Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk Blue Carbon

Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk Blue Carbon

Ekosistem pesisir dan laut Indonesia, yang dikenal sebagai blue carbon, menyimpan potensi besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Selain manfaat ekologisnya yang luar biasa, ekosistem ini juga memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.

Lalu, bagaimana implementasi nilai ekonomi karbon (NEK) dapat membantu untuk mengoptimalkan potensi blue carbon di Indonesia? Kita akan melihat bagaimana NEK dapat mendorong pengelolaan ekosistem blue carbon yang berkelanjutan dan berkontribusi pada pencapaian target iklim nasional.

Nilai Ekonomi Karbon: pengelolaan dan restorasi ekosistem blue carbon

Nilai ekonomi karbon (NEK) adalah konsep yang memberikan nilai moneter pada emisi gas rumah kaca yang dihindari atau diserap. Dengan memberikan nilai ekonomi pada karbon, NEK menciptakan insentif untuk mengurangi emisi dan meningkatkan penyerapan karbon, termasuk melalui pengelolaan dan restorasi ekosistem blue carbon.

Indonesia telah memiliki landasan hukum yang kuat untuk implementasi NEK melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Perpres ini memandatkan pengembangan NEK dan memasukkan sektor kelautan dan pesisir ke dalam konteks NDC. Perpres 98/2021 juga mengatur berbagai mekanisme NEK, seperti perdagangan emisi, offset emisi, pembayaran berbasis hasil (result-based payment), dan pungutan atas karbon.

Peluang dan Tantangan Implementasi NEK untuk Blue Carbon

Implementasi NEK untuk blue carbon di Indonesia menawarkan berbagai peluang, antara lain:

  • Pendanaan untuk konservasi dan restorasi: NEK dapat menjadi sumber pendanaan yang berkelanjutan untuk kegiatan konservasi, restorasi, dan pengelolaan berkelanjutan ekosistem blue carbon.
  • Insentif bagi masyarakat lokal: Melalui skema pembayaran berbasis hasil, masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem blue carbon dapat memperoleh manfaat ekonomi langsung, sehingga meningkatkan motivasi mereka untuk menjaga kelestarian ekosistem.
  • Peningkatan investasi di sektor kelautan dan perikanan: NEK dapat menarik investasi dari sektor swasta untuk mendukung proyek-proyek blue carbon yang berkelanjutan.
  • Dukungan terhadap pencapaian NDC: Pendanaan yang diperoleh dari NEK dapat digunakan untuk mendukung berbagai aksi mitigasi dan adaptasi di sektor kelautan dan perikanan, sehingga berkontribusi pada pencapaian target NDC.

Namun, perjalanan menuju implementasi NEK untuk blue carbon yang efektif bukannya tanpa hambatan. Salah satu tantangan utama adalah belum lengkapnya metodologi untuk menghitung serapan dan simpanan karbon di beberapa ekosistem blue carbon, terutama karbon yang tersimpan di dalam tanah.

Ketersediaan data yang akurat dan terkini mengenai luas, kondisi, dan potensi serapan karbon dari ekosistem blue carbon juga masih terbatas, menghambat perhitungan yang presisi. Selain itu, dibutuhkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV) untuk karbon biru, serta koordinasi yang solid antar berbagai pemangku kepentingan, mulai dari kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah, masyarakat lokal, sektor swasta, hingga organisasi non-pemerintah. Penentuan mekanisme NEK harus tepat, di mana mekanisme tersebut harus mampu memberikan insentif yang efektif, adil, dan transparan, sesuai dengan karakteristik unik ekosistem karbon biru dan konteks sosial-ekonomi di Indonesia.

Guna memaksimalkan peluang dan mengatasi berbagai tantangan tersebut. Pengembangan metodologi MRV yang kuat dan diakui secara internasional menjadi prioritas utama, dan ini membutuhkan kerja sama erat antara lembaga penelitian, akademisi, dan pemerintah. Penguatan sistem data dan informasi melalui investasi dalam pengumpulan data dan pengembangan sistem informasi yang terintegrasi juga tak kalah penting. Program-program peningkatan kapasitas harus digalakkan untuk meningkatkan keahlian dalam MRV, pengelolaan ekosistem karbon biru, dan implementasi NEK secara menyeluruh. Penguatan kerangka kelembagaan melalui koordinasi yang efektif antar lembaga dan pembagian peran yang jelas menjadi fondasi yang esensial.

Sebagai langkah awal, implementasi NEK untuk blue carbon dapat dimulai dengan proyek-proyek percontohan di beberapa lokasi terpilih. Pembelajaran dari proyek-proyek percontohan ini akan menjadi bekal berharga untuk pengembangan dan penyempurnaan mekanisme NEK di masa mendatang. Tak kalah penting, kontribusi masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan pihak swasta dalam perencanaan dan pelaksanaan program terkait karbon biru menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dan pemerataan manfaat.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi blue carbon melalui implementasi NEK, mendukung pencapaian NDC, dan mendorong pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir dan laut. Actia bergerak di bidang carbon management, siap membantu Anda memahami NEK, blue carbon, dan apapun kebutuhan Anda. Implementasi NEK yang efektif untuk blue carbon akan memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan bagi Indonesia, serta berkontribusi pada upaya global dalam menanggulangi perubahan iklim. Keberhasilan implementasi ini akan menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam memimpin dengan memberi contoh (leading by examples) dalam diplomasi lingkungan hidup dan perubahan iklim.

Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Nilai ekonomi karbon (NEK) merupakan nilai yang diberikan pada setiap ton karbon yang dikurangi dari emisi gas rumah kaca (GRK). Hal ini menjadi bagian dari upaya pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) dalam rangka mengurangi emisi GRK. Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) mengatur mengenai pengelolaan nilai ekonomi karbon dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan nasional.

 

Mekanisme Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK)

Ada 4 mekanisme penyelenggaraan nilai ekonomi karbon, yaitu:

  1. Perdagangan karbon merupakan sebuah mekanisme yang memungkinkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aktivitas jual-beli. Dalam mekanisme ini, terdapat 2 kelompok, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi.
  • Perdagangan emisi: Melibatkan jual-beli izin emisi melalui pasar karbon yang telah diatur dan perdagangan langsung melalui kerjasama bilateral. Dalam perdagangan emisi, entitas atau negara dapat membeli atau menjual izin emisi, yang memberi izin untuk menghasilkan jumlah tertentu emisi GRK. Tujuannya adalah untuk memberikan insentif bagi entitas untuk mengurangi emisi GRK mereka.
  • Offset emisi GRK: Mekanisme offset emisi GRK terdiri dari baseline dan target pengurangan emisi GRK yang harus ditetapkan oleh pelaku perdagangan karbon. Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE GRK) adalah suatu unit yang dapat masuk ke sistem karbon DCC dan perdagangan karbon, baik melalui kerjasama bilateral maupun melalui bursa karbon.
  1. Pembayaran berbasis kinerja: Mekanisme pembayaran berbasis kinerja mengatur pembayaran sesuai dengan kinerja yang telah dicapai dalam mengurangi emisi GRK.
  2. Pungutan atas karbon: Mekanisme yang dikelola oleh Kementerian Keuangan (Menkeu). Mekanisme ini melibatkan pengenaan pajak atau biaya atas emisi karbon yang dihasilkan oleh entitas atau sektor tertentu. Tujuannya adalah untuk memberikan insentif bagi mereka untuk mengurangi emisi karbon mereka dan mendorong transisi ke arah ekonomi yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon. Pajak atau biaya karbon yang dikenakan dapat berupa tarif yang diterapkan per unit emisi karbon atau pajak yang diberlakukan pada bahan bakar fosil atau industri tertentu yang menghasilkan emisi karbon yang tinggi.
  3. Mekanisme lainnya: Mencakup berbagai strategi dan inisiatif lain yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi GRK, seperti pengembangan teknologi hijau, insentif pajak untuk energi terbarukan, atau program pengurangan emisi sukarela.

 

Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK)

Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan nilai ekonomi karbon adalah:

  1. Perdagangan karbon:
    • Perdagangan karbon dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri atau domestik dan internasional.
    • Tata laksana perdagangan karbon, diselenggarakan di sektor NDC dan sub-sektor NDC, dilaksanakan oleh kementerian Lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat, serta dapat dijalankan di perdagangan luar negeri dan domestik.
    • Adanya cadangan dan buffer yang harus disiapkan untuk pengurangan emisi dalam bentuk unit yang kita kenal dengan Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE-GRK).
    • Perdagangan karbon bisa dilakukan dengan perdagangan dalam bentuk PT-BAE dan PT BAE-PU dan SPE-GRK. Hal ini ditetapkan oleh masing-masing sektor terkait.
    • Rangkaian dari perdagangan emisi ini sampai untuk menjadikannya SPE, perlu ada asas transparansi dan akuntabilitas yang harus diterapkan, yaitu proses verifikasi dan validasi, yang dilakukan oleh independen yang mempunyai kaedah dan standar yang jelas, baik perusahaan yang diatur oleh standar internasional, atau badan standarisasi nasional.
    • Setelah ada penerbitan SPE, maka akan masuk ke dalam mekanisme berikutnya, yang mungkin bisa dilakukan dengan dua opsi, yaitu kerjasama maupun melalui bursa karbon.
  2. Cap and allowance: Bagaimana cap and allowance diatur melalui PT BAE dan PT BAE-PU yang otorisasinya ada di masing-masing sektor terkait.
  3. Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK (SPE GRK): SPE GRK adalah suatu unit yang dapat masuk ke sistem karbon DCC dan perdagangan karbon, baik melalui kerjasama bilateral maupun melalui bursa karbon.

 

Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) dilakukan dalam rangka pencapaian NDC dan pengendalian emisi GRK. Pemerintah Daerah diharapkan untuk berperan dalam pencapaian target NDC melalui penyelenggaraan adaptasi dan mitigasi. Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk melakukan aksi di daerah serta melakukan pemantauan dan evaluasi sebagian dari pengurangan emisi GRK pada Sektor dan Kegiatan tersebut.

Kementerian ESDM telah meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik, yang merupakan amanat Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik. Perdagangan karbon ini akan dilaksanakan dalam tahap mandatori pada tahun 2023, dan diharapkan dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 155 juta ton CO2e di tahun.

 

 

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website