Indonesia, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, memiliki hutan mangrove terluas yang menjadi aset berharga, pelestarian mangrove sebagai benteng kota pesisir menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Indonesia memiliki luas total ekosistem mangrove mencapai sekitar 3,36 juta hektar atau setara dengan sekitar 20-25% dari total luas hutan mangrove dunia.
Dua kota metropolitan di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, yang berada di kawasan pesisir, rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan air laut, abrasi, dan banjir rob. Hutan mangrove dianggap sebagai solusi alami yang efektif dalam mengatasi berbagai ancaman tersebut. Jakarta yang dikenal kota metropolitan terbesar di Indonesia, harus terus berbenah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mencanangkan berbagai program dan kebijakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, salah satunya melalui penanaman mangrove.
Mengapa Pelestarian Mangrove Penting?
Hutan mangrove memiliki peran vital dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir. Akar-akar mangrove yang kuat dan lebat berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi daratan dari gempuran ombak, mencegah abrasi, serta mengurangi risiko bencana alam seperti tsunami. Tak hanya itu, mangrove juga berperan penting dalam menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar, jauh lebih efektif dibandingkan hutan darat. Kemampuan ini sangat krusial dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi pemanasan global. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyaring alami yang efektif, menjaga kualitas air laut dengan menyaring berbagai polutan dan sedimen. Lingkungan yang sehat ini kemudian menjadi habitat yang ideal bagi beragam flora dan fauna, mendukung keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem pesisir.
Upaya Pelestarian Mangrove Komitmen DKI Jakarta dalam Pencapaian Net Zero Emission
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengatasi perubahan iklim dan mencapai target Net Zero Emission melalui berbagai kebijakan dan program. Jakarta telah bergabung dalam C40 City Network, sebuah jaringan kota-kota di dunia yang berkomitmen dalam aksi mitigasi perubahan iklim. Target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30% pada tahun 2030 dan Net Zero Emission pada tahun 2050 juga telah ditetapkan.
Salah satu wujud nyata dari komitmen ini adalah penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim (RPRKD), yang menjadi payung hukum bagi program penanaman mangrove. Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, total penanaman mangrove di Jakarta selama periode 2009-2023 mencapai 953.846 pohon.
Data dan Capaian Penanaman Mangrove
Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, total penanaman mangrove di Jakarta selama periode 2009-2023 adalah sebagai berikut:
Tahun | Jumlah Pohon (estimasi) |
2009-2019 | 661.943 |
2020 | 102.027 |
2021 | 104.752 |
2022 | 69.400 |
2023 | 15.724 |
Total | 953.846 |
Tabel 1. Rekapitulasi Penanaman Mangrove di Jakarta (2009-2023)
Kebun Raya Mangrove Surabaya
Surabaya tidak kalah aktif dalam upaya pelestarian dan pengembangan hutan mangrove. Salah satu proyek ambisius yang dilakukan adalah pembangunan Kebun Raya Mangrove Surabaya, yang merupakan kebun raya mangrove pertama di Indonesia. Berdiri di atas lahan kritis seluas 3 hektare, kebun raya ini ditanami Rhizophora spp (Bakau) dengan kepadatan minimal 10.000 bibit per hektare. Kebun Raya Mangrove Surabaya diproyeksikan memiliki potensi serapan emisi karbon yang sangat besar, mencapai 950,5 MgC/ha atau 2.851,5 MgC untuk total luas lahan. Selain itu, Surabaya juga telah mengembangkan ekowisata mangrove di Wonorejo dan Gunung Anyar, yang tidak hanya menawarkan keindahan alam dan wahana edukasi, tetapi juga memberdayakan masyarakat setempat dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian hutan mangrove.
RPRKD sebagai Payung Hukum Pelestarian Mangrove
RPRKD menjadi payung hukum bagi berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi emisi GRK dan meningkatkan ketahanan iklim di Jakarta. Salah satu aksi adaptasi perubahan iklim yang tercantum dalam RPRKD adalah penanaman mangrove.
Strategi dan Teknik Penanaman Mangrove
Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta bersama dengan berbagai stakeholders telah melaksanakan penanaman mangrove dengan menggunakan berbagai teknik, antara lain:
Teknik Guludan: Diterapkan pada lahan yang digenangi air dalam (di atas 1 meter). Teknik ini menciptakan hutan mangrove yang lebih tinggi dan berfungsi sebagai penghalang alami terhadap gelombang pasang, abrasi pantai, dan perubahan iklim.
Teknik Rumpun Berjarak: Diterapkan di pesisir pulau-pulau kecil untuk perlindungan terhadap erosi pantai dan memberikan mikro lingkungan yang lebih lembap untuk pertumbuhan mangrove.
Evaluasi dan Monitoring Mangrove
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyadari pentingnya pengawasan ketat terhadap program penanaman dan pelestarian mangrove. Untuk itu, monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memastikan program berjalan sesuai dengan tujuan awal. Evaluasi ini mencakup berbagai aspek penting, seperti tingkat kelangsungan hidup pohon mangrove, pertumbuhannya, dan dampak positif penanaman terhadap ekosistem pesisir. Data-data yang dikumpulkan memberikan gambaran mengenai efektivitas program dan menjadi dasar pengambilan keputusan untuk perbaikan di masa mendatang.
Meskipun program penanaman mangrove di Jakarta telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, beberapa tantangan masih perlu diatasi. Keterbatasan lahan yang sesuai untuk penanaman mangrove menjadi kendala utama. Pencemaran air laut dan kerusakan ekosistem pesisir juga masih menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan program ini. Di samping itu, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peran mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pelestarian.
Kesadaran dan Pelestarian Mangrove
Keterbatasan lahan yang sesuai untuk penanaman mangrove menjadi salah satu kendala utama. Pencemaran lingkungan, terutama pencemaran air laut dan sampah, juga menjadi ancaman serius bagi kelestarian hutan mangrove. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya peran mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan juga menjadi tantangan tersendiri. Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, diperlukan upaya yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Identifikasi dan pemetaan lahan potensial untuk penanaman mangrove perlu dilakukan secara cermat dan terencana. Upaya pengendalian pencemaran dan rehabilitasi ekosistem pesisir harus terus ditingkatkan agar mangrove dapat tumbuh secara optimal. Edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat juga sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi aktif dalam pelestarian mangrove. Penguatan penegakan hukum terkait perlindungan hutan mangrove harus dilakukan secara tegas untuk mencegah kerusakan dan eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.
Melalui komitmen yang kuat, strategi yang tepat, dan kolaborasi dengan berbagai pihak, diharapkan Jakarta dapat menjadi kota yang lebih hijau, berkelanjutan, dan tahan terhadap perubahan iklim. Penanaman dan pelestarian mangrove merupakan investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat besar bagi generasi mendatang.