indonesia yang menguasai perhitungan embodied energy dan karbon material bangunan, didukung database lengkap faktor emisi di Indonesia. Dengan banyaknya publikasi akademik, beliau menghasilkan referensi penting tentang embodied energy dan CO2 bangunan. Selain mengajar dan meneliti, beliau membantu perusahaan mengukur emisi CO2 dan memiliki sertifikasi seperti Greenship Associate (GA), Greenship Profesional (GP) dari GBC Indonesia, serta Sertifikat Gedung Bangunan Hijau (BGH) dari Kementerian PUPR.

Dr.Eng. Arie Dipareza Syafei, ST., MEPM, IPM

Arie Dipareza Syafei, pakar pengelolaan kualitas udara, emisi, dan gas rumah kaca.
Berpengalaman lebih dari 10 tahun di bidang pengelolaan udara dan emisi.

  • Memiliki keahlian 5 tahun sebagai Verifikator GHG sesuai standar ISO 14064.
  • Memberikan solusi pengendalian emisi untuk perusahaan tingkat nasional.

Selain itu, beliau juga bemiliki sertifikasi diantaranya adalah GHG Lead Verifier based on ISO 14064 part 3, GHG Verification and Validation  (penyelenggara CSA Groups).

JANGAN BIARKAN KOMPETITOR UNGGUL LEBIH DULU! 

Setiap hari menunda = Ribuan rupiah terbuang sia-sia 
Setiap bulan menunda = Jutaan potensi saving hilang 
Setiap tahun menunda = Puluhan juta kerugian + risiko non-compliance 

stop

AMBIL TINDAKAN SEKARANG JUGA! 

Kontak Kami 📞 

📧 Email: lensa@lensalingkungan.com 
🌐 Book Consultation: https://tanya.web.id/integrated-lca 

⏰ HANYA 7 SLOT TERSEDIA UNTUK Q3 2025 

Konsultasi GRATIS 30 menit untuk 10 pendaftar pertama 
Site visit GRATIS untuk area Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi 

Berhenti jadi spectator dalam revolusi green building.
Menjadi LEADER yang mengubah sustainability menjadi PROFIT MACHINE!

P.S. Ingat, perusahaan yang tidak compliance dengan ESG 2025 akan kehilangan akses ke: 

Investor internasional 
❌ Tender pemerintah besar 
❌ Partnership dengan korporasi global 
❌ Akses kredit bank dengan rate kompetitif 

Jangan sampai perusahaan Anda tertinggal! 

7 Poin Penting Life Cycle Assessment (LCA)

7 Poin Penting Life Cycle Assessment (LCA)

Life Cycle Assessment (LCA) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis dampak lingkungan dari suatu produk atau proses dari awal hingga akhir. Metode ini mencakup semua tahap siklus hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku, produksi, distribusi, penggunaan, hingga pembuangan akhir. LCA bertujuan untuk memberikan gambaran lengkap tentang dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh suatu produk atau proses, sehingga perusahaan dapat mengambil keputusan yang lebih berkelanjutan.  Dalam artikel ini, kita akan menjelaskan 7 kriteria LCA beserta poinnya, tujuannya, dan manfaatnya.

Tujuan Life Cycle Assessment (LCA)

  1. Mengidentifikasi Dampak Lingkungan: LCA membantu dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai dampak lingkungan di setiap tahap siklus hidup produk.
  2. Pengambilan Keputusan: Menyediakan data yang akurat dan komprehensif untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih berkelanjutan.
  3. Perbaikan Berkelanjutan: Mendorong perusahaan untuk terus memperbaiki proses produksi dan penggunaan sumber daya agar lebih efisien dan ramah lingkungan.

Manfaat Life Cycle Assessment (LCA)

  1. Reduksi Biaya: Dengan mengidentifikasi inefisiensi, perusahaan dapat mengurangi biaya produksi dan operasional.
  2. Penurunan Emisi: Mengurangi emisi gas rumah kaca dan polutan lainnya.
  3. Pengurangan Dampak Lingkungan: LCA membantu mengidentifikasi tahap-tahap dalam siklus hidup produk yang memiliki dampak terbesar terhadap lingkungan, sehingga tindakan pengurangan dapat difokuskan pada area tersebut.
  4. Inovasi Produk: Dengan memahami dampak lingkungan dari berbagai tahap siklus hidup, perusahaan dapat mengembangkan produk yang lebih ramah lingkungan dan inovatif.
  5. Mematuhi Peraturan: LCA membantu memastikan bahwa produk dan proses perusahaan sesuai dengan regulasi lingkungan yang berlaku, mengurangi risiko sanksi hukum.
  6. Nilai Tambah dalam Persaingan: Produk yang lebih ramah lingkungan dapat menarik segmen pasar yang peduli terhadap isu-isu lingkungan, memperkuat posisi perusahaan di pasar.

7 Kriteria Life Cycle Assessment (LCA)

Kriteria LCA terdiri dari sejumlah aspek yang harus diperhatikan dengan cermat untuk memastikan penggunaan sumber daya telah efektif. Kriteria ini memiliki nilai maksimal sebesar 100 poin dengan distribusi sebagai berikut:

  1. Kebijakan (2 Poin)

Kebijakan ini harus tertulis dan mencakup penilaian daur hidup, yang ditetapkan minimal 3 tahun terakhir. Jika ada pembaruan kebijakan, maka kebijakan lama juga harus dilampirkan.

  1. Struktur dan Tanggung Jawab (7 Poin)

Perusahaan harus memiliki manajer lingkungan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan LCA dan tim yang bertugas melakukan LCA. Struktur dan tanggung jawab ini dibagi menjadi:

  • Manager dan Tim: Manajer lingkungan dan tim LCA dalam perusahaan.
  • Tim Pelaksana: Pelaksanaan LCA oleh tim internal dan eksternal dengan kualifikasi profesional.
  1. Pelaksanaan (8 Poin)

Pelaksanaan LCA mencakup:

  • Internal: Pelaksanaan oleh tim internal perusahaan dengan bukti sertifikasi PROPER atau pelatihan LCA.
  • Eksternal: Pelaksanaan oleh pihak ketiga dengan kualifikasi profesional.
  1. Perencanaan (8 Poin)

Perencanaan LCA harus mencakup penyusunan penilaian daur hidup setiap 3 tahun, tujuan, sasaran, dan target persentase produk yang dikaji LCA.

  1. Penilaian Daur Hidup (49 Poin)

Penilaian ini meliputi:

  • Laporan Kajian LCA: Format dan komponen laporan sesuai pedoman PROPER.
  • Inventori Daur Hidup: Melakukan inventori dampak lingkungan.
  • Penilaian Dampak: Menilai dampak lingkungan dari produk.
  • Interpretasi dan Tinjauan Kritis: Semua hasil disajikan dalam satu laporan.
  1. Implementasi (6 Poin)

Implementasi mencakup kesesuaian target yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Produk yang telah dinilai sesuai target akan dinilai sebagai berhasil 100%.

  1. Sertifikasi (20 Poin)

Sertifikasi mencakup:

  • Kontribusi ke Database Nasional: Perusahaan yang telah melakukan LCA diklaim telah berkontribusi dalam database nasional.
  • Menyusun EPD (Environmental Product Declarations): Dengan panduan standar dan PCR yang ada.
  • Verifikasi EPD Internasional: Jika EPD berhasil diverifikasi oleh EPD internasional, perusahaan mendapatkan nilai tambahan.

Implementasi dan Evaluasi Life Cycle Assessment (LCA)

Untuk memastikan bahwa kriteria LCA diterapkan dengan baik, perusahaan harus melakukan langkah-langkah berikut:

  1. Menyusun Kebijakan LCA: Kebijakan ini harus mencakup semua aspek penilaian daur hidup dan diperbarui secara berkala.
  2. Membangun Struktur dan Tanggung Jawab: Menunjuk manajer lingkungan dan membentuk tim LCA yang kompeten.
  3. Melaksanakan LCA: Baik oleh tim internal maupun eksternal dengan kualifikasi yang sesuai.
  4. Merencanakan LCA: Menyusun penilaian daur hidup setiap 3 tahun dan menetapkan target yang jelas.
  5. Melaporkan Hasil LCA: Menyusun laporan yang sesuai dengan pedoman PROPER dan melaksanakan inventori, penilaian dampak, serta interpretasi hasil.
  6. Mengimplementasikan Hasil LCA: Memastikan bahwa produk yang dinilai sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
  7. Mengurus Sertifikasi: Mengontribusi ke database nasional dan menyusun serta memverifikasi EPD sesuai dengan standar internasional.

Life Cycle Assessment (LCA) membantu perusahaan memahami dan mengurangi dampak lingkungan dari produk mereka. Dengan menerapkan LCA, perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi, dan mendukung keberlanjutan, yang pada akhirnya akan menguntungkan baik lingkungan maupun pelaku usaha.

 

 

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website