4 Kisah Sukses Pengurangan Emisi Karbon dan Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

4 Kisah Sukses Pengurangan Emisi Karbon dan Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

Kisah sukses pengurangan emisi karbon yang tercatat di Indonesia melalui mekanisme pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment/RBP) dan perdagangan karbon. Berikut adalah beberapa contoh implementasi yang berhasil dilakukan di Indonesia:

  1. Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) di Kalimantan Timur: Program ini mengalokasikan pembayaran berbasis kinerja sebesar 110 juta USD untuk pencapaian penurunan emisi sebesar 22 juta ton CO2e di Kalimantan Timur dalam periode 2019-2024. Artinya, pembayaran tersebut akan diberikan kepada pihak yang berhasil menjaga kelestarian hutan dan mencegah deforestasi serta degradasi hutan di wilayah tersebut selama periode yang ditentukan.
  2. BioCarbon Fund di Jambi: Program ini bertujuan untuk mengurangi emisi sebesar 14 juta ton CO2e dengan nilai sekitar 70 juta USD. Saat ini, program ini masih dalam tahap negosiasi untuk menentukan harga pembayaran berbasis kinerja (ERPA). Langkah-langkah yang diambil dalam program ini mungkin mencakup berbagai inisiatif pengelolaan lahan dan hutan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer. Ini bisa mencakup penanaman kembali hutan, restorasi lahan gambut, atau pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan. Dengan menciptakan insentif finansial melalui nilai investasi sebesar 70 juta USD, program ini diharapkan dapat memberikan dorongan ekstra untuk melaksanakan praktek-praktek yang ramah lingkungan dan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon di wilayah Jambi.
  3. RBP dari Green Climate Fund: Melalui proyek pilot nasional, Green Climate Fund menargetkan penurunan emisi sebesar 103,78 juta USD melalui proyek pilot nasional. Capaian kinerja yang diharapkan adalah sekitar 20,25 juta ton CO2e, yang direncanakan akan dicapai dalam rentang waktu dari tahun 2014 hingga 2016.
  4. Komitmen Bilateral dengan Kerajaan Norway: Indonesia telah menegaskan komitmennya melalui kesepakatan bilateral dengan Kerajaan Norway, di mana sejumlah dana sebesar 56 juta USD telah dialokasikan. Dana tersebut diarahkan untuk mendukung komitmen Presiden dalam mencapai target pengurangan emisi sebesar 140 juta ton CO2e. Alokasi dana ini mungkin akan digunakan untuk mendanai berbagai proyek dan inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di berbagai sektor. Upaya ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, dalam rangka meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengurangi emisi karbon untuk mengatasi perubahan iklim.

Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

Saat ini Indonesia juga telah mengenalkan beberapa mekanisme perdagangan karbon, seperti Clean Development Mechanism (CDM) dan Joint Crediting Mechanism (JCM), sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon.

Clean Development Mechanism (CDM)

CDM merupakan sebuah mekanisme kerja sama antara negara berkembang dan negara maju yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon. Implementasi CDM di Indonesia telah menghasilkan beberapa proyek yang signifikan, salah satunya adalah kerjasama antara PT Gikoko Kogyo dari Belanda dan Pontianak Landfill Gas Flaring 2009. Proyek ini berhasil menjual 350.000 sertifikat CER ke Belanda.

Joint Crediting Mechanism (JCM)

JCM, di sisi lain, adalah mekanisme kerja sama antara Indonesia dan negara lain yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon. Contoh nyata dari implementasi JCM adalah proyek-proyek pengembangan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga angin yang telah berhasil diimplementasikan melalui kerjasama JCM.

Dengan menerapkan mekanisme perdagangan karbon ini, Indonesia dapat secara efektif mengurangi emisi karbon sambil memajukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Langkah-langkah ini menjadi kontribusi positif Indonesia dalam mendukung upaya global untuk menghadapi perubahan iklim dan mencapai target pengurangan emisi karbon secara global.

Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK)

Seperti yang telah kami jelaskan pada artikel sebelumnya, dalam implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK), Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk mendukung pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.

NEK ini mencakup berbagai mekanisme, termasuk perdagangan izin emisi (emission trading system) dan offset emisi (crediting mechanism), serta pajak atas karbon (carbon tax). Pemerintah berencana untuk mengimplementasikan pajak karbon melalui bursa karbon dengan mekanisme tertentu.

Dalam upaya mencapai target Nasional Determined Contribution (NDC), Pemerintah Indonesia terus melakukan mitigasi perubahan iklim dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Implementasi mekanisme pembayaran berbasis kinerja dan nilai ekonomi karbon merupakan langkah-langkah penting dalam upaya Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan berkontribusi pada penanggulangan perubahan iklim global. Dengan adanya langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mencapai target kinerja yang ditetapkan secara nasional dan internasional dalam pengurangan emisi karbon.

PT ACTIA BERSAMA SEJAHTERA

Office 1 – Lantai 18, Office 8 – Senopati Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Office 2 – Ruko Puncak CBD no 8F APT, Jl. Keramat I, RT.003/RW.004, Jajar Tunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, 60229

 

Hubungi Kami

PT Actia Bersama Sejahtera – Support oleh Dokter Website