Pelestarian Mangrove untuk Benteng Kota Pesisir

Indonesia, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, memiliki hutan mangrove terluas yang menjadi aset berharga, pelestarian mangrove sebagai benteng kota pesisir menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Indonesia memiliki luas total ekosistem mangrove mencapai sekitar 3,36 juta hektar atau setara dengan sekitar 20-25% dari total luas hutan mangrove dunia.

Pelestarian Mangrove untuk Benteng Kota Pesisir

 

Dua kota metropolitan di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, yang berada di kawasan pesisir, rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan air laut, abrasi, dan banjir rob. Hutan mangrove dianggap sebagai solusi alami yang efektif dalam mengatasi berbagai ancaman tersebut. Jakarta yang dikenal kota metropolitan terbesar di Indonesia, harus terus berbenah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mencanangkan berbagai program dan kebijakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, salah satunya melalui penanaman mangrove.

Mengapa Pelestarian Mangrove Penting?

Hutan mangrove memiliki peran vital dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir. Akar-akar mangrove yang kuat dan lebat berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi daratan dari gempuran ombak, mencegah abrasi, serta mengurangi risiko bencana alam seperti tsunami. Tak hanya itu, mangrove juga berperan penting dalam menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar, jauh lebih efektif dibandingkan hutan darat. Kemampuan ini sangat krusial dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi pemanasan global. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyaring alami yang efektif, menjaga kualitas air laut dengan menyaring berbagai polutan dan sedimen. Lingkungan yang sehat ini kemudian menjadi habitat yang ideal bagi beragam flora dan fauna, mendukung keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem pesisir.

Upaya Pelestarian Mangrove Komitmen DKI Jakarta dalam Pencapaian Net Zero Emission

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengatasi perubahan iklim dan mencapai target Net Zero Emission melalui berbagai kebijakan dan program. Jakarta telah bergabung dalam C40 City Network, sebuah jaringan kota-kota di dunia yang berkomitmen dalam aksi mitigasi perubahan iklim. Target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30% pada tahun 2030 dan Net Zero Emission pada tahun 2050 juga telah ditetapkan.

Salah satu wujud nyata dari komitmen ini adalah penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim (RPRKD), yang menjadi payung hukum bagi program penanaman mangrove. Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, total penanaman mangrove di Jakarta selama periode 2009-2023 mencapai 953.846 pohon.

Data dan Capaian Penanaman Mangrove

Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, total penanaman mangrove di Jakarta selama periode 2009-2023 adalah sebagai berikut:

Tahun Jumlah Pohon (estimasi)
2009-2019 661.943
2020 102.027
2021 104.752
2022 69.400
2023 15.724
Total 953.846

Tabel 1. Rekapitulasi Penanaman Mangrove di Jakarta (2009-2023)

Kebun Raya Mangrove Surabaya

Surabaya tidak kalah aktif dalam upaya pelestarian dan pengembangan hutan mangrove. Salah satu proyek ambisius yang dilakukan adalah pembangunan Kebun Raya Mangrove Surabaya, yang merupakan kebun raya mangrove pertama di Indonesia. Berdiri di atas lahan kritis seluas 3 hektare, kebun raya ini ditanami Rhizophora spp (Bakau) dengan kepadatan minimal 10.000 bibit per hektare. Kebun Raya Mangrove Surabaya diproyeksikan memiliki potensi serapan emisi karbon yang sangat besar, mencapai 950,5 MgC/ha atau 2.851,5 MgC untuk total luas lahan. Selain itu, Surabaya juga telah mengembangkan ekowisata mangrove di Wonorejo dan Gunung Anyar, yang tidak hanya menawarkan keindahan alam dan wahana edukasi, tetapi juga memberdayakan masyarakat setempat dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian hutan mangrove.

RPRKD sebagai Payung Hukum Pelestarian Mangrove

RPRKD menjadi payung hukum bagi berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi emisi GRK dan meningkatkan ketahanan iklim di Jakarta. Salah satu aksi adaptasi perubahan iklim yang tercantum dalam RPRKD adalah penanaman mangrove.

Strategi dan Teknik Penanaman Mangrove

Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta bersama dengan berbagai stakeholders telah melaksanakan penanaman mangrove dengan menggunakan berbagai teknik, antara lain:
Teknik Guludan: Diterapkan pada lahan yang digenangi air dalam (di atas 1 meter). Teknik ini menciptakan hutan mangrove yang lebih tinggi dan berfungsi sebagai penghalang alami terhadap gelombang pasang, abrasi pantai, dan perubahan iklim.
Teknik Rumpun Berjarak: Diterapkan di pesisir pulau-pulau kecil untuk perlindungan terhadap erosi pantai dan memberikan mikro lingkungan yang lebih lembap untuk pertumbuhan mangrove.

Evaluasi dan Monitoring Mangrove

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyadari pentingnya pengawasan ketat terhadap program penanaman dan pelestarian mangrove. Untuk itu, monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memastikan program berjalan sesuai dengan tujuan awal. Evaluasi ini mencakup berbagai aspek penting, seperti tingkat kelangsungan hidup pohon mangrove, pertumbuhannya, dan dampak positif penanaman terhadap ekosistem pesisir. Data-data yang dikumpulkan memberikan gambaran mengenai efektivitas program dan menjadi dasar pengambilan keputusan untuk perbaikan di masa mendatang.

Meskipun program penanaman mangrove di Jakarta telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, beberapa tantangan masih perlu diatasi. Keterbatasan lahan yang sesuai untuk penanaman mangrove menjadi kendala utama. Pencemaran air laut dan kerusakan ekosistem pesisir juga masih menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan program ini. Di samping itu, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peran mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pelestarian.

Kesadaran dan Pelestarian Mangrove

Keterbatasan lahan yang sesuai untuk penanaman mangrove menjadi salah satu kendala utama. Pencemaran lingkungan, terutama pencemaran air laut dan sampah, juga menjadi ancaman serius bagi kelestarian hutan mangrove. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya peran mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan juga menjadi tantangan tersendiri. Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, diperlukan upaya yang terintegrasi dan berkelanjutan.

Identifikasi dan pemetaan lahan potensial untuk penanaman mangrove perlu dilakukan secara cermat dan terencana. Upaya pengendalian pencemaran dan rehabilitasi ekosistem pesisir harus terus ditingkatkan agar mangrove dapat tumbuh secara optimal. Edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat juga sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi aktif dalam pelestarian mangrove. Penguatan penegakan hukum terkait perlindungan hutan mangrove harus dilakukan secara tegas untuk mencegah kerusakan dan eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.

Melalui komitmen yang kuat, strategi yang tepat, dan kolaborasi dengan berbagai pihak, diharapkan Jakarta dapat menjadi kota yang lebih hijau, berkelanjutan, dan tahan terhadap perubahan iklim. Penanaman dan pelestarian mangrove merupakan investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat besar bagi generasi mendatang.

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Sektor Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Sektor Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Industri minyak goreng kelapa sawit merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Selain menyumbang terhadap devisa negara, industri ini juga menyediakan lapangan kerja bagi jutaan masyarakat. Namun, di balik manfaat ekonominya, industri minyak goreng kelapa sawit juga menimbulkan tantangan lingkungan yang serius, termasuk emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global.

Sejarah Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit di Indonesia

Industri minyak kelapa sawit mulai berkembang di Indonesia pada awal abad ke-20. Pada awalnya, tanaman kelapa sawit diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai tanaman perkebunan. Seiring berjalannya waktu, industri ini berkembang pesat dan menjadi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Hingga kini, Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dengan luas lahan perkebunan mencapai jutaan hektar.

Dampak Lingkungan dari Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Meskipun memberikan manfaat ekonomi, industri minyak kelapa sawit juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit sering kali dilakukan dengan praktik pembakaran hutan, yang mengakibatkan deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati. Selain itu, praktik ini juga menyebabkan emisi gas rumah kaca yang signifikan.

  • Deforestasi: Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit sering kali melibatkan penebangan hutan yang menyebabkan hilangnya habitat flora dan fauna.
  • Emisi Gas Rumah Kaca: Proses produksi minyak kelapa sawit menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4).
  • Degradasi Tanah: Penggunaan pestisida dan pupuk kimia dalam perkebunan kelapa sawit dapat menyebabkan degradasi tanah dan pencemaran air.
  • Kebakaran Hutan: Praktik pembakaran lahan untuk membuka perkebunan sering kali mengakibatkan kebakaran hutan yang tidak terkendali.

Target Net Zero Emission (NZE) dan Hubungannya dengan Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Dalam beberapa dekade terakhir, isu lingkungan menjadi perhatian utama di seluruh dunia. Salah satu sektor yang sering menjadi sorotan adalah industri minyak goreng kelapa sawit. Industri ini banyak dikritik karena dampaknya terhadap lingkungan, terutama terkait dengan emisi gas rumah kaca dan deforestasi. Namun, dengan adanya inisiatif Net Zero Emission (NZE), industri minyak goreng kelapa sawit di Indonesia memiliki peluang untuk berkontribusi terhadap upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.

Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai NZE pada tahun 2060. Untuk mencapai target ini, sektor industri, termasuk industri minyak kelapa sawit, perlu melakukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi.

  • Skala Global: Berdasarkan Perjanjian Paris, negara-negara di dunia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca agar peningkatan suhu global tidak melebihi 1,5 derajat Celsius.
  • Skala Nasional: Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% hingga 41% pada tahun 2030 dengan bantuan internasional.

Proses Kegiatan Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Proses produksi minyak goreng kelapa sawit yang berpotensi menghasilkan emisi dan merusak lingkungan melibatkan beberapa tahapan berikut:

  1. Penanaman:
    • Pembukaan Lahan: Proses ini sering melibatkan deforestasi dan penghancuran habitat alami, yang dapat menyebabkan hilangnya biodiversitas dan kerusakan ekosistem.
    • Penanaman Bibit: Penggunaan benih kelapa sawit yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanah dan meningkatkan kebutuhan pupuk dan pestisida.
  2. Pemeliharaan:
    • Pemberian Pupuk: Penggunaan pupuk sintetis dapat mengkontaminasi tanah dan air, serta berpotensi merusak mikrobiota tanah.
    • Pengendalian Hama: Penggunaan pestisida kimia dapat berdampak negatif pada ekosistem dan kesehatan manusia.
  3. Pemanenan:
    • Penggunaan Mesin: Mesin-mesin yang digunakan dalam pemanenan dapat menghasilkan suara bising dan emisi gas, serta memerlukan energi yang berpotensi meningkatkan emisi gas rumah kaca.
  4. Pengolahan:
    • Penggunaan Mesin dan Energi: Proses pengolahan minyak kelapa sawit memerlukan energi yang besar, yang sering kali berasal dari bahan bakar fosil dan dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca.
    • Penggunaan Bahan Kimia: Penggunaan bahan kimia dalam proses pengolahan dapat menghasilkan limbah beracun dan berpotensi merusak lingkungan.
  5. Rafinasi:
    • Penggunaan Energi dan Bahan Kimia: Rafinasi minyak kelapa sawit juga memerlukan energi dan bahan kimia yang dapat menghasilkan emisi dan limbah beracun.

Emisi yang Dihasilkan dan Harus Dikurangi

  • Karbon Dioksida (CO2): Dihasilkan dari pembakaran lahan dan proses pengolahan.
  • Metana (CH4): Dihasilkan dari limbah cair pabrik kelapa sawit (POME).
  • Nitrogen Oksida (N2O): Dihasilkan dari penggunaan pupuk nitrogen.

Produk Turunan Minyak Kelapa Sawit Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit tidak hanya digunakan sebagai minyak goreng, tetapi juga memiliki berbagai produk turunan yang dapat dikonsumsi, seperti:

  • Margarin
  • Shortening
  • Minyak goreng
  • Bahan baku untuk industri makanan dan minuman

Langkah Menuju Net Zero Emission untuk Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit

Untuk mencapai NZE, industri minyak kelapa sawit perlu melakukan langkah-langkah berikut:

  1. Pengelolaan Lahan Berkelanjutan: Menggunakan praktik pertanian yang ramah lingkungan untuk mengurangi deforestasi.
  2. Peningkatan Efisiensi Energi: Meningkatkan efisiensi proses produksi untuk mengurangi konsumsi energi.
  3. Pengelolaan Limbah: Mengelola limbah pabrik secara efisien untuk mengurangi emisi metana.
  4. Penggunaan Energi Terbarukan: Menggunakan sumber energi terbarukan seperti biogas dan biomassa.
  5. Konservasi Hutan: Melakukan konservasi hutan dan rehabilitasi lahan kritis.

Perlukah Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission?

Industri minyak kelapa sawit sangat memerlukan pendampingan untuk mencapai NZE. Actia Climate menyediakan jasa pendampingan yang meliputi:

  • Audit Lingkungan: Melakukan evaluasi terhadap praktik pengelolaan lingkungan di perusahaan.
  • Strategi Pengurangan Emisi: Membantu perusahaan merancang strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
  • Pelatihan dan Penyuluhan: Memberikan pelatihan kepada karyawan tentang praktik berkelanjutan.
  • Monitoring dan Evaluasi: Memantau dan mengevaluasi kinerja lingkungan perusahaan secara berkala.

Perusahaan yang Bergerak di Sektor Industi Minyak Goreng Kelapa Sawit

Berikut adalah 5 perusahaan yang berupaya mencapai NZE dan langkah-langkah yang mereka lakukan:

  1. Wilmar International: Menggunakan teknologi ramah lingkungan dalam proses produksi.
  2. Golden Agri-Resources: Mengimplementasikan praktik pertanian berkelanjutan.
  3. Musim Mas: Menggunakan energi terbarukan dalam operasional pabrik.
  4. Astra Agro Lestari: Mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya.
  5. PT Tunas Baru Lampung: Mengolah Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk menghasilkan gas metan yang dapat digunakan sebagai energi alternatif

Industri minyak kelapa sawit memang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, namun juga menimbulkan beberapa masalah lingkungan yang serius. Dengan target Net Zero Emission pada tahun 2060, industri ini perlu melakukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Actia Climate siap mendampingi perusahaan dalam mencapai NZE melalui berbagai layanan yang kami tawarkan. Klik Disini untuk berkonsultasi!

 

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Industri Penyempurnaan Kain

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Industri Penyempurnaan Kain

Sejarah Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia

Industri penyempurnaan kain di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang, telah ada sejak masa kolonial Belanda. Pada awalnya, industri ini berfokus pada pengolahan bahan mentah menjadi produk setengah jadi yang kemudian diekspor ke Eropa. Setelah Indonesia merdeka, industri ini mengalami perkembangan pesat, terutama pada tahun 1970-an hingga 1980-an, bersamaan dengan kebijakan pemerintah yang mendorong perkembangan sektor industri (industrialisasi).

Pada awal 1990-an, pabrik tekstil dan penyempurnaan kain mulai bermunculan di beberapa daerah, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Seiring perkembangan jaman dan teknologi yang semakin modern serta adanya peningkatan permintaan pasar, industri ini semakin berkembang dan menjadi salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia.

Proses Kegiatan Industri Penyempurnaan Kain

Proses penyempurnaan kain melibatkan beberapa tahap yang kompleks, yang meliputi:

  1. Pretreatment (Pra-Pengolahan)
  • Desizing: Menghilangkan zat pengikat yang digunakan selama proses penenunan.
  • Scouring: Membersihkan kotoran alami dari serat kain.
  • Bleaching: Memutihkan kain agar lebih mudah diwarnai dan dicetak.
  1. Dyeing (Pewarnaan)
  • Menggunakan berbagai jenis pewarna untuk memberikan warna pada kain. Proses ini dapat dilakukan dalam beberapa cara, seperti pewarnaan celup, pewarnaan kontinu, dan pewarnaan batch.
  1. Printing (Pencetakan)
  • Memberikan pola atau desain pada kain menggunakan teknik seperti pencetakan rotogravure, pencetakan layar, dan pencetakan digital.
  1. Finishing (Penyelesaian)
  • Memberikan sifat-sifat khusus pada kain, seperti tahan air, tahan api, atau anti-kusut. Proses ini termasuk calendaring, mercerizing, dan heat setting.
  1. Quality Control (Pengendalian Mutu)
  • Memastikan bahwa kain yang dihasilkan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.

Sumber Emisi dari Industri Penyempurnaan Kain

Industri penyempurnaan kain merupakan salah satu kontributor signifikan terhadap emisi gas rumah kaca. Beberapa sumber emisi utama dalam industri ini meliputi:

  1. Konsumsi Energi: Penggunaan bahan bakar fosil untuk proses pemanasan, pengeringan, dan penguapan dalam berbagai tahap produksi.
  2. Proses Kimia: Emisi dari penggunaan bahan kimia seperti pewarna, pemutih, dan bahan penyelesaian yang dapat menghasilkan gas berbahaya.
  3. Pengolahan Air Limbah: Pengolahan air limbah yang mengandung bahan kimia berbahaya dapat menghasilkan gas metana dan nitrous oxide.
  4. Transportasi: Emisi dari transportasi bahan baku dan produk jadi menggunakan kendaraan bermotor yang berbahan bakar fosil.

Pengaruh Industri Penyempurnaan Kain terhadap Lingkungan

Industri penyempurnaan kain memiliki beberapa dampak negatif terhadap lingkungan, di antaranya:

  1. Pencemaran Air
  • Limbah cair dari proses pewarnaan dan pencetakan sering kali mengandung bahan kimia berbahaya seperti logam berat dan senyawa organik. Limbah ini, jika tidak diolah dengan baik, dapat mencemari sumber air.
  1. Pencemaran Udara
  • Emisi gas dari penggunaan bahan bakar fosil dan proses kimia dapat mencemari udara. Bahan kimia volatil dari proses finishing juga dapat menyebabkan polusi udara.
  1. Penggunaan Sumber Daya Alam
  • Industri ini memerlukan jumlah air dan energi yang sangat besar. Penggunaan berlebihan sumber daya alam ini dapat menyebabkan kelangkaan air.
  1. Dampak pada Kesehatan Manusia
  • Pekerja di industri ini sering terpapar bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan, iritasi kulit, dan penyakit kronis lainnya.

Solusi untuk Mengurangi Dampak Lingkungan

Untuk mengurangi dampak negatif industri penyempurnaan kain terhadap lingkungan, beberapa langkah dapat diterapkan, antara lain:

  1. Penerapan Teknologi Ramah Lingkungan
  • Menggunakan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan, seperti proses pewarnaan dan pencetakan digital yang mengurangi penggunaan air dan bahan kimia.
  1. Pengolahan Limbah yang Efektif
  • Meningkatkan sistem pengolahan air limbah dan limbah padat untuk memastikan bahwa bahan kimia berbahaya tidak mencemari lingkungan.
  1. Penggunaan Energi Terbarukan
  • Beralih ke sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya atau angin, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari penggunaan bahan bakar fosil.
  1. Edukasi
  • Memberikan edukasi kepada pekerja tentang praktik kerja yang aman dan ramah lingkungan serta meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan.

5 Perusahaan Industri Penyempurnaan Kain di Jawa

Berikut adalah daftar 5 perusahaan yang bergerak di sektor industri penyempurnaan kain:

  1. CV Sinar Jaya – Kota Surabaya
  2. PT Tekstil Nusantara – Kota Bandung
  3. CV Kain Mutiara – Kota Yogyakarta
  4. PT Jaya Tekstil – Kota Semarang
  5. CV Indradhanu – Gresik

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission dari Actia

Actia menawarkan jasa pendampingan pencapaian net zero emission untuk industri penyempurnaan kain. Dengan pengalaman bertahun-tahun dalam industri lingkungan, kami siap membantu perusahaan Anda dalam berbagai aspek, termasuk:

  1. Audit Lingkungan
    • Melakukan audit lingkungan menyeluruh untuk mengidentifikasi sumber emisi dan area yang memerlukan perbaikan.
  2. Pengembangan Strategi
    • Membantu mengembangkan strategi dan rencana aksi untuk mencapai target net zero emission, termasuk penggunaan teknologi hijau dan pengelolaan limbah yang efektif.
  3. Pelatihan dan Edukasi
    • Memberikan pelatihan dan edukasi kepada karyawan tentang praktik ramah lingkungan dan pentingnya mencapai net zero emission.
  4. Monitoring dan Evaluasi
    • Memantau dan mengevaluasi kemajuan perusahaan dalam mencapai target net zero emission, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan berkelanjutan.
  5. Sertifikasi
    • Membantu perusahaan mendapatkan sertifikasi lingkungan dan pengakuan dari lembaga terkait, yang dapat meningkatkan reputasi dan kepercayaan pelanggan.

Dengan jasa pendampingan dari Actia, perusahaan Anda dapat lebih mudah mencapai target net zero emission (NZE). Hubungi kami sekarang untuk konsultasi lebih lanjut!

 

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Sektor Industri Pupuk

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Sektor Industri Pupuk

Jasa Pendampingan Pencapaian Net Zero Emission (NZE) Sektor Industri Pupuk

Perubahan iklim yang semakin terasa dampaknya secara global menjadi sebuah masalah serius. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Salah satu sektor yang memiliki kontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (GRK) adalah industri pupuk. Emisi ini berasal dari berbagai tahap dalam siklus hidup pupuk, termasuk produksi, distribusi, dan penggunaan di lahan pertanian.

Target NZE di Indonesia

Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca melalui berbagai kebijakan dan regulasi. Target NZE pada tahun 2060 merupakan bagian dari upaya global untuk membatasi kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celsius, sesuai dengan Perjanjian Paris. Sektor industri, termasuk industri pupuk, harus membantu untuk mencapai target tersebut mengingat kontribusinya terhadap total emisi nasional.

Sumber Emisi Industri Pupuk

Produksi Pupuk

Proses Produksi

Produksi pupuk, terutama pupuk nitrogen, melibatkan proses yang intensif energi. Proses Haber-Bosch, yang digunakan untuk memproduksi amonia (komponen utama pupuk nitrogen), membutuhkan suhu dan tekanan tinggi yang memerlukan konsumsi energi besar dari bahan bakar fosil. Hal ini menghasilkan emisi CO2 yang signifikan.

Emisi Gas Rumah Kaca

  • CO2: Emisi dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dan proses kimia dalam pabrik.
  • N2O: Nitrous oxide, gas rumah kaca yang jauh lebih kuat dari CO2, juga dapat terbentuk selama proses produksi. Proses pelepasan N2O terjadi melalui aktivitas mikroba di dalam tanah, khususnya selama proses denitrifikasi dan nitrifikasi. Ketika pupuk nitrogen, baik anorganik maupun organik, diterapkan, ia meningkatkan ketersediaan nitrogen dalam tanah. Sekitar 1,25% dari nitrogen yang ditambahkan ke dalam tanah dapat diubah menjadi N2O

Distribusi Pupuk

Transportasi

Distribusi pupuk dari pabrik ke lahan pertanian melibatkan transportasi dengan kendaraan berbahan bakar fosil yang juga menyumbang emisi CO2. Semakin jauh jarak distribusi, semakin besar emisi yang dihasilkan.

Penyimpanan

Penyimpanan pupuk juga memerlukan fasilitas yang mungkin menggunakan energi untuk pengaturan suhu dan kelembaban, yang juga berkontribusi pada emisi GRK.

Penggunaan di Lahan Pertanian

Aplikasi Pupuk

Penerapan pupuk di lahan pertanian menyebabkan pelepasan nitrous oxide (N2O) ke atmosfer. N2O adalah gas rumah kaca yang memiliki potensi pemanasan global 298 kali lebih besar daripada CO2 dalam jangka waktu 100 tahun.

Efek Samping

Penggunaan pupuk yang berlebihan dapat menyebabkan pencucian nitrat ke dalam air tanah, yang kemudian teroksidasi menjadi N2O. Selain itu, proses denitrifikasi di dalam tanah juga menghasilkan N2O.

Mencapai NZE Sektor Industri Pupuk

Industri pupuk memiliki tantangan unik dalam mencapai Net Zero Emission. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

Audit Energi dan Emisi

  • Identifikasi Sumber Emisi
    • Melakukan audit untuk mengidentifikasi sumber emisi utama di fasilitas produksi.
    • Mengukur tingkat emisi untuk menetapkan baseline dan target pengurangan.
  • Analisis Efisiensi Energi
    • Mengkaji efisiensi penggunaan energi di berbagai proses produksi.
    • Mencari peluang untuk peningkatan efisiensi dan pengurangan konsumsi energi.

Teknologi Rendah Emisi

  • Penggunaan Teknologi Bersih
    • Mengadopsi teknologi produksi yang menghasilkan emisi lebih rendah.
    • Menerapkan proses produksi yang lebih ramah lingkungan.
  • Inovasi Proses Produksi
    • Meningkatkan proses produksi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
    • Mengembangkan produk pupuk yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya.

Energi Terbarukan

  • Penggunaan Energi Terbarukan
    • Mengganti sumber energi fosil dengan energi terbarukan di fasilitas produksi.
    • Mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan untuk mendukung operasional pabrik.
  • Inisiatif Komunitas Energi
    • Mendorong inisiatif komunitas energi untuk mendukung transisi ke energi terbarukan.
    • Mengembangkan kemitraan dengan penyedia energi terbarukan.

Pengelolaan Limbah

  • Pengolahan Limbah
    • Mengimplementasikan sistem pengelolaan limbah yang lebih efisien.
    • Mengurangi limbah produksi dan meningkatkan daur ulang.
  • Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS)
    • Menggunakan teknologi CCS untuk menangkap dan menyimpan CO2 yang dihasilkan.
    • Mengurangi emisi CO2 yang dilepaskan ke atmosfer.

Alasan Industri Pupuk Memerlukan Jasa Pendampingan NZE

Emisi dari Proses Produksi

Industri pupuk memiliki proses produksi yang kompleks dan emisi yang tinggi. Upaya untuk mencapai Net Zero Emission memerlukan pemahaman tentang proses produksi dan teknologi yang digunakan. Tim Ahli Actia memiliki pengalaman dalam menganalisis dan mengoptimalkan proses produksi untuk mengurangi emisi.

Ketaatan pada Peraturan

Peraturan terkait lingkungan yang semakin ketat menuntut industri pupuk untuk mematuhi standar emisi yang lebih tinggi. Actia dapat membantu perusahaan dalam memahami dan mematuhi regulasi ini, serta menghindari sanksi yang mungkin timbul.

Penghematan Biaya

Meskipun investasi awal untuk teknologi rendah emisi dan energi terbarukan mungkin tinggi, manfaat jangka panjangnya dapat berupa penghematan biaya operasional.

Citra Perusahaan

Industri yang berkomitmen pada keberlanjutan dan pengurangan emisi akan mendapatkan reputasi yang lebih baik di mata konsumen dan investor. Jasa pendampingan dari Actia dapat membantu perusahaan dalam mengkomunikasikan upaya keberlanjutan mereka kepada publik.

 

Perusahaan Sektor Industri Pupuk Berkontribusi Mencapai NZE

Berikut adalah lima perusahaan industri pupuk di Indonesia yang berkontribusi dalam mencapai Net Zero Emission (NZE):

  1. PT Pupuk Indonesia (Persero)

Perusahaan ini telah mendapatkan penghargaan sebagai perusahaan paling atraktif dalam mendukung NZE 2060. Pupuk Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan industri hijau dan melakukan dekarbonisasi melalui pengembangan blue dan green ammonia, serta program penanaman pohon melalui Community Forest yang menargetkan penanaman 10 juta pohon hingga tahun 2030.

 

  1. PT Petrokimia Gresik

Sebagai anak perusahaan dari Pupuk Indonesia, PT Petrokimia Gresik juga berfokus pada pengembangan produk pupuk yang ramah lingkungan dan mendukung inisiatif dekarbonisasi untuk mencapai NZE. Mereka berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam operasional mereka.

 

  1. PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT)

PKT terlibat dalam program Community Forest dan inisiatif dekarbonisasi yang sejalan dengan prinsip Environment, Social, and Governance (ESG). Mereka berupaya untuk mengurangi emisi melalui proyek-proyek yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

  1. PT Dupan Anugerah Lestari

Perusahaan memproduksi Pupuk Majemuk Lepas Terkendali (PMLT) yang memiliki karakteristik pelepasan unsur hara secara terkendali, sehingga mengurangi kehilangan hara dan pencemaran lingkungan. Mereka juga berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam mencapai NZE dengan menerapkan sistem pengolahan limbah yang lebih baik, efisiensi penggunaan material dan energi yang lebih ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.

 

  1. PT Pupuk Iskandar Muda

Perusahaan ini berfokus pada pengembangan pupuk yang lebih ramah lingkungan dan berusaha untuk mengurangi jejak karbon mereka melalui inovasi dan teknologi yang lebih bersih dalam proses produksi pupuk.

 

Kontribusi untuk mencapai Net Zero Emission pada sektor industri pupuk memang sebuah tantangan besar, namun bukan hal yang tak mungkin. Dengan komitmen yang kuat, teknologi yang tepat, dan bantuan pendampingan dari tim ahli, maka mencapai Net Zero Emission sektor industri pupuk dapat diwujudkan. Apakah Anda bekerja di sektor industri pupuk dan membutuhkan bantuan pendampingan untuk mencapai Net Zero Emission? Jika iya, klik disini.

 

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website