Perubahan iklim adalah tantangan global terbesar di abad ini, dan inventarisasi Green House Gas (GHG) menjadi langkah pertama yang krusial untuk menanganinya. Meskipun keberadaannya secara alami penting untuk menjaga suhu Bumi tetap stabil, peningkatan kadar gas rumah kaca akibat aktivitas manusia telah memicu berbagai krisis lingkungan, mulai dari pemanasan global hingga cuaca ekstrem. Dengan memahami seberapa besar emisi yang dihasilkan oleh suatu negara, wilayah, atau sektor, pengambil kebijakan dan praktisi lingkungan dapat merancang strategi mitigasi yang tepat sasaran. Inventarisasi gas rumah kaca (GHG inventory) kini menjadi instrumen utama dalam strategi nasional dan global untuk menghadapi perubahan iklim termasuk Nationally Determined Contributions (NDC), skema karbon, dan kebijakan energi nasional. Sekarang ini inventarisasi gas rumah kaca bukan hanya untuk memenuhi target Net Zero Emissions saja, tetapi juga untuk membuktikan kredibilitas dan tanggung jawab lingkungan perusahaan dan pemerintah.
Gas Rumah Kaca adalah kelompok gas yang memiliki kemampuan untuk menangkap panas di atmosfer bumi. Proses ini dikenal dengan nama efek rumah kaca, yaitu sebuah mekanisme alami yang sangat penting untuk menjaga bumi tetap hangat dan mendukung kehidupan seperti yang kita kenal saat ini. Tanpa keberadaan efek rumah kaca, suhu bumi akan terlalu dingin untuk menopang kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, aktivitas manusia telah mempercepat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini terutama disebabkan oleh:
Akibat dari peningkatan ini, bumi mengalami pemanasan yang tidak wajar atau yang dikenal sebagai pemanasan global. Suhu rata-rata permukaan bumi terus meningkat, yang kemudian menyebabkan berbagai dampak serius terhadap lingkungan, antara lain:
Berdasarkan IPCC AR5 ada beberapa jenis gas rumah kaca yang paling sering diukur dan dilaporkan, yaitu:
Jenis Gas | Sumber Utama | Potensi Pemanasan Global (GWP) |
Karbon dioksida (CO₂) | Pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi | 1 kali |
Metana (CH₄) | Pertanian (ternak), tempat pembuangan sampah, tambang | 25–28 kali lebih kuat dari CO₂ |
Dinitrogen oksida (N₂O) | Pemupukan lahan pertanian, pembakaran biomassa | 265–298 kali lebih kuat dari CO₂ |
Gas fluorinated (HFCs, PFCs, SF₆) | Industri pendinginan, semikonduktor, listrik tegangan tinggi | Ribuan kali lebih kuat dari CO₂ |
Setiap jenis gas rumah kaca memiliki tingkat potensi pemanasan global yang berbeda-beda. Ukuran ini dikenal sebagai Global Warming Potential (GWP), yaitu cara untuk membandingkan seberapa besar kemampuan suatu gas dalam menjebak panas di atmosfer dibandingkan dengan karbon dioksida (CO₂). GWP dihitung berdasarkan seberapa banyak energi panas yang bisa diserap oleh satu ton gas tersebut dalam jangka waktu tertentu, biasanya 100 tahun. Semakin tinggi nilai GWP suatu gas, maka semakin besar pula dampaknya terhadap pemanasan global. Artinya, meskipun suatu gas mungkin jumlahnya lebih sedikit, jika nilai GWP-nya tinggi, ia tetap memberi kontribusi besar terhadap pemanasan Bumi.
Pemahaman tentang gas rumah kaca sangat penting, terutama dalam konteks perubahan iklim yang semakin nyata. Pengukuran dan pengelolaan emisi GRK menjadi langkah awal untuk:
Dengan menghitung GHG kita bisa merancang strategi yang lebih tepat guna menurunkan emisi, seperti melalui efisiensi energi, penggunaan energi terbarukan, dan perlindungan ekosistem hutan. Tanpa data emisi yang akurat, strategi tersebut sulit dijalankan secara efektif dan berkelanjutan
Perhitungan GHG juga menjadi bagian penting dalam memenuhi berbagai kewajiban pelaporan lingkungan. Program seperti PROPER, ESG, ISO 14064, serta sustainability report, semuanya mendorong perusahaan untuk menghitung dan melaporkan jejak karbonnya. Praktik ini tidak hanya meningkatkan transparansi dan reputasi perusahaan, tetapi juga membantu dalam pengambilan keputusan Perusahaan
Perhitungan GHG mendukung pencapaian target nasional dan global dalam agenda perubahan iklim. Indonesia, misalnya, telah menetapkan komitmen untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060, yaitu kondisi di mana emisi GRK yang dihasilkan seimbang dengan yang diserap kembali oleh alam. Komitmen ini sejalan dengan kesepakatan internasional seperti Paris Agreement dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Inventarisasi GRK dilakukan dengan pendekatan berdasarkan cakupan sumber emisi (Scope) sebagai berikut:
Dengan memahami pembagian ini, perusahaan dapat mengidentifikasi peluang efisiensi dan pengurangan emisi secara lebih menyeluruh
Contoh Sederhana
Misalnya, untuk menghitung emisi scope 2 dari pabrik tebu yang menggunakan sumber listrik dari PLN.
Emisi CO₂e = Konsumsi listrik (kWh) × Faktor emisi (kg CO₂e/kWh)
= 500.000 kWh × 0,829 kg CO₂e/kWh = 414.500 kg CO₂e
atau setara dengan 414,5 ton CO₂e per tahun
Kami memiliki pengalaman dalam melakukan perhitungan emisi GRK scope 1, 2 dan 3 dengan pendekatan berbasis IPCC Guidelines
Kami memahami kerangka kerja internasional seperti REDD+, NDCs, dan hubungannya dengan inventarisasi GRK dan strategi mitigasi adaptasi perubahan iklim
Kami telah membantu berbagai perusahaan kecil dan menengah menyusun pelaporan emisi GRK, limbah, dan air yang sesuai standar global seperti GHG Protocol, CSRD/ESRS
Kami ahli dalam mengubah bahasa regulasi yang kompleks menjadi petunjuk sederhana, praktis, dan mudah dipahami baik untuk penggunaan di tingkat kantor pusat (HQ) maupun di level operasional (site level)
Hubungi kami untuk berkonsultasi teknis dan pelatihan inventarisasi GRK yang sesuai standar. Kami menyediakan layanan perhitungan dan pelaporan emisi GRK Scope 1, 2, dan 3 sesuai dengan pedoman internasional seperti GHG Protocol dan IPCC Guidelines. Konsultasi gratis! Jangan ragu untuk menghubungi kami.
Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190
Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229
PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website