Prospek dan Tantangan Implementasi Kebijakan Karbon Biru (Blue Carbon) di Indonesia

Prospek dan Tantangan Implementasi Kebijakan Karbon Biru (Blue Carbon) di Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan memiliki kekayaan alam yang tak ternilai harganya, termasuk ekosistem karbon biru (blue carbon). Ekosistem yang terdiri dari hutan mangrove, padang lamun, dan rawa payau, ekosistem ini dapat dikatakan memiliki peran ganda, yaitu sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien dan sebagai sumber daya alam yang penting bagi masyarakat pesisir. Karbon biru (blue carbon), atau karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir, menawarkan potensi besar bagi Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Potensi Karbon Biru (Blue Carbon): Harta Karun Tersembunyi Indonesia

Indonesia memiliki hutan mangrove dengan luas mencapai 3,314 juta hektar dan memiliki potensi penyimpanan karbon sebesar 3,1 gigaton. Jumlah ini setara dengan nilai ekonomi yang sangat besar jika dikonversi menjadi nilai karbon. Potensi ini tidak hanya menawarkan peluang ekonomi, tetapi juga peran penting dalam mitigasi perubahan iklim global.

Selain mangrove, ekosistem padang lamun dan rawa payau juga berkontribusi terhadap potensi karbon biru Indonesia. Kombinasi ketiga ekosistem ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi karbon biru terbesar di dunia.

Kebijakan dan Kelembagaan Blue carbon

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat dalam mengembangkan karbon biru (blue carbon) melalui berbagai kebijakan dan peraturan. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon menjadi landasan hukum penting dalam pengaturan dan pengelolaan karbon biru. Perpres ini memberikan kerangka kerja untuk perdagangan karbon dan insentif lainnya yang dapat mendorong investasi dalam perlindungan dan restorasi ekosistem karbon biru.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memiliki peran penting dalam koordinasi lintas sektor terkait kebijakan karbon biru. Kemenko Marves juga aktif menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik nasional maupun internasional, untuk mendukung pengembangan karbon biru di Indonesia.

Di tingkat nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ditunjuk sebagai penanggung jawab isu kelautan dan karbon biru. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengintegrasikan isu karbon biru dalam kebijakan dan program kelautan.

Tantangan Implementasi Blue Carbon

Implementasi karbon biru di Indonesia, meski menjanjikan dan didukung kebijakan yang kuat, ternyata tidak berjalan mulus. Tantangan menghadang di berbagai lini, salah satu yang paling mendesak adalah bagaimana caranya mengubah potensi ekonomi karbon biru ini menjadi manfaat nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

Lebih dari itu, penguatan kelembagaan menjadi al yang sangat penting. Tanpa kelembagaan yang solid di tingkat daerah, implementasi kebijakan dan pengelolaan karbon biru yang efektif akan sulit terwujud. Koordinasi lintas sektor juga memegang peranan penting. Kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, serta sektor swasta adalah kunci untuk mencapai tujuan bersama.

Masyarakat pesisir, sebagai pihak yang paling dekat dengan ekosistem karbon biru, harus dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatannya. Dengan begitu, mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku yang merasakan manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem ini.

Pengembangan kapasitas sumber daya manusia juga tidak boleh dilupakan. Baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat, peningkatan kapasitas diperlukan untuk mendukung implementasi karbon biru yang efektif. Terakhir, ketersediaan data dan informasi yang akurat dan terkini tentang ekosistem karbon biru sangat penting untuk pengambilan keputusan yang tepat. Tanpa data yang memadai, sulit untuk merumuskan strategi yang efektif dan efisien.

Kerja Sama Berbagai Pihak

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, kerja sama dari berbagai pihak sangat diperlukan. Kemenko Marves telah memfasilitasi kerja sama dengan berbagai negara dan lembaga internasional, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Singapura, Korea Selatan, Bank Dunia, dan World Economic Forum. Kerja sama ini mencakup berbagai aspek, seperti rehabilitasi mangrove, kajian karbon biru, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan pusat mangrove.

Beberapa rekomendasi untuk mempercepat implementasi kebijakan karbon biru di Indonesia:

  1. Memperkuat kelembagaan: KKP perlu memperkuat kelembagaan di tingkat daerah untuk mendukung implementasi kebijakan karbon biru.
  2. Mempercepat implementasi kebijakan: Kebijakan nasional terkait karbon biru perlu segera diimplementasikan agar sektor kelautan dapat berkontribusi pada target penurunan emisi nasional (NDC).
  3. Meningkatkan koordinasi: Koordinasi yang lebih baik antar berbagai pihak terkait, baik di tingkat nasional maupun daerah, sangat penting.
  4. Melibatkan masyarakat: Masyarakat pesisir harus dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan pengembangan karbon biru.
  5. Mengembangkan kapasitas: Program-program pelatihan dan pendampingan teknis perlu diberikan kepada masyarakat dan pemerintah daerah.

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website